BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Neonatus adalah bayi yang baru lahir sampai berumur 28 hari, Neonatus harus diperiksa untuk menetukan apakah bayi ini keadaanya normal atau ada kelainan. Bayi baru lahir (neonatus) yang normal masa kandunganya antara 37-42 minggu (aterm) dimana berat lahirnya anatara 2500-3000 gram dan keadaan umumnya adalah sehat ini bisa diketahui dengan pemeriksaaan APGAR yang indikator pemeriksaanya adalah A (Apperence / Warna kulit), P (Pulsrate / Nadi), G (Gamace / Reaksi terhadap Ransangan), A (Activity / aktivitas), dan R (Respiractory).
Neonatus yang tidak normal biasanya diakibatkan oleh beberapa faktoe seperti faktor ibu (Kurang Gizi, Penyakit kronik, dll) maupun faktor janin (cacat bawaan) yang bisa mengakibatkan Neonatis mengalami kelainan seperti gagal nafas atau Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Angka Kematian Bayi di Indonesia 35 per 1000 kelahiran hidup. (Azrul Azwar : 2005).Tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan oleh asfiksia neonatorum (49-60 %), infeksi (24-34 %), permaturus/BBLR (15-20 %), trauma persalinan (2-7 %) dan cacat bawaan (1-3%). (Manuaba, 1998 : 5).
Berdasarkan latar belakang ini kami tertarik mengambill topik tentang Asfiksia Neonatorum
II. TUJUAN
A. TUJUAN UMUM
Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Asfiksia Neonatus dan Asuhan Keperawatannya
B. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk memahami teoritis tentang Asfiksia Neonatus ( Defenisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Medis)
b. Untuk mengetahui Tindakan Keperawatan yang tepat untuk kasus Asfiksi Neonatus
c. Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak yang diberikan oleh Ibuk Isesreni, S.Kp
BAB II
ISI
KONSEP TEORITIS ASFIKSIA NEONATUS
I. DEFENISI
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001) Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna kulit Pucat Kebiru-biuran
Tonus otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negatif Positif
Bunyi jantung Tidak teratur Teratur
Prognosis Jelek Lebih baik
(Mochtar, 1998 : 428).
Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Yang Dinilai 2 1 0 Nilai
Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada
Denyut jantung > 100/menit < 100/menit Tidak ada
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0
Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
II. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
A. Asfiksia dalam kehamilan
- Penyakit infeksi akut
- Penyakit infeksi kronik
- Keracunan oleh obat-obat bius
- Uraemia dan toksemia gravidarum
- Anemia berat
- Cacat bawaan
- Trauma
B. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
- Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
- Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
- Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
- Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
- Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
- Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
- Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
- Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
- Trauma dari dalam : akibat obet bius.
C. Penyebab asfiksia Stright (2004)
a. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
b. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal
c. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
d. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
e. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
III. PATOFISIOLOGI
Pada bayi yang kurang bulan. Biasanya akan mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnue yangdikenal sebagai apnue primer.Akibat obat-obat yang diberikan / diminum oleh ibu merupakan pemberian perangsang dan oksigen selama periode apnue primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan, kondisi ini menyebabkan pernafasan megap-megap dan tonus otot menurun.
Hipoksia inpartu Pada awal asfiksia darah lebih banyak dialirkan keotak dan jantung, dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang (Sarwono, 349). Salah satu faktor penyebab terjadinya asfiksia adalah karena faktor ibu, antara lain : pre eklamsia dan eklampsia, perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan). Faktor yang menyebabkan penurunan sirkulasi utero plasenter yang berakibat menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan asfiksia bayi baru lahir antara lain : lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
Faktor bayi Ada kacanya asfiksia terjadi tanpa didahului gejala dan tanda gawat janin, umumnya hal ini disebabkan oleh bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia batu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, kelainan bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif. Penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
- Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
- Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
- Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
- Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
- Bayi pucat dan kebiru-biruan
- Usaha bernafas minimal atau tidak ada
- Hipoksia
- Asidosis metabolik atau respirator
- Perubahan fungsi jantung
- Kegagalan sistem multiorgan
- Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
V. PENATALAKSANAAN MEDIS
A. Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) :
- Siapkan obat
- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
o Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
o Tabung O2 terisi
o Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.
- Pada waktu bayi lahir :Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.
Langkah awal dalam menajemen Asfiksia Neonatus ini adalah:
- Berikan kehangatan
o Letakkan bayi di bawah alat pemancar panas
o Bayi kurang bulan à harus
- Posisikan, bersihkan jalan napas (bila perlu)
Letakkan bayi dgn kepala sedikit tengadah
Terlentang atau miring
Leher sedikit tengadah/ekstensi
Gulungan kain di bawah bahu
Bila ada mekonium & bayi tidak aktif
Bila bayi :
• depresi pernapasan
• tonus otot kurang
• FJ < 100 kali/ menit
à hisap mekonium dari trakea
sebelum bernapas
Langkah - langkah
O2 aliran bebas
Pasang laringoskop, hisap dgn kateter penghisap no.12F/14F
Masukkan pipa ET
Sambung pipa ET ke alat penghisap
Lakukan penghisapan sambil menarik keluar pipa ET
Ulangi bila perlu atau bila resusitasi harus segera dilanjutkan
Bila tidak ada mekonium
Lendir dibersihkan
Mulut & hidung : usap; hisap
Lendir kental à kepala dimiringkan à lendir berkumpul di pipi à mudah dibersihkan
Alat penghisap mekanik
à tekanan negatif 100 mmHg
Mulut à hidung
Terlalu kuat / terlalu dalam
à refleks vagus à bradikardi/ apnu
Penghisapan singkat & lembut
à cukup u/ membersihkan lendir
- Keringkan, rangsang, perbaiki posisi
Setelah jalan napas bersih à keringkan, rangsang pernapasan, letakkan pada posisi yang benar
Posisi & menghisap lendir à cukup merangsang pernapasan
Mengeringkan tubuh & kepala bayi à memberi rangsangan dan mengurangi kehilangan panas
Sambil mengeringkan, pastikan posisi kepala agar jalan napas tetap terbuka
Rangsang taktil à membantu bayi bernapas
Cara yang aman :
1. Menepuk / menyentil telapak kaki
2. Menggosok punggung, perut,
dada atau ekstremitas
Tindakan berbahaya Kemungkinan akibat
Menepuk punggung Perlukaan
Menekan rongga dada Patah tulang pnemotoraks, distres pernapasan, kematian
Menekankan paha ke perut Pecahnya hati atau limpa
Mendilatasi sfingter ani Robeknya sfingter ani
Menggunakan kompres dingin Hipotermi, hipertermi, luka bakar
Menggoyang-goyang tubuh Kerusakan otak
Perlu diperhatikan!
Perangsangan yang terlalu bersemangat tidak menolong & dapat menimbulkan cedera yang berat. Bayi jangan digoyang-goyang
Meneruskan perangsangan taktil pada bayi yang tidak bernapas membuang waktu yang berharga. Untuk bayi yang tetap tidak bernapas, berikan VTP.
- Beri oksigen (bila perlu)
Bila bayi bernapas tetapi tetap sianosis à berikan oksigen aliran bebas
Pada langkah awal: setelah hisap lendir, pengeringan, rangsangan taktil à bayi bernapas tapi sianosis à beri oksigen aliran bebas
Cara:
1. Balon tidak mengembang sendiri
2. Pipa oksigen
3. Sungkup oksigen
Kadar oksigen : 100%
Aliran oksigen: minimal 5 L / menit
Bila bayi kemudian kemerahan
à hentikan secara bertahap
Bila sianosis menetap à VTP dan/ atau evaluasi PJB
Hangat, posisi benar, jalan napas bersih, kering, rangsangan taktil, oksigen kalau perlu à menilai bayi
Pernapasan à adekuat
FJ à > 100 kali/menit (menghitung dlm 6 detik, kalikan 10)
Warna kulit à kemerahan
Bila satu / lebih à tidak normal à VTP
Kesimpulan & tindakan selama resusitasi ditentukan oleh:
Usaha napas
FJ
Warna kulit
Usaha-usaha
Penghisapan lendir: mulut dahulu baru hidung
Rangsangan taktil:
Menepuk/menyentil telapak kaki
Menggosok punggung
Melanjutkan rangsangan taktil pada bayi apnu à tidak berguna
Bila apnu menetap à VTP
O2 aliran bebas tidak dapat diberikan dengan menggunakan balon mengembang sendiri
Balon mengembang sendiri
Keuntungan:
Selalu akan terisi setelah diremas, walau tanpa sumber gas.
Katup pelepas tekanan mengurangi pengembangan yang berlebihan
Kerugian :
Tetap mengembang walaupun tidak terdapat lekatan antara sungkup dan wajah pasien.
Memerlukan pemasangan reservoar O2 untuk dapat memberikan O2 mendekati kadar 100%.
Tidak dapat memberikan O2 aliran bebas 100%.
- Karakteristik balon resusitasi untuk ventilasi BBL
- Ukuran balon: £ 750 mL
Bayi perlu: 15-25 mL tiap ventilasi (5-8 mL/kg)
- Dapat memberikan O2 90%-100%
Sumber O2 100% disambungkan ke B.T.M.S atau B.M.S + reservoar
Catatan: udara kamar
- Dapat menghindari tekanan yang ber >>an
alat penyelamat
- Ukuran sungkup sesuai
menutupi dagu, mulut, hidung
tidak menutupi mata
- Reservoar Oksigen
Ujung tertutup
Ujung terbuka
Reservoar
… CARA KERJA Balon mengembang sendiri
Besarnya tekanan & volume yang diberikan pada setiap napas tergantung pada:
Kekuatan meremas balon
Adanya kebocoran antara sungkup & wajah bayi.
Batas tekanan yang dipasang pada katup pelepas tekanan
Sebelum ventilasi dgn balon & sungkup, perlu dipikirkan:
Pilih sungkup ukuran yang sesuai
Jalan napas terbuka
Posisi kepala bayi
Posisi penolong
Sebelum ventilasi dgn balon & sungkup, perlu dipikirkan:
Pilih sungkup ukuran yang sesuai
Jalan napas terbuka
Posisi kepala bayi
Posisi penolong
Tekanan pada ventilasi
Pernapasan awal segera setelah lahir : > 30 cmH2O
Paru normal: 15 - 20 cmH2O
Paru yang sakit atau imatur : 20 – 40 cmH2O
Kecepatan Melakukan Ventilasi
40-60 kali/menit
Ada 3 tanda perbaikan:
Peningkatan frekuensi jantung
Perbaikan warna kulit
Adanya napas spontan
Bila bayi tidak menunjukkan perbaikan
Dengan VTP, sebagian besar bayi membaik
Bila tidak membaik:
Apakah gerakan dada adekuat?
Apakah lekatan sungkup & wajah cukup erat?
Adakah sumbatan jalan napas karena posisi kepala tidak benar atau sekresi dalam hidung, mulut, atau farings?
Apakah balon berfungsi baik?
Apakah tekanan adekuat?
Apakah udara dalam lambung mengganggu pengembangan dada
Ingat! Melakukan ventilasi
yang efektif merupakan kunci keberhasilan hampir semua resusitasi neonatus
Bila kondisi tetap buruk atau gagal membaik & FJ < 60 kali/menit setelah 30 detik VTP yang adekuat
à langkah selanjutnya Kompresi Dada
KOMPRESI DADA
Indikasi Kompresi Dada
Bila setelah 30 detik dilakukan VTP dengan 100% O2, FJ tetap < 60 kali/menit
Apa itu kompresi dada?
Disebut sebagai: External Cardiac Massage
Kompresi yang teratur pd tulang dada, termasuk:
Kompresi jantung ke arah tulang belakang
Meningkatkan tekanan intratorak
Memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital
Dilakukan bersama VTP
Diperlukan 2 orang:
1 orang à kompresi dada, 1 orang lagi à melanjutkan ventilasi
Pelaksana kompresi à menilai dada & menempatkan posisi tangan dgn benar
Pelaksana ventilasi à mengambil posisi di kepala bayi agar dapat menempatkan sungkup wajah secara efektif & memantau gerakan dada
Ada 2 teknik:
Teknik ibu jari à kedua ibu jari u/ menekan tulang dada, sementara kedua tangan melingkari dada & jari-jari tangan menopang bagian belakang bayi.
Teknik dua jari à ujung jari tengah & jari telunjuk atau jari tengah & jari manis dari satu tangan u/ menekan tulang dada. Tangan yang lain untuk menopang bagian belakang bayi.
Utk ke2 teknik kompresi dada:
Posisi bayi:
Topangan yang keras pada bagian belakang bayi
Leher sedikit tengadah
Kompresi:
Lokasi, kedalaman penekanan & frekuensi sama
Lokasi u/ kompresi dada
Kedalaman + 1/3 diameter antero-posterior dada
Lama penekanan << lama pelepasan à curah jantung maksimal
Frekuensi
90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit [ Rasio 3 : 1
11/2 detik 3 kompresi dada, 1/2 detik 1 ventilasi [ 2 detik (1 siklus
)
Jika FJ > 60 kali/menit
Setelah 30 detik kompresi dada dan ventilasi, periksa FJ. Jika FJ:
Lebih dari 60 x/menit, hentikan kompresi dada dan lanjutkan ventilasi pada 40-60 kali/menit.
Lebih dari 100 x/menit, hentikan kompresi dada dan hentikan ventilasi secara bertahap jika bayi bernapas spontan.
Kurang dari 60 x/menit, lakukan intubasi, jika belum dilakukan à cara yang lebih terpercaya u/ melanjutkan ventilasi dan memberikan epinefrin.
B. Penatalaksanaan untuk Asfiksia :
Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.
a. Apgar Score 7 – 10 :
- Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.
- Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.
- Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
b. Apgar Score 4 – 6 :
- Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
- Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik.
- Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong ( lebih baik yang dihangatkan )
c. Apgar Score 4 – 6 dengan detik jantung > 100
- Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
d. Apgar Score 0 – 3 :
- Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermia dengan segala akibatnya.
- Jangan diberi rangsangan taktil.
- Jangan diberi obat perangsang napas.
- Segera lakukan resusitasi.
C. RESUSITASI
Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi
- Bersih dari mekonium
o Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion à perlu intubasi dan penghisapan trakea sebelum melakukan langkah resusitasi lain.
o Keputusan : dalam beberapa detik
- Bernapas/menangis
o Perhatikan dada bayi
o Tidak ada usaha napas à perlu intervensi
o Megap-megap à perlu intervensi
- Tonus otot
o Tonus otot baik : fleksi & bergerak aktif
- Kemerahan
o Kemerahan
o Sianosis sentral vs sianosis perifer
o Hanya sianosis sentral à perlu intervensi
- Apgar Score 0 – 3 :
o Jangan diberi rangsangan taktil
o Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
o Mouth to tube atau pulmonator to tube
o Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouthrespiration atau mask and pulmonator respiration
o kemudian bawa ke ICU.
D. Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 – 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
- Ventilasi tetap dilakukan. pada detak jantung
VI. KOMPLIKASI
A. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
B. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
C. .Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
D. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
WOC
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama, umur, tempat/tgl lahir, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan ayah/ibu, agama, alamat.
2. RIWAYAT KESEHATAN
a) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan klien Dirawat di Rumah sakit. Seperti tidak bisa bernafas dengan baik, sianosis.
b) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pada riwayat perjalanan ini, diuraikan secara kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan penderita sebelum ada keluhan sampai bayi dibawa ke rumah sakit (bagaimana keadaan bayi dari lahir dan obat-obatan apa yang telah diberikan).
c) Riwayat antenatal,
Yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal yaitu:
Keadaan ibu selama hamil dengan penyakit anemia, hipertensi, gizi buruk, penyakit kolagen : infeksi maternal seperti rubella, tumor uterus, kebiasaan merokok, ketergantungan obat-obatan dengan efek samping teratogenik (anti metabolik, anti konvulsan, trimetadon) atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
d) Riwayat kesehatan keluarga
Gangguan kardiopulmonal, penyakit infeksi, gangguan genetik, diabetes mellitus.
3. PEMERIKSAAN FISIK
. Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pilihan tes dan hasil yang diperkirakan tergantung pada adanya masalah dan komplikasi sekunder.
- PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
- Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
- Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
- Analisa Gas darah
5. POLA FUNGSIONAL
Pola Eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekuensi, jumlah, konsistensi, perhatikan adanya darah dalam feses.
BAK : frekuensi, jumlah.
II. RUMUSAN DIAGNOSA
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
B. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
C. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
D. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
E. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
F. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
III. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
.
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html
http://alkavoltage.wordpress.com/2009/10/24/asuhan-kebidanan-asfiksia/
http://tuv1234.wordpress.com/2009/12/07/tools-%E2%80%B9-blog-saya-%E2%80%94-wordpress/
http://74.125.153.132/search?q=cache:nge_UljyUqYJ:qwerty.ohlog.com/hubungan-persalinan-preterm-dengan-kejadian-asfiksia.oh75121.html+Asfiksia+livida+adalah&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id