ANEMIA
I.
Pengertian
Anemia adalah kekurangan sel darah merah, yang disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu parah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambat produksi sel darah merah (Guyton, 1997)
Anemia adalah rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal (Smeltzer, 2001)
Anemia adalah keadaan berkurangnya
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hemotokrit) pre 100 ml darah. (price, 1994)
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packedred cells volume) dalam 100 ml darah (Ngastiyah, 1997)
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasar, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah yang mnegakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Donges, 1999)
II.
Etiologi
Anemia dapat diklasifikasikan menurut :
A. Morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya
B. Etiologinya
Ad. A. Klasifikasi anemia menurut morfologi ; mikro dan makro menunjukan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menunjukan warnanya
1) Anemia normositik normokrom
è Anemia ini ditandai dengan ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal(MCV dan MCHC normal atau normal rendah), tetapi individu menderita anemia penyebab anemia ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik ; seperti infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit – penyakit infilratif metastatik pada sumsum tulang.
2) Anemia mokrositik normokrom
è Anemia ini ditandai dengan ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal, tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat,MCHC normal)
penyebab anemia ini adalah gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA, seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan /atau asam folat.
Ini juga dapat terjadi pada kemoterapi kanker, karena agen-agen yang digunakan menganggu metabolisme sel
3) Anemia Mikrositik hipokrom
è Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV kurang ; MCHC kurang)
penyebab anemia jenis ini adalah insufisiensi sintesis hem (besi) ; seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik atau gangguan sintesis globin ; seperti pada talosemia (penyakit hemoglobin abnormal kongential)
Ad. B. Klasifikasi anemia menurut etiologinya
Penyebab utama yang telah berhasil diteliti adalah :
1. Kehilangan sel darah merah
è Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel.
- Perdarahan dapat disbebkan oleh trauma atau tukak, perdarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemorroid atau menstruasi
- Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi (hemolisis) terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah
Penghancuran sel darah merah
Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu secara herediter adalah :
a. Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misalnya anemia sel sabit
b. Gangguan sintesis globin, misalnya talasemia
c. Gangguan membran sel darah merah, misalnya sferositosis herediter
d. Defisiensi enzim, misalnya defisiensi GgPD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase)
Namun, hemolisis juga dapat disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang sering kali memerlukan respon imun, seperti :
· Respon isoimun ; mengenai berbagai individu individu dalam spesies yang sama diakibatkan oleh transfusi darah yang tidak cocok
· Respon otonium ; terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri keadaan yang dinamakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu
Seperti alfa-metil dopa, kinin, sulfonomida, atau 1-dopa atau pada penyakit – penyakit seperti limfoma, leukemia limfostik kronik, lupus eritematosus, artritisr rheumatoid dan infeksi virus
Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal)
Juga dapat menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darh merah.
Luka bakar yang berat, khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis
2. Pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseri tropoiesis)
è setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
- Keganasan yang terbesar seperti kanker payudara, leukuemia dan multipel mieloma ; obat dan zat kimia toksik dan penyinaran dengan radiasi
- Penyakit – penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defisiensi endokrin
- Kekurangnya vitamin penting, seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi, sehingga pembentukkan sel darah merah tidak efektif
3. Anemia aplastik
è gangguan /kerusakan pada sel-sel induk di sumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah merah yang dihasilkan tidak memadai
III. Patofisiologi
Timbulnya Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, infasi tumor atau idiopotik. SDM dapat hilang melalui perdarahan/hemolisis, dapat akibat efek SDM yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal. Disolusi terutama dalam sistem fagositik terutama dalam hati dan limfa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akanamsuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi SDM segera direfleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan rendahnya kadar Hb dan SDM. Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksgen keseluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang maka asupan oksigen pun kuran. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting. (Sjaifullah, 1998).
IV. WOC
V.
Manifestasi Klinis
Kehilangan darah mendadak; seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan hebat. Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi refleks kardiovaskular yang fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung).
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardia, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan darah sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan yang masih reversibel. Kehilangan lebih dari 20 % akan menimbulkan renjatan yang ireversibel dengan angka kematian tinggi.
VI. Penatalaksanaan Klinis
Medik
Dengan memberikan transfusi darah. Pilihan kedua plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah perdarahan terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular, agar intravaskular dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi (darah menjadi encer).
Gejala : Leokositosis (15.000-20.000/mm3) ; nilai hemoglobin, eritrosit dan hemoglobin eritrosit dan hematokrit rendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan metabolisme sebagai kompensasi eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejala gagal jantung. Pada orang dewasa keadaan hemodilusi dapat menimbulkan kelainan serebral dan infark miokard karena hipoksemia.
Sebelum fungsi ginjal normal kembali akan ditemukan oliguria atau anuria sebagai akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini akan menimbulkan peningkatan kadar nitrogen non-protein, pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan transfusi packed red cells karena isi darah sudah dapat dipertahankan. Tanpa transfusi komponen darah tersebut, penyembuhan akan terlihat dalam beberapa minggu atau setelah 3-4 bulan.
Anemia
Defisiensi Besi
Anak-anak dan wanita hamil memerlukan besi lebih banyak dari pada orang dewasa normal. Kebutuhan besi untuk anak-anak rata-rata 5 mg/hari. Akan bertambah jika anak mendapat infkesi sampai 10 mg/hari. Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada anak dengan malnutrisi energi protein (MEP). Juga pada anak dengan sindrom malabsorpsi lainnya.
Sebagai sumber besi ialah ginjal, hati, daging, telur, buah dan sayuran yang mengandung klorofil (sayuran hijau). Untuk menghindari anemia defisiensi besi ke dalam susu buatan, tepung makanan bayi dan beberapa jenis makanan lainnya ditambahkan besi.
Gambaran
Klinik
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel dan sebagainya. Anak tak tampak sakit karena perjalanan penyakit menahun, tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku; konjungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofit. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional. Pada anak MEP dengan cacingan (ankilostomiasis) akan terlihat perutnya buncit yang disebut pot belly dan dapat edema. Tidak terdapat pembesaran limpa dan hati serta diatesis perdarahan kecuali pada MEP yang berat.
Pemeriksaan
Diagnostik
Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah : kadar Hb kurang dari 10 g/dl; VER (volume eritrosit rata-rata) kurang dari 79 cu (normal MCV 76-96 cu); KHER (konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata) kurang dari 32 % (normal KHER 32-37%), mikrositik, hipokromik, poilositosis, sel target. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan sistem eritropoetik hiperaktif dengan sel normoblas polikromatofil yang predominan. Serum iron (SI) merendah Iron Binding Capacity (IBC) meningkat. Kecuali pada MEP, SI dan IBC rendah.
Anemia
Defisiensi Asam Folat
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA (Desoxyribonucleic acid) dan RNA (Ribonucleid acid), yang penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel. Bila terjadi defisiensi asam folat, pematangan sel terganggu. Pada pemeriksaan terdapat peningkatan eritropoesis 3 kali normal. Untuk mencegah defisiensi asam folat makanan harus mengandung asam folat. Bahan makanan tersebut ialah, hati, ginjal, sayur mayur yang hijau dan ragi.
Gejala anak yang menderita defisiensi asam folat: pucat, lekas letih, berdebar-debar, lemah, pusing, sukar tidur. Hepar dan limpa tidak membesar; pada jantung dapat ditemukan bising sistolik. Klinik anak dengan defisiensi asam folat hampir tak berbeda dengan defisiensi besi.
Penatalaksanaan
Medik
Pemberian makanan yang adekuat. Pada anak dengan defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3 x 10 mg/kgBB/hari (waspada terhadap terjadinya enteritis). Dapat diberikan preparat besi parental secara intramuskular atau intravena bila pemberian peroral tidak dapat.
Transfusi darah diberikan hanya bila kadar Hb kurang dari 5 g/dl disertai keadaan umum buruk, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya.
- Obat cacaing diberikan jika ternyata anak menderita cacingan.
- Antibiotika bila perlu (terdapat infeksi)
Pengobatan pasien dengan defisiensi asam folat dengan memberikan asam folat 3 x 5 mg/hari, dan pada bayi 3 x 2,5 mg/hari.
Anemia
Hemolitik
Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek. Umur eritrosit ialah 100-120 hari.
Penyebab hemolise dapat karena :
- Kongenital
· Faktor eritrosit sendiri
· Gangguan enzim
· hemoglobinopatia
Faktor Eritrosit
- Kelainan pada eritrosit, bentuknya kecil, bundar dan resistensinya terhadap NaCl hipotonis menjadi rendah. Penyebab hemolisis karena kelainan membran eritrosit.
- Bentuk eritrosit lonjong (oval). Dalam keadaan normal bentuk ini hanya ditemukan kira-kira 15-20% saja. Tetapi pada penyakit ovalositosis kelainan mencapai 50-90%.
- Kelainan bentuk eritrosit yang disebabkan “kalinan” komposisi lemak pada dinding sel. Penyakit yang disebabkan kelainan ini ialah A-beta lipoproteinemia.
- Penyebab kelainan dapat karena terdapat gangguan pembentukan nukleotida sehingga eritrosit mudah pecah. Penyakit yang didapatkan pada kelainan ini ialah panmielopatia tipe Fanconi.
Anemia
Hemolitik karena Gangguan Enzim
Kelainan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ikterus ialah defisiensi G-6-PD (Glucose-6-Phospate-Dehydrogenase). Akibat kekurangan enzim ini eritrosit mudah pecah.
Defisiensi G-6-PD diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada anak laki-laki. Enzim-enzim lain yang tidak terbentuk sehingga menyebabkan eritrosit hemolisis ialah glutation reduktase, piruvatkinase, triophosphate isomerase (TPI), difosfogliserat mutase, heksokinase dan gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase.
Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh hemoglobin. HbA 2 tidak lebih dari 2% dan HbF tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin, yaitu 95%; kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan normal.
Pada kelainan hemoglobin ini terdapat 2 jenis ialah :
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin yang abnormal) seperti pada HbS, HbF dan lainnya.
2. Gangguan jumlah rantai hemoglobin. Seperti pada talasemia. (mengenai talassemia dibicarakan pada bagian lain).
Anemia
Aplastik
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik); yang mengenai sistem granulopoetik disebut agranulosistosis (penyakit Schultz), dan yang mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga-tiga sistem disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.
Anemia aplastik selain jenis kongenital, dapat ditemukan pada anak yang lebih besar misalnya umur lebih 6 tahun, dimana terjadi depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun dengan dosis rendah tetapi berlangsung lama sejak usia muda secara terus menerus. Pengaruhnya baru akan terlihat setelah beberapa tahun kemudian. Sebagai contoh, pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada masa bayi (umur 2-3 bulan), gejala anemia aplastik baru terlihat setelah anak berumur lebih 6 tahun. Tetapi ada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan “agen” penyebabnya.
Anemia aplastik disebabkan oleh :
- Faktor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
- Faktor didapat
· Bahan kimia, benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
· Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya)
· Radiasi : sinar Rontgen, radioaktif.
· Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan sebagainya
· Infeksi, keganasan, gangguan endokrin dan sebagainya Idiopatik, sering ditemukan.
Prognosis
- Sesuai dengan gambaran sumsum tulang
- Jika kadar HbF lebih dari 200 mg/dl, dan jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik.
- Pencegahan infeksi sekunder. Di Indonesia kejadian infeksi masih tinggi.
Gambaran
Klinik
Atas dasar gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia sistem eritropoetik, trombopoetik dan RES. Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar Hb, hematokrit dan hitung eritrosit. Anak terlihat pucat, disertai berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak napas karena gagal jantung dan sebagainya.
Pada pasien tidak ditemukan adanya ikterus, pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah bening karena sifatnya aplasia sistem hemopoetik. Sesuai dengan gambaran sumsum tulang dibedakan dalam 2 jenis anemia aplastik ialah jenis hiposelular dan selular. Jenis hiposelular masih memperlihatkan gambaran sumsum tulang dengan sel yang tidak terlampau aplastik. Jumlah eritropoetik 5-10%.
Dugaan bahwa pasien menderita anemia aplastik dapat dengan melihat gejala klinik yang biasanya dijumpai, yaitu panas, pucat, perdarahan tanpa organomegali (hepato-splenomegali). Pada pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relatif. Pada aspirasi sumsum tulang terdapat gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; Aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik. Di antara sel sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel RES (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel). Perlu dibedakan sediaan sumsum tulang yang aplastik dan yang tercampur darah.
Penatalaksanaan
Medik
Pengobatan :
1. Prednison dan testoteron
Prednison, dosis 2-5 mg/kgBB/hari per oral; testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari secara parental. Akhir-akhir ini testosteron diganti dengan oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan merangsang sistem hemopoetik lebih kuat; dosis diberikan 1-2 mg/kgBB/hari per oral. Hendaknya memperhatikan fungsi hati. Pengobatan dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Jika terdapat remisi dosis dikurangi separuhnya dan jumlah sel darah diawasi setiap minggu. Bila kemudian terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh lagi.
2. Transfusi darah diberikan jika diperlukan saja, karena pemberian transfusi darah terlampau sering akan menimbulkan depresi sumsum tulang atau akan menimbulkan reaksi hemolitik sebagai akibat dibentuknya antibodi terhadap sel-sel darah tersebut.
3. Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk mencegah infeksi; sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan yang suci hama. Pemberian obat antibiotika dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
4. Makanan
Makanan umumnya diberikan dalam bentuk lunak. Bila terpaksa diberikan melalui pipa lambung harus hati-hati karena dapat menimbulkan luka/perdarahan pada waktu memasukkan pipanya.
5. Istirahat
Untuk mencegah perdarahan terutama pada otak.
Anemia Hipoplastik (Eritroblastoma)
Anemia hipoplastik adalah anemia yang terutama disebabkan oleh aplasia sistem eritropoetik, sedangkan sistem granulopoetik dan trombopoetik tidak, atau hanya sedikit terganggu.
Klasifikasi
- Idiopatik, biasanya kongenital (congenital pure red cell anemia, congenital chronic aregenerative anemia).
- Didapat, yang terbagi atas jenis akut (krisis aplastik), sub akut dan menahun.
Anemia
Hipoplastik Kongenital
Penyebab tidak diketahui, diduga gangguan metabolisme triptofan. Mungkin terdapat secara familial.
Gambaran
Klinik
Anemia biasanya timbul pada masa bayi, umur 1 bulan sampai 1 tahun. Dapat disertai kelainan kongenital seperti ginjal polikistik, pada pemeriksaan darah tepi hanya terdapat anemia dan retikulositopenia, lainnya normal. Pada sumsum tulang terdapat aplasia sistem eritropoetik dan hanya ditemukan beberapa proeritroblas. Beberapa kasus menunjukkan kelainan kromosom.
Penatalaksanaan
Medik
Hanya dengan transfusi darah (packed cells) dan kortikosteroid. Prognosis akan lebih baik bila diberikan kortikosteroid secara rumat.
Eritroblastopenia (Anemia hipoplastik didapat)
Biasanya karena infeksi berat (meningitis, ensefalitis, bronkopbeumonia, tuberkulosis berat, tifus abdominalis). Penyakit autoimun (anemia hemolitik autoimun), alergi, MEP, sindrom hemolitik (anemia sel sabit, sferositosis kongenital), penyakit ginjal, timoma.
Diduga eritroblastopenia disebabkan kekurangan eritropoetin, suatu bahan untuk pematangan eritrosit yang dibentuk di juksta glomerulus ginjal. Akibat defisiensi eritropoetin sel proeritroblas dan sel stem tidak menjadi matang dan tidak mengadakan mitosis. Sel ini hanya bertambah besar dan di dalam sumsum tulang dapat dilihat sebagai proeritroblas raksasa atau sel retikulum raksasa.
Prognosis
Umumnya baik pada eritroblastopenia akut dan sub akut. Eritroblastopenia biasanya akan memperburuk penyakit utamanya. Pada yang menahun kurang baik.
Gambaran
Klinik
Biasanya pasien terlihat pucat mendadak, terutama pada eritroblastopenia akut (krisis aplastik). Pada pasien yang menderita infeksi berat atau MEP jika terjadi pucat mendadak harus dipikirkan kemungkinan menderita eritroblastopenia akut. Hepar, limpa serta kelenjar getah bening biasanya tidak membesar kecuali bila penyakit dasarnya menyebabkan pembesaran organ tersebut. Pada darah tepi didapatkan retikulositopenia. Pada krisis aplastik tidak didapatkan retikulosit sama sekali. Gambaran sumsum tulang selain menunjukkan aplasia sistem eritropoetik pada jenis akut terlihat adanya sel proeritroblas raksasa dan sel retikulum raksasa. Umumnya gejala klinik dan hematologis ketiga jenis eritroblastopenia hampir sama hanya terdapat sedikit perbedaan.
Penatalaksanaan
Medik
Pengobatan ditujukan pada penyakit primernya. Bila perlu transfusi darah. Kortikosteroid diberikan pada eritroblastopenia sub akut dan menahun.
Keperawatan
Walaupun terdapat beberapa jenis anemia (sesuai dengan penyebabnya) tetapi pada umumnya perawatan pasien tersebut tidak berbeda.
Yang perlu diperhatikan pada sistem anemia ialah kebutuhan nutrisi, risiko terjadi gangguan pada jantung, mudah mendapat infeksi (akibat rendahnya daya tahan tubuh), gangguan psikososial/rasa aman dan nyaman, hal yang perlu diperhatikan pada setiap transfusi darah, kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit.
VI.
Pemeriksaan Diagnostik
Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemoglobin dan hematokrit menurun.
Jumlah eritrosit : Menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik)
Jumlah retikulosit : Bervariasi, mis. menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, mis. peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignasi.
Masa hidup SDM : Berguna dalam membedakan diagnosa anemia, mis. pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek.
Tes kerapuhan eritrosit : Menurun (DB).
SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : Menurun (aplastik); meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik).
Hemoglobin elektroforesis : Mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin
Bilirubin serum (tak terkonjugasi) : Meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 : Membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukkan/absorpsi
Besi serum : Tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
TIBC serum : Meningkat (DB)
Feritin serum : Menurun (DB)
Masa perdarahan : Memanjang (aplastik)
LDH serum : Mungkin meningkat (AP)
Tes Schilling : Penurunan ekskresi vitamin B12 urine (AP)
Guaiak : Mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut/kronis (DB).
Analisa gaster : Penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).
Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan biopsi : Sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk membedakan tipe anemia, mis. peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : Memeriksa sisi perdarahan; perdarahan GI.
Pengkajian
1. Identitas Klien dan Keluarga
Nama. Umur, TTL, Nama Ayah / lbu. Pekerjaan Ayah/Ibu. Agama, Pendidikan, Alamat.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan, kelemahan, pusing.
3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Prenatal : lbu selama hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat‑obatan dalam jangka waktu lama.
Intranasil : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan berat badan waktu lahir.
Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorum, ada trauma post parturn akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Adanya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
• Adanya riwayat trauma, perdarahan
• Adanya riwayat demam tinggi
• Adanya riwayat penyakit ISPA
5. Keadaan Kesehatan Saat Ini
Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah, diaforesis tachikandia, dan penurunan kesadaran.
6. Riwayat Keluarga.
Ø Riwayat anenlia dalam keluarga
Ø Riwayat penyakit-penyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit-penyakit infeksi saluran pernafasan.
7. Pemeriksann Fisik
a. Keadaan umum: keadaan tampak lemah sampai sakit berat.
b. Kesadaran :
Compos mentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran apatis, samnolen‑sopor‑coma.
c. Tanda-tanda vital
TD : Tekanan darah menurun (N = 90‑110/60‑70 mmHg)
Nadi : Frekwensi nadi meningkat, kuat sampai lemah (N = 60‑100 kali/i)
Suhu : Bisa meningkat atau menurun (N = 36,5‑37,2 0C)
Pernapasan : meningkat (anak N = 20‑30 kali/i)
d. TB dan BB : Menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak adalah sebagai berikut :
1) Lahir ‑ 3,25 kg
2) 3‑12 bulan = .
3) 1‑6 tahun = Umur (tahun) x 2 – 8
4) 6‑12 tahun =
Tinggi badan rata‑rata waktu lahir adalah 50 cm. Secara garis besar, tinggi badan anak dapat diperkirakan, sebagai berikut :
1 tahun = 1,5 x TB lahir
4 tahun = 2 x TB lahir
6 tahun = 1,5 x TB setahun
13 tahun = 3 x TB lahir
Dewasa = 3.5 x TB lahir (2 x TB 2 tabun)
e. Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan dibawah kulit.
f. Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal.
g. Mata
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, terdapat perdarahan sub conjungtiva, keadaan pupil, palpebra, refleks cahaya biasanya tidak ada kelainan.
h. Hidung
Keadaan/bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung, fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.
i. Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
j. Mulut
Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibir pecah‑pecah atau perdarahan.
k. Leher
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening, thyroid lidah membesar, tidak ada distensi vena yugularis.
l. Thoraks
Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur. Fremitus yang meninggi, percusi sonor, suara nafas bisa vesikuler atau ronchi, wheezing. Frekwensi nafas neonatus 40‑60 kali/i, anak 20‑30 kali/i Irama jantung tidak teratur, frekwensi pada anak: 60‑100 kali/i
m. Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bising usus
n. Genitalia
Laki‑laki : testis sudah turun ke dalam skroturn
Perempuan : labia minora tertutup labia mayora.
o. Ekstremitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral dingin
p. Anus
Keadaan anus, posisinya. anus (+)
q. Neurologis
Refleksi fasiologis (+) seperti Reflek patella, refleks patologi (‑) seperti Babinski, tanda kerniq (‑) dan Bruzinski I-II = (-).
8. Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb ¯, pemeriksaan darah : eritrosit dan berdasarkan penyebab.
9. Riwayat Sosial
Siapa yang mengasuh klien di rumah. Kebersihan di daerah tempat tinggal, orang yang terdekat dengan klien. Keadaan lingkungan, pekarangan, pembuangan sampah.
10. Kebutuhan Dasar
Meliputi kebutuhan nutrisi klien sehubungan dengan anoreksia, diet yang harus dijalani, pasang NGT, cairan IVFD yang digunakan jika ada. Pola tidur bisa terganggu. Mandi dan aktifitas : dapat terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik. Eliminasi : biasanya tedadi perubahan frekwensi, konsistensi bisa, diare atau konstipasi.
11. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Tergantung pada usia. Terdiri dari motorik kasar, halus, kognitif, dan bahasa
12. Data Psikologis
Akibat dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis dan terlihat cemas atau takut. Orangtua: reaksi orangtua terhadap penyakit anaknya sangat bervariasi. Psikologis orangtua yang harus diperhatikan. :
- Keseriusan ancaman penyakit terhadap anaknya
- Pengalaman sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi
- Prosedur medik yang akan dilakukan
- Adanya support sistem
- Kemampuan koping orangtua
- Agama, kepercayaan, adat
- Pola komunikasi dalam keluarga
Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler O2 ke sel (Doenges, Marilynn, E. 2000).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan tubuh (Doenges, Marilynn, F‑ 2000).
3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang (‑) (Doenges, Marilynn, E. 2000)
4. Kerusakan intcgritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, gangguan mobilitas, defisit nutrisi (Carpenito, Lynda Juall, 1998)
5. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, (Carpenito, Lynda Juall,1998)
6. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan sekunder, (Doenges, Marilynn, E. 2000)
7. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan, (Doenges, Marilynn, E. 2000)
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri disekitar perut, nyeri hilang, lutut (Carpenito, Lynda Juall, 1998)
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang penyakit (Doenges, Marilynn, E. 2000)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. DX |
Diagnosa Keperawatan |
Tujuan & Kriteria hasil |
Intervensi |
Rasional
|
1 |
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler
O2 ke sel |
Tujuan : perfusi jaringan
tidak terganggu (adekuat) Kriteria Hasil : -
TTV stabil TD : 100 ‑ 110 / 60 ‑ 70 mmHg, Nd : 60 ‑
90 x/i Nf : umur ‑ 12 bulan : 50 x/i, 1 ‑ 4 tahun : 40 x/i > 5 tahun : 30
x li Suhu : 36,5 ‑ 37,20C -
Membran mukosa kemerahan -
Output seimbang dengan intake Kesadaran normal /
baik |
1. Monitor TTV (TD, nd, nF. Suhu) 2. Observasi keadaan kulit, membran mukosa 3. Atur posisi K semi fowler 4. Auskultasi bunyi nafas 5. Awasi ke1uhan nyeri K. palpitasi |
-
Diharapkan dapat mengidentifikasi secara dini tanda‑tanda komplikasi dan keadaan berat/ parah untuk
menentukan intervensi selanjutnya -
Dapat mengidentifikasi tentang keadekuatan perfusi
jaringan sebagai info dan membantu
menentukan intervensi berikut -
Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebut seluler. -
Dispnea, menunjukkan GJK karena
regangan jantung lama atau peningkatan
kompensasi curah jantung. -
Iskemik seluler mempengaruhi jaringan miokard
potensial infeksi |
|
|
|
6. Tingkatkan kenyamanan K |
-
Vasokonshiksi ke organ vital menurunkan sirkulasi
perifer. Panas yang berlebihan
pencetus vasodilatasi penurunan perfusi organ. |
|
|
|
7. Hindari penggunaan bantahan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan termorneter |
-
Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena
gangguan O2 |
No. DX |
Diagnosa Keperawatan |
Tujuan & Kriteria hasil |
Intervensi |
Rasional
|
|
|
|
8. Berikan transfusi darah sesuai program therapi |
-
meningkatkan jumlah sel pembawa O2,
memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko pendarahan. |
|
|
|
9. Berikan O2 sesuai program therapi |
- memaksimalkan transport O2 kejaringan |
|
|
|
|
|
2. |
Intoleransi Aktifitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan tubuh. |
Tujuan : K dapat beraktifitas
sehari‑hari (aktif tidak terganggu) Kriteria hasil Kriteria Hasil : ‑ Kelelahan berkurang ‑ TTV db(N) TD (100‑110/60‑70 mmg, Nd = 60‑90 x/i Nf
= < 1 th 50 x/i, 1‑4 th = 40 x/i >5 th 30 x/i, suhu = 36,50
C ‑ 37,20 C ‑ Hari meningkat Aktivitas sehari |
1. Kaji kemampuan K dalam beraktifitas 2. Kaji
gangguan K dalam beraktifitas, kelemahan otot
3. Awasi
TTV dan respon K setelah beraktifitas 4. Istirahatkan
K di T.T 5. Ubah
posisi K secara perlahan‑lahan |
-
Diharapkan melalui info untuk menentukan intervensi
selanjutnya -
Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi
vit B 12 mempengaruhi keamanan K /
resiko cedera -
manifestasi kardiopulmunal dari upaya jantung dan
paru untuk membawa jumlah O2
adekuat kejaringan -
istirahat untuk menurunkan kebut O2 tubuh
dan ¯ regangan
jantung dan paru -
Hipotensi postural atau hipoksia. serebral dapat
menyebabkan pusing, berdenyut, dan P resiko cedera |
No. DX |
Diagnosa Keperawatan |
Tujuan & Kriteria hasil |
Intervensi |
Rasional
|
|
|
|
6. Prioritaskan jadwal askep untuk istirahat 7. Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulansi |
-
mempertahankan tingkat energi dari regangan
pada 55. jantung dan pemafasan. -
dapat membantu K dalam memenuhi kebut sehari‑hari
bila perlu |
|
|
|
8. Anjurkan K beraktifitas bertahap |
-
meningkatkan secara bertahap aktivis memperbaiki
tonus otot atau stamina tanpa kelemahan |
|
|
|
9. Anjurkan K untuk menghemat energi |
-
memotivasi K melakukan banyak dengan membatasi
penyimpangan energi dan mencegah kelemahan |
|
|
|
10. Anjurkan K untuk menghentikan aktivis bila pusing, sesak nafas |
-
regangan atau stress dapat menimbulkan dekompensasi/
kegagalan |
No. DX |
Diagnosa Keperawatan |
Tujuan & Kriteria hasil |
Intervensi |
Rasional
|
3. |
Resiko tinggi terjadi infeksi
berhubungan dengan in adekuat pertahanan
sekender |
Tujuan : Infeksi tidak
terjadi Kriteria hasil : -
Tidak terdapat tanda‑tanda infeksi (kemerahan, color,
rugor, tumor, fungsiotesa) -
K tenang, tidak gelisah -
Integritas kulit baik -
Leukosit (N) (5000‑10.000/mm3) |
1. Anjurkan penerapan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan 2. Pertahankan teknik septik dan aseptik 3. Lakukan pruto oral, pruto kulit, perianal 4. Motivasi K untuk mobilisasi, perubahan posisi, teknik nF dalam dan batuk efektif |
-
mencegah kontaminasi silang, mencegah berkembang
biak kuman penyakit -
menurunkan resiko kolonisasi atau infeksi
bakteri Lakukan perawatan oral.
perawatan kulit, perianal -
menurunkan resiko kerusakan kulit dan jaringan,
infeksi -
meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan
membantu mobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia. |
|
|
|
5. Tingkatkan pemasukan cairan |
-
membantu dalam pengenceran sekret pernafasan
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh. |
|
|
|
6. Batasi pengunjung, pisahkan K |
-
Membatasi pemajanan pad abakteri/Inf. Isolasi bila
respon imun sangat terganggu dan mudah terinfeksi |
|
|
|
7. Observasi suhu, menggigil, tachi carda |
-
Memonitor tanda infeksi untuk intervensi berikut |
|
|
|
8. Berikan AB sesuai program therapi |
-
Untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi lokal. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar