BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu hamil, sebuah waktu yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal yang paling mendebarkan. Persalinan terasa akan menyenangkan karena si kecil yang selama sembilan bulan bersembunyi di dalam perut anda akan muncul terlahir ke dunia. Di sisi lain persalinan juga menjadi mendebarkan khususnya bagi calon ibu baru, dimana terbayang proses persalinan yang menyakitkan, mengeluarkan energi yang begitu banyak, dan sebuah perjuangan yang cukup melelahkan
Ada baiknya para calon ibu mengetahui proses atau tahapan persalinan seperti apa, sehingga para calon ibu dapat mempersiapkan segala halnya guna menghadapi proses persalinan ini. Proses persalinan terbagi ke dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Kala I, tahap pembukaanin partu (partus mulai) ditandai dengan lendir bercampur darah, karena serviks mulai membuka dan mendatar
2. Kala II , pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali\
3. Kala III, pada kala ini terjadi pengeluaran plasenta setelah pengeluaran janin
4. Kala IV, tahap ini digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap bahaya perdarahan. Pengawasan ini dilakukan selam kurang lebih dua jam
II. TUJUAN
Untuk memahami konsep teoritis dan asuhan keperawatan pada Ibu pada proses partus pada tahap Kala II
BAB II
ASUHAN KALA II
batasan persalinan kala II
dimulai saat pembukaan serviks lengkap dan berakhir dengan lahirnya seluruh tubuh janin.
tanda gejala kala II
• ibu ingin meneran (dorongan meneran/doran)
• perineum menonjol (perjol)
• vulva membuka (vulka)
• tekanan anus (teknus)
• meningkatnya pengeluaran darah dan lendir
• kepala telah turun di dasar panggul
diagnosis pasti
• pembukaan lengkap
• kepala bayi terlihat pada introitus vagina
Fase kala II (Aderhold dan robert)
• fase I : fase tenang, mulai dari pembukaan lengkap samapi timbul keinginan untuk meneran
• faseII : fase peneranan, mulai dari timbulnya kekuatan untuk meneran samapi kepala crowning (lahirnya kepala)
• fase III : fase perineal, mulai sejak crowning kepala janin sampai lahirnya seluruh badan bayi
Kontraksi
• sangat kuat dengan durasi 60-70 detik, 2-3 menit sekali
• sangat sakit dan akan berkurang bila meneran
• kontraksi mendorong kepala ke ruang panggul yang menimbulkan tekanan pada otot dasar panggul sehingga timbul reflak dorongan meneran
persiapan persalinan
1. persiapan ibu dan keluarga
• memastikan kebersihan ibu, sesuai prinsip Pencegahan Infeksi (PI)
• perawatan sayang ibu
• pengosongan kandung kemih/2 jam
• pemberian dorongan psikologis
2. persiapan penolong persalinan
• perlengkapan pakaian
• mencuci tangan (sekitar 15 detik)
3. persiapan peralatan
• ruangan
• penerangan
• tempat tidur
• peralatan persalinan
• bahan
amniotomi
• indikasi amniotomi
jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya
Cara melakukan amniotomi
1. diantara kontraksi, lakukan Pemeriksaan Dalam (PD), sentuh ketuban yang menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak teraba adanya tali pusat atau bagian2 kecil lainnya(bila tali pusat dan bagian2 yang kecil dari bayi teraba, jangan pecahkan selaput ketuban dan rujuk segera)
2. pegang 1/2 klem kocher/kelly memakai tangan yang lain, dan memasukkan ke dalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan kanan yang mengenakan sarung tangan hingga menyentuh selaput ketuban dengan hati2.
3. saat kekuatan his sedang berkurang, dengan bantuan jari2 tangan kanan anda goreskan klem kocher untuk menyobek 1-2 cm hingga pecah
4. biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan yang digunakan untuk pemeriksaan
5. tarik keluar dengan tangan kiri 1/2 klem kocher/kelly dan rendam dalam larutan klorin 0,5%. tetap pertahankan jari2 tangan kanan anda di dalam vagina untuk merasakan turunnya kepala janin dan memastikan tetap tidak teraba adanya tali pusat, setelah yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba tali pusat, keluarkan jari tangan kanan dari vagina secara perlahan.
6. evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium(kotoran bayi) atau darah
7. celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tanagn kedalam larutan klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tanagan dalam kondisi terbalik dan biarkan terendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
8. cuci kedua tangan
9. periksa kembali denyut jantung janin
10. catat pada partograf waktu dilakukan pemecahan selaput ketuban, warna air ketuban dan DJJ
# Keuntungan amniotomi
• memungkinkan pengamatan atas cairan amniotik terutama ada atau tidaknya mekonium
• dimana pemantauan DJJ secara terus menerus didindikasikan, maka elektroda dapat diletakkaan langsung ke atas kulit kepala janin, yang memungkinkan pelacakan yang lebih baik daripada yang diperoleh dengan menempatkan elektroda diatas abdomen ibu
• kateter perekam bis aditempatkan di dalam uterus dan dapat mengukur tekanan intrauterin secara langsung dan akurat
• lamanya persalinan bisa diperpendek
• bukti2 yang ditemukan akhir2 ini menunjukkan bahwa amniotomi dan stimulasi slauran genital bawah menyebabkan peningkatan dalam prostaglandin, dan hal ini selanjutnya menyempurnakan kontraksi uterus
# kerugian amniotomi
• tekanan diferensial yang meningkat diekitar kepala janin bis amenimbulkan cacatnya tulang kepala janin
• berkurangnya jumlah cairan amniotik bisa menmabah kompresi tali pusat
# sementara amniotomi dini bisa mempercepat pembukaan cerviks, namun bis apula menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta. jadi keuntungan dalam bentuk persaliann yang lebih pendek bisa terelakkan oleh efek merugikan yang potensial bisa terjadi pada janin, seperti misalnya penurunan angka pH darah. beberpa penolong telah mencatat adanya perubahan dalam pola DJJ setelah dilakukannya amniotomi.
Keluarnya mekonium pada presentasi kepala
keluarnya mekonium atau air ketuban yang bercampur mekonium per vaginam pada presentasi kepala merupakan gejala gawat janin (fetal distress). diduga ini sebagai hasil relaksasi spingter real dan peristaltik yang bertambah sebagai akibat anoxis. faktor2 etiologisnya meliputi lilitan tali pusat, partus lama, toxemia gravidarum. pada sebagian kasus tidak diketahui penyababnya
insidensi keluarnya mekonium adalah sekitar 5%. kalau ini merupakan sat2nya gejala maka kejadian lahir mati (stillbirth) adalah jarang, tetapi jumlah bayi yang memerlukan resusitasi lebih banyak daripada insidensinya secara keseluruhan
apabila terjadi pengeluaran mekonium maka DJJ harus diamati dengan ketat. kalau ada perubahan yang berarti dalam irama dan frekuensinya maka mungkin diperlukan persalinan segera untuk menyelamatkan bayinya. meskipun demikian pengeluaran mekonium sendiri bukan merupakan indikasi untuk penyelesaian persalinan secara operatif
pada presentasi bokong keluarnya mekonium disebabkan oleh tekanan kontraksi uterus pada usus bayi dan bukan merupakan gejala atau gawat janin.
Tanda dan Gejala Kala II Persalinan
1. Ibu ingin meneran bersamaan dg kontraksi
2. Ibu merasakan peningkatan tekanan pd rektrum/vaginal
3. Perineum terlihat menonjol
4. vagina dan sfinger membuka
5. Peningkatan pengeluaran lendir & darah
Penatalaksanaan Fisiologis Kala Dua Persalinan
Berikut ini adalah alur untuk penatalaksanaan kala dua persalinan :
Gambar 1. Penatalaksanaan kala 2 persalinan
• Mulai Mengejan
Jika sudah didapatkan tanda pasti kala dua tunggu ibu sampai merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran. Meneruskan pemantauan ibu dan bayi.
• Memantau selama penataksanaan kala dua persalinan
Melanjutkan penilaian kondisi ibu dan janin serta kemajuan persalinan selama kala dua persalinan secara berkala. Memeriksa dan mencatat nadi ibu setiap 30 menit, frekuensi dan lama kontraksi selama 30 menit, denyut jantung janin setiap selesai meneran, penurunan kepala bayi melalui pemeriksaan abdomen, warna cairan ketuban, apakah ada presentasi majemuk, putaran paksi luar, adanya kehamilan kembar dan semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan.
• Posisi Ibu saat Meneran
Membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman baginya. Ibu dapat berganti posisi secara teratur selama kala dua persalinan karena hal ini sering kali mempercepat kemajuan persalinan.
Gambar 2. Posisi duduk atau setengah duduk
Gambar 4. Merangkak atau berbaring miring ke kiri
• Melahirkan kepala
Bimbing ibu u/ meneran. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu. Saat sub occiput tampak dibawah simfisis, tangan kanan melindungi perineum dengan dialas lipatan kain dibawah bokong ibu, sementara tangan kiri menahan puncat kepala agar tidak terjadi defleksi yang terlalu cepat saat kepala lahir, Mengusapkan kasa/kain bersih untuk membersihkan muka janin dari lendir dan darah.
Gambar 5. Melahirkan Kepala
• Memeriksa Tali Pusat
Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernapas cepat. Raba leher bayi, apakah ada leletan tali pusat. Jika ada lilitan longgar lepaskan melewati kepala bayi.
• Melahirkan Bahu
Setelah menyeka mulut dan hidung bayi hingga bersih dan memeriksa tali pusat, tunggu hingga terjadi kontraksi berikutnya dan awasi rotasi spontan kepala bayi. Setelah rotasi eksternal, letakan satu tangan pada setiap sisi kepala bayi dan beritahukan pada ibu untuk meneran pada kontraksi berikutnya. Lakukan tarikan perlahan kearah bawah dan luar secara lembut (Kearah tulang punggung ibu hingga bahu bawah tampak dibawah arkus pubis. Angkat kepala bayi kearah atas dan luar (mengarah ke langit-langit) untuk melahirkan bahu posterior bayi.
Gambar 7. Melahirkan Bahu
• Melahirkan Sisa Tubuh Bayi
Setelah bahu lahir, tangan kanan menyangga kepala, leher dan bahu janin bagian posterior dengan ibu jari pada leher (bagian bawah kepala) dan keempat jari pada bahu dan dada/punggung janin, sementara tangan kiri memegang lengan dan bahu janin bagian anterior saat badan dan lengan lahir
Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan kanan sedemikian rupa hingga bayi menghadap kearah penolong. Nilai bayi, kemudian letakan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala lebih rendah dari badan (bila tali pusat terlalu pendek, letakan bayi di tempat yang memungkinkan.
Gambar 8. Melahirkan Tubuh Bayi
Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali tali pusat. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari umbilikus bayi. Melakukan urutan pada tali pusat kearah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama. Memegang tali pusat diantara 2 klem menggunakan tangan kiri, dengan perlindungan jari tangan kiri, memotong tali pusat diantara kedua klem.
Gambar 9. Memotong Tali Pusat
• TINDAKAN EPISIOTOMI PADA FASE KALA II
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina. Manfaaat dari tindakan Episiotomi adalah :
1. Mencegah robekan perineum. Insisi yang bersih dan dilakukan pada posisi yang benar akan lebih cepat sembuh dari pada robekan yang tidak teratu. Ada beberapa keadaan yang dapat menjadi presdisposisi seorang wanita mengalmi robekan, dengan demikian indikasi episiotomi adalah bayi besa, persalinan cepat, dimana tiodak cukup waktu untuk peregangan perineum, lengkung subpubis sempit dengan pintu keluar yang sempit an malpresentasi janin misalnya letak muka
2. Kemungkinan mengurangi regangi regangan otot penyangga kandungan kandung kemih atau rektum yang terlalu kuat dan berkepanjangan, yang di kemudian hari menyebabkan inkontinesia urin atau prolaps vagina
3. Mengurangi lama tahap kedua yang mungkin penting mengingat keadaan Ibu misalnya ; keadaan hipertensi atau keadaan janin misalnya baradikardi yang menetap
4. Memperbesar vagina jika diperlukan manipulasi untuk melahirkan bayi, contohnya presentasi bayi, contohnya pada presentasi bokong atau pada penggunaan forsep
Namun ada tindakan episiotomi ini ditantang dengan pertimbangan
1. Perineum dapat disiapkan untuk persalinan melalui latihan kegel dan pijatan pada periode prenatal. Latihan kegel pada periode pasca partum memperbaiki dan memulihkan keadaan tonus otot perineum
2. Robekan dapat terjadi meskipun dilakukan episiotomi
3. Nyeri dan rasa tidak nyaman akibat episiotomi dapat menghambat interaksi ibu dan anak dan dimulai kembalinya hubungan seksual oran tua
4. Episiotomi diindikasikan jika :
a. Kesejahteraan ibu dan janin terancam, untuk mempercepat persalinan tahap 1
b. Jika bayi praterm dan ada kemungkinan terjadi perdarahan otak karena pembuluh darah rapuh
c. Jika janin besar (> 4000 g)
d. Tindakan forsep dan sungsang
Jenis Episiotomi
1. Episiotomi garis Medial
Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki dan biasanya nyeri yang timbul laebih ringan. Kadang-kadang dapat terjadi perluasan sfiingter rektum (laserasi derjat Tiga ) atau bahkan kekanal ani (Laserasi derjat empat). Untungnya penyembuhan primer dan perbaikan (jahitan) yang baik akanm emulihkan tonus sfingter
2. Episiotomi mediolateral
Dilakukan pada persalinan dengan tindakan jika ada kemungkinan terjadi perluasan kearah posterior. Meskipun demdengan episiotikian robekan derajat empat dapat dihindari tetapi robekan derajat tiga dapat terjadi. Selain itu jika dibandingkan epeisiotomi medial, kehilangan arah akan lebih banyak dan perbaikan lebih sulit dan lebih nyeri
• LASERASI PADA KALA II
Kebanyakan cedera dan robekan pada perineum, vagina dan uterus, serta jaringan penyokong terjadi sewakatu melahirkan dan penangananya merupakan masalah kebidanan. Jaringan lunak jalan lahir dan struktur disekitarnya akan mengalami kerusakan pada setiap persalinan. Kerusakan biasanya lebih nyata pada wanita nulipara karena jaringan pada nulipara lebih padat dan lebih resisten dari pada wanita multipara. Setiap wanita mempunyai kecendrungan yang berbeda-beda untuk mengalami robekan maksudnya, jaringan lunak pada sebagian wanita kurang mampu menahan regangan. Perbaikan segera mempercepat penyembuhan dan mengurangi kerusakan lebih lanjut, serta mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi. Selam hari-hari awala pascapartum, perawat dan pemberi jasa kesehatan dengan seksama memeriksa perineum dan menilai lokia dan gejala untuk memnemukan adanya kerusakan yang tidak diketahui sebelumnya .
Jenis-jenis laserasi :
1. Laserasi Perineum
Laserasi Perineum biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan. Luas robekan didefenisikan berdasarkan kedalam robekan:
- Derajat pertama, Robekan mencapai kulit dan jaringan penunjang superfisisal sampai keotot
- Derajat dua, robekan mencapai otot-otot perineum
- Derajat tiga, robekan berlanjut keotot sfingter ani
- Derajat empat, robekan samapai mencapai dinding rektum anterior
Perbaikan segera dengan benang yang dapat diserap perlu dilakukan. Robekan derajat ketiga dan keempat membutuhkan perhatian khusus supaya wanita dapat mempertahankan kontinesia fekal. Apabila wanita tidak merasa nyeri, ini akan membantu proses penyembuhan dan hal ini dapat dibantu dengan memastikan feses wanita lunak selama beberapa hari
2. Laserasi vagina
Laserasi vagina sering menyertai robekan perineum. Robekan vagina cendrung mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator ani. Cedera tambahan dapat terjadi pada bagian atas saluran vagina, dekat spin iskiaka. Robekan dinding vagina dapat timbul akibat rotasi forsep, penurunan kepala yang cepat dan persalinan yang cepat
Lokasi robekan dan perdarahan yang cepat dan banyak membuat robekan ini sukar dilihat dan diperbaiki
3. Cedera Serviks
Cedera serviks dapat terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna ; kebanyakan dangkal dan perdarahan minimal. Laserasi yang lebih luas dapat mencapai dinding vagina atau melampui dinding vagina dan menuju segmen bawah uterus; perdarahn serius dapat terjadi. Lasefrasi yang luas dapat terjadi pada usaha yang tergesa-gesa untuk memperluas pembukaan serviks secara artifisial atau usaha melahirkan janin sebelum pembukaan lengkap
ATONIO UTERI
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.(3,4)
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.(4)
A. DEFINISI
• Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)
B. ETIOLOGI
1. overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
3. Multipara dengan jarak keahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi
6. Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.
C. MANIFESTASI KLINIS
Ý Uterus tidak berkontraksi dan lembek
Ý Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
D. PENCEGAHAN ATONIA UTERI
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
E. MANAJEMEN ATONIA UTERI
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
Ä Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
Ä Jika uterus tidak berkontraksi maka :
¬ Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks
¬ Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
¬ Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
ó Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
ó Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
4. Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
• Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
• Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
• Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
KOMPRESI BIMANUAL UTERUS ATONI
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci
Teknik :
Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
1. Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
1. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas
2. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.
Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.
Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir!
KERANGKA PIKIR
Kehamilan matur
Posisi janin turun sesuai Hodge 1-4
Proses persalinan (intra natal)
Kala i kala ii kala iii kala iv
fase laten Fase aktif Resiko Amniotomi pengeluaran plasenta keadaan ibu 2 jam post partum
Janin menuju vulva
Menekan refleks defekasi laserasi Resiko Episiotomi
Defekasi mningkat Nyeri Laserasi serviks
Pengeluaran kepala janin Laserasi vagina
Pengeluaran bahu dan kaki Laserasi perineum
Leserasi smapi ke rektum
TINDAKAN KEPERAWATAN KALA II
1. PENGAKAJIAN
Tanda objektif yang pkasti bahwa tahap kedua persalinan telah dimulai adalah melalui pemeriksaan dalam, yakni pemeriksaan tidak dapat lagi merba serviks (Myless, 1989). Tanda-tanda lain yang menunjukan tahap kedua telah dimulai adalah sebagai berikut :
- muncul keringat tiba-tiba
- muntah
- aliran darah (show meningkat)
- Ekstremitas gemetar
- Semakin gelisah; ada pernyataan saya tidak tahan lagi
- Usaha mengedan yang involunter
Tanda-tanda ini sering kali muncul pada saat serviks berdilatasi lengkap. Indikator lain untuk mengkaji kemajuan setiap fase tahap kedua dapat ditemukan . Pengkajian dilakukan terus menerus selama tahap kedua persalinan
2. DIAGNOSA KEPERAATAN
a. Resiko tinggi cedera pada Ibu yang berhubungan dengan
- Penggunaan manuver valsavah secara kontiniu
b. Rendah diri situasional yang berhubungan dengan
- Kurang pengetahuan tentang efek normal dan efek menguntungkan suara
- Ketidakmampuan untuk bertahan dalam proses melahirkan tanpa obat
c. Koping Individu tidak efektif yang berhubungan dengan
- Pengarahan persalinan yang berlawanan dengan keinginan fisiologi wanita untuk mengedan
d. Nyeri yang berhubungan dengan
- Usaha mengedan dan distensi perineum
e. Ansietas yang berhubungan dengan
- Ketidakmampuan mengendalikan defekasi saat mengedan
- Defisit pengetahuan tentang sebab-sebab sensasi pada perineum
f. Resiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan
- Posisi tungkai ibu pada penopang kaki tidak tepat
g. Rendah diri situasional pada ayah berhubungan dengan
- Ketidakmampuan mendukung ibu dalam tahap akhir persalinan
3. INTERVENSI
Hasil akhir yang diharapkan pada wanita yang berada dalam tahap kedua persalinan mencakup:
- Berpartisipasi aktif dalam proses persalinan
- Tidak mengalami cedera selama proses persalinan (begitu juga dengan janin)
- Memperoleh rasa nyaman dan dukungan dari anggota keluarga
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Anda merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waku mengedan, kepala janin mulai kelihatan, vulva (bagian luar vagina) membuka dan perineum (daerah antara anus-vagina) meregang.
Dengan mengedan terpimpin, akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh badan janin.Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah perineum. Daerah perineum bersifa elastis, tapi bila dokter/bidan memperkirakan perlu dilakukan pengguntingan di daerah perineum (episiotomi), maka tindakan ini akan dilakukan dengan tujuan mencegah perobekan paksa daerah perineum akibat tekanan bayi
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Irene M . deitra Leonard Lowdermilk, dkk . 2004 . Buku Ajar keperawatan Maternitas . Penerbit buku Kedokteran EGC : Jakarta
http://bidanku.com/index.php?/Tahapan-Proses-Persalinan
http://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/ASUHAN%20KEPERAWATAN%20SELAMA%20PERSALINAN%20DAN%20MELAHIRKAN.pdf
http://santricipasung.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-ibu-dan-bayi.html
http://lenteraimpian.wordpress.com/2007/12/26/persalinan-kala-ii/
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/27/persalinan-kala-ii/
http://www.scribd.com/doc/16408519/BAB-III-Kala-II?autodown=ppt
file:///D:/semester%205/maternitas/KALA%20II/ASKEP%20ATONIA%20UTERI%20%C2%AB%20peRawat%20go_Blog.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar