ASUHAN KEPERAWATAN ANASTESI PADA
AN.A DENGAN RENCANA LABIOPLASTY
Oleh
Septia Rahmad M,Ns, S.kep
PELATIHAN PENATA ANASTESI
RUMAH SAKIT AWAL BROS
BATAM
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat
Allah Swt atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan akhir dengan
judul “Asuhan Keperawatan Anastesi Pada
An. A Dengan Kasus Labioplasty
Dalam laporan akhir ini penulis banyak
mengalami kesulitan, namun berkat dorongan semua pihak, laporan akhir ini dapat
peneliti selesaikan, Maka pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan
ucapan sebagai rasa terima kasih yang dalam kepada :
1. Ucapan terima kasih kepada Dr.Sanggam Sp.An,
dr. Beny Sp.An, dr.Erik Efendi Sp.An, dan dr. Farah Soraya Sp.An yang telah memberikan kesempatan untuk
memberikan pelayanan anastesi .
2. Bapak
Muslimin, Amk An dan Buk Endang Purnama
Sari sebagai pembimbing klinik yang telah membimbing penulis selam pemberian
asuhan penata anastesi kepada pasien dengan kasus labioplasty.
3. Kakak
senior penata : Santoso, Sst An, Mukhsin Amk An, dan Sari Amk, Rusmin Amk, Andi
herwansyah, S.Kep yang telah membantu dalam pelayanan anastesi
4. Bapak
/ Ibuk panitia pelatihan penata anastesi Rs. Awal Bros yang telah mengadakan
pelatihan ini
5. Tidak
lupa Rekan – rekan peserta pelatihan anastesi Rs. Awal Bros Batam Th 2018 yang
senasib dan seperjuangan, semoga dengan pelatihan ini membuat kita semakin
sukses.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan
akhir ini banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan akhi
ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Tjg.
pinang, Agustus 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar............................................................................................................... 1
Daftar Isi......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 3
A.
Latar Belakang.................................................................................................... 4
B.
Rumusan Masalah............................................................................................... 4
C.
Ruang Lingkup................................................................................................... 4
D.
Tujuan Penulisan................................................................................................. 4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS.................................................................................. 6
A.
Teori Labioplatoskiziz......................................................................................... 6
1. Defenisi......................................................................................................... 6
2. Etiologi......................................................................................................... 6
3. Patofisiologi.................................................................................................. 8
4. Tanda
dan Gejala.......................................................................................... 10
B.
Peran dan Tugas Perawat Anastesi..................................................................... 12
1. Pre
Anastesi.................................................................................................. 12
2. Intra
Anastesi................................................................................................ 13
3. Post
Anastesi................................................................................................ 13
C.
Anatomi Dan Fisiologi........................................................................................ 14
1. Sistem
Pernafasan......................................................................................... 14
2. Sistem
Kardiovaskuler.................................................................................. 18
D.
Teori Anastesi..................................................................................................... 24
E.
Asuhan Keperawatan Anastesi Teoritis.............................................................. 46
BAB III TINJAUAN KASUS...................................................................................... 50
A.
Asuhan Keperawatan Pre Anastesi..................................................................... 50
B.
Asuhan Keperawatan Intra Anastesi.................................................................. 59
C.
Asuhan Keperawatan Pasca Anastesi................................................................. 65
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................. 69
BAB V PENUTUP........................................................................................................ 72
A.
Kesimpulan......................................................................................................... 72
B.
Saran................................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 73
PENDAHULUAN
Memiliki
anak merupakan suatu anugerah yang harus disyukuri dan dijaga sepenuh hati dan
jiwa supaya ia dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap keluaraga
pasti mengharapkan anaknya sehat, sempurna baik jasmani maupun
rohani.Adakalanya harapan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dimana ada
orangtua yang memiliki anak lahir dalam kondisi cacat bawaan, seperti
malformasi fasial. 1
Malformasi
fasial sebagai kondisi cacat bawaan terdiri dari beberapa jenis, yaitu
labioskizis, palatoskizis dan labiopalatoskiziz.Labioskizis adalah adanya celah
pada bibir, sedangkan palatoskizis adalah celah yang terdapat pada
palatum.Labiopalatoskizis adalah kelainan bawaan pada anak dimana terdapat
celah pada bibir dan palatum yang merupakan malformasi fasial yang terjadi dalam
perkembangan embrio. 1
Tingkat
kelainan labiopalatoskizis bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
berat.Celah yang terjadi disalah satu bibir dan tidak memanjang hingga kehidung
disebut unilateral incomplete, jika
celah terdapat pada salah satu bibir dan memanjang hingga kehidung disebut unilateral complete dan apabila celah
terjadi dikedua sisi bibir dan memanjanng hingga kehidung disebut bilateral
complete.1Berat badan
menjadi salah satu syarat bagi bayi untuk bisa dilakukan koreksi operasi untuk
menutup celah pada bibir dan palatum. Bayi yang akan dioperasi harus memiliki
berat badan minimal 5 kg, kadar Hb 10 g/dl dan leukosit < 10.000 /ul serta
umur bayi sudah mencapai 3 bulan.1
Secara
garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan
anestesi regional.Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang
reversible akibat pemberian obat-obatan,
serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral. Perbedaan dengan
anestesi regional adalah anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri
tanpa kehilangan kesadaran.Anestesi regional terbagi atas anestesi spinal (anestesi blok subaraknoid), anestesi epidural dan blok
perifer.2Anestesi spinal dan anestesi epidural telah digunakan
secara luas di bidang ortopedi,
obstetri dan ginekologi, operasi anggota tubuh bagian bawah dan operasi abdomen bagian bawah.
Pada
kasus labiopalatoskiziz untuk mengatasinyadengan caralabio plasty dan palate
plasty, kasus operasi iniakan banyak dengan seringnya dilakukan bakti sosail yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga nasional maupun internasional, selain itu
membius pasien anak bebrbeda perlakuan dengan pasien dewasa, apalagi lokasi
pembedahan dilakukan didaerah jalan nafas , sehingga peran perawat anastesi
harus lebih agartidak terjadi cedera terhadap pasien, maka dari itumaka penulis
tertarik mengakat kasus laporan akhir dengan judul Asuhan Keperawatan Anastesi
Pada Anak yang Akan dilaksanakan Operasi Labioplasty
1.2 RUANG LINGKUP
Perawat Anestesi
memberikan pelayanan anestesi
dalam 4 ( empat ) kategori umum yaitu
a.
Persiapan dan evaluasi pra-anestesi.
b.
Induksi, pemeliharaan, dan emergence anestesi.
c.
Perawatan pasca anestesi.
d.
Fungsi bantuan klinis dan perianestesi.
1.3 TUJUAN PENULISAN
1
Untuk mengetahui asuhan keperawatan preanastesi
pada kasus labioplasty
2
Untuk mengetahui asuhan keperawatan
intraanastesi pada kasus labioplasty
3
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasca
anastesi pada kasus labioplasty
1.4 METODE PENULISAN
a) Metode Wawancara
Untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan laporan
kasus ini maka dilakukan wawancara / anmnesa pada pasien. Wawancara yang
dilakukan untuk mencari data mengenai subjektif maupun objektif dari pasien.
b) Metode Obervasi
Selain
metode wawancara, metode observasi juga dilakukan untuk melengkapi data yang
dibutuhkan. Observasi dilakukan dengan melakukan observasi tanda tanda vital
dan keadaan umum pasien
c) Metode Studi Pustaka
Metode study kepustakaan
dilakukan untuk menunjang metode wawancara dan observasi yang telah dilakukan.
Pengumpulan informasi yang dibutuhkan dilakukan dengan mencari
referensi-referensi yang berhubungan dengan kasus yang ditulis, referensi dapat
diperoleh dari buku-buku atau internet.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
1.
Pendahuluan, terdiri dari latar belakang
penulisan laporan kasus, ruang lingkup penulisan laporan kasus, tujuan
penulisan laporan kasus, metode penulisan laporan kasus
2.
Tinjauan teoritis, terdiri dari teori
tentang eklampsia, peran dan tugas perawat anastesi, anatomi dan fisiologis
system pernafasan dan system kardiovaskuler, terori anastesi dan asuhan
keperawatan eklampsia
3.
Tinjauan kasus/ kasus pada pasien dengan
eklampsia
4.
Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran
5.
Daftar pustaka
1.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
TINJAUAN TEORITIS
1.
PENGERTIAN
Labio
palatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit – langit rongga
mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir
dan langit – langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan
mesuderm pada saat kehamilan.
Labio
palatoshizis yang terjadi seringkali berbentuk fistula, dimana fistula ini
dapat diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga mulut
dan hidung (Sarwoni, 2001)
2.
ETIOLOGI
Ada beberapa etiologi yang dapat
menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis, antara lain:
a. Faktor
Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak
dapat ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua.
Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis
terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen merupakan
manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor
genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang
potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.
b. Insufisiensi
zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas maupun
kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal). Zat –zat yang
berpengaruh adalah: Asam folat, Vitamin
C dan Zn. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam
folat, vitamin C dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut
dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain itu
gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ
selama masa embrional.
c. Pengaruh obat
teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:
·
Jamu. Mengkonsumsi
jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama terjadinya
labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan
kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
·
Kontrasepsi hormonal. Pada ibu
hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon
estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga
berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
·
Obat – obatan yang dapat menyebabkan
kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Obat – obatan itu antara
lain :
1. Talidomid,
diazepam (obat – obat penenang)
2. Aspirin (Obat –
obat analgetika)
· Kosmetika yang mengandung merkuri &
timah hitam (cream pemutih)
· Sehingga
penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.
d. Faktor
lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio
palatoschizis, yaitu:
· Zat kimia
(rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan
alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang
terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ
selama masa embrional.
· Gangguan
metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat
rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh
kembang organ selama masa embrional.h
· Penyinaran
radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi
penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat
mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.
· Infeksi,
khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya
kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
Dari beberapa
faktor tersebit diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio palatoshizis, tetapi
tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama pemakaian, dan wktu
pemakaian.
3. Patofisiologi
Labiopalatoskisis
adalah celah bibir dan palatum.Nyata sekali berhubungan erat secara
embriologis, fungsional, dan genetik.Celah bibir muncul akibat adanya
hypoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan prosesus nasalis
media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat terjadinya kegagalan
dalam mendekatkan atau memfusikan lempeng palatum.3
Klasifikasi yang diusulkan
oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
Golongan I : Celah pada
langit-langit lunak (gambar 1).
Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras
dibelakang foramen
incisivum (gambar 2).
Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai
tulang
alveolar
dan bibir pada satu sisi (gambar 3).
Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai
tulang alveolar
dan
bibir pada dua sisi (gambar 4).4
4. MANIFESTASI
KLINIS
a. Tampak ada
celah
b. Adanya rongga pada hidung
c. Distorsi hidung
d. Kesukaran dalam
menghisap atau makan.
5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada pasien
dengan Labio palatoschizis adalah:
a. Kesulitan
berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya
celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang
keluar menjadi sengau.
b. Maloklusi –
pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol,
alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah
celah sering terjadi erupsi.
c. Masalah
pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya
celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat
terjadi otitis media rekurens sekunder.
d. Aspirasi. Dengan
terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan menelan terganggu
akibatnya dapat terjadi aspirasi.
e. Distress
pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong
secara dini, akan mengakibatkan distress pernafasan
f. Resiko infeksi
saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan
udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman – kuman dan
bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
g. Pertumbuhan dan
perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan
palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya
bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
h. Asimetri wajah. Jika celah
melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan kurangnya penyangga pada dasar
alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
i.
Penyakit peri odontal. Gigi permanen
yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang
permukaan akar di dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat
menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.
j.
Crosbite. Penderita
labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih rendah
posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya
crosbite.
k. Perubahan harga
diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum
serta terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra
tubuh.
6. PENATALAKSANAAN
Penanganan
untuk labiopalatoskisis adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan dengan berat badan yang meningkat dan bebas dari
infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa literature
dijelaskan operasi dapat dilakukan apabila memenuhi hukum sepuluh (rules of
ten) yaitu berat badan bayi minimal 10 pon, kadar Hb 10 gr/dL dan usianya
minimal 10 minggu serta kadar leukosit minimal 10.000/ul. Pembedahan dilakukan
elektif untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi
tersebut bervariasi dan dilakukan secara bertahap.5
Berikut ini adalah tahapan proses yang akan dijalani, meliputi: 5
1. Tindakan
pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten
yaitu umur > 10 minggu, berat badan > 10 pon, Hb > 10 gr/dl, leukosit
>10.000/ui
2. Tindakan
operasi selanjutnya adalah menutup langit-langit/palatoplasti dikerjakan sedini
mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara sehingga pusat bicara otak
belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi
penambahan tulang pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli
ortodentis mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal
3. Operasi
terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang
muka selesai.
2.2 Anestesiologi
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesia maupun analgesia:
penjagaan, keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan
lainnya, bantuan resusitasi dan pengobatan intensif pasien yang gawat;
pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. 6
2.3.1Anestesi
1. Definisi
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa
Yunani.An-“tidak, tanpa” dan aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk
merasa”.Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes
pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara,
karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.Sedangkan
analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran pasien.7
2. Jenis Anestesi
Menurut Keat Sally 201,pasien yang menjalani pembedahan akan menerima salah satu anestesi dari tiga
jenis anestesi sebagai berikut : 8
a. Anestesi umum
Klien
yang mendapatkan anestesi
umum akan kehilangan seluruh sensasi dan kesadarannya.
Relaksasi otot akan mempermudah manipulasi
anggota tubuh. Klien
juga mengalami amnesia
tentang seluruh proses yang
terjadi selama pembedahan.
Pembedahan yang menggunakan anestesi
umum melibatkan prosedur
mayor dan membutuhkan manipulasi
jaringan yang luas. 8
b. Anestesi regional
Anestesia
regional adalah anestesi
lokal dengan menyuntikkan agen
anestetik di sekitar saraf sehingga area yang disarafi teranestesi.
Infiltrasi obat anestesi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1)
Anestesi spinal dimasukkan
ke dalam cairan
serebrospinal pada ruang sub arakhnoid
spinal dilakukan dengan
pungsi lumbal. Anestesi akan menyebar dari ujung prosesus sipoideus ke bagian kaki. Posisi
klien mempengaruhi pergerakan
obat anestesi ke bawah atau ke atas medula spinalis.
2) Anestesi
epidural lebih aman daripada anestesi spinal karena obat disuntikkan ke
dalam epidural di
luar durameter dan
kandungan anestesinya tidak sebesar
anestesi spinal. Karena
menghilangkan sensasi di daerah
vagina dan perineum,
maka anestesi epidural merupakan pilihan terbaik untuk
prosedur kebidanan.
B.
PERAN
DAN TUGAS PERAWAT ANASTESI
1.
PRE ANASTESI
a.
Persiapan administrasi
pasien;
b.
Pemeriksaan tanda-tanda
vital;
c.
Pemeriksaan lain yang
diperlukan sesuai kebutuhan pasien baik secara inspeksi, palpasi, maupun
auskultasi;
d.
Pemeriksaan dan penilaian
status fisik pasien;
e.
Analisis hasil pengkajian
dan merumuskan masalah pasien;
f.
Evaluasi tindakan
penatalaksanaan pelayanan pra anestesia, mengevaluasi secara mandiri maupun
kolaboratif;
g.
Mendokumentasikan hasil
anamnesis/ pengkajian;
h.
Persiapan mesin anestesia
secara menyeluruh setiap kali akan digunakan dan memastikan bahwa mesin dan
monitor dalam keadaan baik dan siap pakai;
i.
Pengontrolan persediaan
obat-obatan dan cairan setiap hari untuk memastikan bahwa semua obat-obatan
baik obat anestesia maupun obat emergensi tersedia sesuai standar rumah sakit;
dan
j.
Memastikan tersedianya
sarana prasarana anestesia berdasarkan jadwal, waktu, dan jenis operasi
tersebut.
2. INTRA
ANASTESI
a.
Pemantauan peralatan dan
obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik anestesia;
b.
Pemantauan keadaan umum
pasien secara menyeluruh dengan baik dan benar; dan
c.
Pendokumentasian semua
tindakan yang dilakukan agar seluruh tindakan tercatat baik dan benar.
3. PASCA
ANASTESI
a.
merencanakan tindakan
kepenataan pasca tindakan anestesia;
b.
penatalaksanaan dalam
manajemen nyeri sesuai instruksi dokter spesialis anestesi.
c.
pemantauan kondisi pasien
pasca pemasangan kateter epidural;
d.
pemantauan kondisi pasien
pasca pemberian obat anestetika regional;
e.
pemantauan kondisi pasien
pasca pemberian obat anestetika umum;
f.
evaluasi hasil kondisi
pasien pasca pemasangan kateter epidural;
g.
evaluasi hasil pemasangan
kateter epidural dan pengobatan anestesia regional;
h.
evaluasi hasil pemasangan
kateter epidural dan pengobatan anestesia umum;
i.
pelaksanaan tindakan dalam
mengatasi kondisi gawat;
j.
pendokumentasian pemakaian
obat-obatan dan alat kesehatan yang dipakai; dan
k.
pemeliharaan peralatan agar
siap untuk dipakai pada tindakan anestesia selanjutnya.
C.
ANATOMI
DAN FISIOLOGI
1.
SISTEM PERNAFASAN
a. Anatomi
Saluran
nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu
sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke
alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau
benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.
·
Hidung
Nares
anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung
dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai
lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi.
Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok
kesatu sisi.
·
Faring
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungan-nya
dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang
larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merupakan
gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
·
Laring (Tenggorok)
Terletak
pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea,
dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus.
· Epiglotitis
Cartilago
yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini
melekat pada bagian belakang Vertebra cartilago thyroideum. Plica
aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju
cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
·
Plica Vocalis
Plica
vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago
thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica
vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis
sejati. Bagian ini tidak terlibat dalam produksi suara.
·
Otot-Otot
Otot-otot
kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang
dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis.
Otot-otot tersebut di inervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
·
Trakhea (Batang Tenggorok)
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut
manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16-20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan
otot.
·
Bronchus
Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus
kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali
sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum
bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar
saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara
lancar.
·
Alveoli
Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini
terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler
dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter
masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.
·
Paru-Paru
Sistem
pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru
beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di
dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan
dengan rongga perut oleh diafragma. Paru-paru terdapat dalam rongga
thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu
lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus
yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan
elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial
venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,sehingga mempunyai permukaan
yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Paru-paru
dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru,
disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietalmenempel
pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal
terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas
sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada
gesekan dengan dinding dada.sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk
tempat permukaan/pertukaran gas.
Rongga
dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini
terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang
dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang
belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang.
Terdapat
otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai
otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai
berikut :
-
interkostalis eksterrnus (antar iga luar)
yang mengangkat masing-masing iga.
- sternokleidomastoid yang
mengangkat sternum (tulang dada).
- skalenus yang
mengangkat 2 iga teratas.
- interkostalis internus (antar
iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
-
otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut
mendorong diafragma ke atas
-
otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.
b. Fisiologis
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara
ke dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi
dapat dibagi menjadi tiga stadium.
·
Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru.
·
Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari
beberapa aspek :
o
difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler
paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan
sel-sel jaringan.
o
distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya
dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus; dan
o
reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon
dioksida dengan darah.
·
Respirasi sel atau
respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama respirasi
ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh
paru-paru.
·
Ventilasi
·
Udara bergerak masuk dan
keluar dari paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer
dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot.
·
Difusi
Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses
difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis
(tebalnya kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pernindahan ini adalah
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.
·
Transport Oksigen Dalam
Darah
·
Oksigen dapat ditranspor
dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan :
·
secara fisik larut dalam
plasma atau
·
secara kimia berikatan
dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2) ikatan kimia oksigen
dan hemoglobin ini bersifat reversibel.
Pengatuiran Respirasi
a) Medulla Oblongata
b) Pons
c) Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki
fungsi sebagai berikut:
d) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan
Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida
dari alveoli keudara atmosfer.
e) Menyaring bahan beracun dari sirkulasi
f) Reservoir darah
g) Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
2.
SISTEM KARDIOVASKULER
a. Anatomi
Jantung merupakan salah satu organ yang sangat vital dalam tubuh
manusia, bagaimana tidak jantung merupakan salah satu media yang memiliki
peranan sangat penting untuk bisa mengalirnya darah yang membawa oksigen dan
sari-sari makanan ke seluruh tubuh. Jantung terletak di rongga mediastinum yang
berada di belakang sternum, diantara paru kanan dan kiri, dan didepan vertebra
torakal.
Jantung memiliki
ukuran sekepalan genggaman tangan kanan orang dewasa kurang lebih denganpanjang
5" (12 cm), dan lebar 3,5" (9 cm), berat jantung 350 gram pada orang
dewasa.
Adapun jantung terdiri
dari:
Tiga lapisan
(Epikardium, Miokardium, dan Endokardium)
1. Ada 2 pace maker alami
utama yang berada di lapisan miokardium (SA Nodes, AV Nodes)
2. Empat ruang (2 Atrium,
dan 2 Ventrikel)
3. Empat katup (Katup
Atrioventrikuler - Trikuspidalis dan Mitral, Katup Semilunar - Pulmonal dan Aorta)
4. Pebuluh darah koroner
(Penyuplai darah untuk otot-otot jantung)
b. Fisiologi
Secara umum jantung
merupakan satu-satunya pememompa utama darah ke seluruh tubuh, sehingga sangat
penting untuk mengidentifikasi apakah fungsi jantung ini masih berjalan atau
tidak, ada beberapa metode untuk mengetahui apakah jantung masih bekerja dengan
baik atau tidak
·
Dengan meraba denyut
nadi
Denyut nadi ini dapat
dirasakan pada pembuluh darah arteri, adapun pembuluh darah arteri yang kerap
di palpasi untuk mengetahui adanya kerja nadi atau tidak adalah
o
Arteri radialis (berada di
pergelangan tangan sejajar dengan ibu jari)
o
Arteri Brachialis (berada
di lipatan siku bagian atas sejajar dengan jaris manis dan jari tengah)
o
Arteri Karotis (berada di
sisi kanan dan kiri tulang tiroid)
o
Arteri Femoralis (berada
di pangkal paha kiri dan kanan)
o
Arteri popliteal (berada
di lipatan kaki di bagian belakang)
o
Arteri Dorsalis pedis
(berada di punggung kaki sejajar dengan telunjuk jari kaki)
·
Mengetahui apakah
masih terdapat aktifitas listrik jantung atau tidak melalui pemeriksaan EKG
Berbicara tentang
EKG, sangatlah erat kaitannya dengan kelistrikan jantung. Dalam pembahasan kali
ini kita akan membicarakan sedikit tentang kelistrikan jantung. Kelistrikan
jantung dibedakan menjadi beberapa fase.
Gambar 3. Kelistrikan jantung
1.
Fase Istirahat (0/4)
2.
Fase Depolarisasi cepat (1)
3.
Fase Repolarisasi parsial
4.
Fase Plateu (2)
5.
Fase Repolarisasi cepat
(3)
Dari
kelistrikan jantung inilah akan kita temukan rekaman EKG, dimana rekaman EKG
itu merupakan rekaman listrik permukaan jantung. Ketika rekaman listrik
permukaan jantung pada EKG ini terlihat datar, itu menandakan ketiadaan
aktifitas jantung itu sendiri.
Gambar 4. Gambar gelombang pada EKG
Pembuluh darah (vaskular)
Secara garis besar pembuluh darah dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Pembuluh darah arteri
2.
Pembuluh darah vena
Adapun urutan jalur pembuluh darah dari dan ke jantung adalah
sebagai berikut:
Jantung (ventrikel kiri) --> Aorta --> Arteri --> Arteriola -->
Kapiler --> Venula --> Vena --> Vena Cava superior dan inferior -->
Jantung (atrium kanan)
Gambar 5. Alur dan distribusi peredaran
darah dalam pembuluh darah
Karakterististik pembuluh darah
·
Arteri
·
Memiliki tekanan tinggi
--> membawa darah ke jaringan
·
Dapat teraba denyutan
·
Memiliki dinding pembuluh
darah yang tebal dengan jaringan elastis
·
Membawa darah yang kaya
akan oksigen sehingga darah lebih terlihat merah segar
·
Darah keluar memancar
(jika terjadi perlukaan)
·
Tidak memiliki katup di
sepanjang pembuluh (hanya ada pada permulaan aorta)
·
Kapiler
·
Memiliki penampang yang
paling luas karena tersebar di dalam seluruh tubuh
·
Disebut juga pembuluh
darah rambut karena hanya memiliki diameter 0,008 mm
·
Tempat terjadinya
pertukaran dan transport O2/CO2, zat-zat nutrien, dan berbagai jenis elektrolit
yang dibutuhkan tubuh ke dalam jaringan (sel)
·
Menyerap zat-zat nutrien
dari usus
·
Vena
·
Bersemabungan
dengan vena yang lebih besar yang disebut vena Cava
·
Dinding
pembuluh tipis dan tidak elastis
·
Memiliki
katup disepanjang pembuluh darah
·
Membawa
darah yang kaya akan CO2 sehingga warna darah lebih terlihat pucat
·
Darah
keluar tidak memancar hanya menetes (jika terjadi luka)
·
Tidak
teraba denyutan
Tekanan
darah terhadap pembuluh darah
Gambar 6. Tekanan darah dalam pembuluh
darah pada setiap bagian pembuh darah
Pada saat kita melakukan pengukuran tekanan darah, yang
sejatinya kita ukur adalah adalah tekanan darah terhadap pembuluh darah,
sehingga tekanan darah sangat dipengaruhi oleh:
1.
Luasnya penampang pembuluh
darah --> sehingga pada kasus-kasus seperti aterosklerosis ataupun
arteriosklerosis sangatlah mempengaruhi tekanan darah
2.
Jumlah darah yang berada
didalam pembuluh darah --> seperti pada keadaan syok hipovolemik, tekanan
darah ataupun nadi penderita lebih cenderung akan menurun
Tekanan
darah
Tekanan darah terdiri dari dua jenis tekanan:
1.
Tekanan sistolik (batas
atas) --> Merupakan tekanan tertinggi arteri yang dihasilkan ketika
kontraksi ventrikel sehingga terjadinya ejeksi awal ventrikel ke aorta sehingga
jumlah darah dalam pembuluh darah arteri meningkat secara signifikan. Tekan
sistolik normal berkisar 140 s/d 100 mmHg
2.
Tekanan diastolik (batas
bawah) --> Merupakan tekanan terendah arteri yang terjadi ketika
relaksasinya ventrikel, dan jumlah darah dalam pembuluh darah sudah mulai
berkurang sebelum terjadinya ejeksi ventrikel kembali. Tekanan diastolik normal
berkisar 90 s/d 60 mmHg
D.
TEORI
ANASTESI
2.3.2
Anestesi Umum
1. Definisi
Anestesi umum (general anestesi)
atau bius total disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum
adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang
bersifat reversible.Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi
besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang,
misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi
tulang, dan lain-lain.7
2. Tujuan
Anastesi umum menjamin hidup pasien, yang dapat
memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan menghilangkan
rasa nyeri.7
3. Syarat Ideal Anestesi Umum7
a) Memberi
induksi yang halus dan cepat
b) Timbul
situasi pasien tidak sadar atau tidak berespon
c) Hambat
refleks-refleks
d) Timbulkan
relasaxi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan
e) Hambat
persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk terapi
operasi
f) Berikan
keadaan pemulian yang halus cepat dan tidak menimbulkan efek samping obat yang
berlangsung lama.
4.
Indikasi Anestesi Umum9
a) Infant
dan anak usia muda
b) Dewasa
yang memilih anestesi umum
c) Pembedahan
luas atau ekstensif
d) Penderita
sakit mental
e) Pembedahan
lama
f) Pembedahan
dimana anestesi tidak praktis atau tidak memuasakan
g) Riwayat
penderita toksik atau alergi obat anestesi local
h) Penderita
dengan pengobatan antikoagulan
5. Komplikasi Anestesi9
a) Kerusakan
fisik
Kerusakan fisik yang dapat terjadi
sebagai komplikasi anestesi antara lain: pembluh darah dan intubasi
Pembuluh
darah
Benzodiazepine dan kanulasi vena
yang lama lebih mungkin menyebabkan tromboflebitis dan infeksi
Intubasi
Kerusakan pada bibir, gusi dan gigi
geligi dapat terjadi pada intubasi trakea
b) Pernapasan
Yang paling ditakuti adalah
obstruksi saluran pernafasan akut selama atau segera setelah induksi
anestesi.Spasme laring dan penahanan nafas dapat sulit dibedakan serta dapat
timbul sebagai respon terhadap anestesi yang ringan, terutama jika saluran
pernapasan dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi asing yang mencakup
sekresi dan kandungan asam lambung.
c) Kardiovaskular
Komplikasi kardiovaskular yang
dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia jantung dan payah
jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70
mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat
disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat
anestetika, penyakit kardiovaskular seperti infark miokard, aritmia,
hipertensi, dan reaksisensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot dan reaksi
transfuse. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesi.Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesia dan hypnosisyang tidak
adekuat.Sementara factor-faktor yang mencetuskan aritmia adalah hipoksia,
hiperkapnia, tindakan intubasi, gangguan elektrolit dan pengaruh beberapa obat
tertentu.
d) Hati
Penyebab hepatitis paska bedah
dapat disebabkan oleh halotan.Zat anestesi mengurangi susunan kekebalan tubuh
dan membuat pasien lebih muda terkena infeksi yang mencakup hepatitis virus.
Anestesi halotan berulang dalam interval 6 minggu mungkin harus dihalangi
e) Suhu
tubuh
Akibat vasodilatasi perifer yang
tetap ditimbulkan anestesi menyebabkan penururnan suhu inti tubuh.Selama
pembedahan yang lama, bisa timbul hipotermi yang parah, yang menyebabkan
pengembalian kesadaran tertunda, pernafasan dan perfusi perifer tidak adekuat.
6. Komponen Anestesi9
Komponen anesthesia yang ideal (trias anestesi)
terdiri dari:
a) Hipnotik,
hipnotik didapat dari sedative, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran)
b) Analgesia,
analgesia didapat dari N2O, analgesia narkotik, NSAID tertentu
c) Relaksan
otot, relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangan tonus otot sehingga
akan mempermudah tindakan pembedahan
7. Stadium Anestesi9
a) Stadium I (analgesia) dimulai dari saat pemberian
zat anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan seperti pencabutan gigi dan biopsy kelenjar dapat dilakukan
pada stadium ini
b) Stadium II (delirium/eksitasi, hiperfleksi)
dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleksi bulu mata sampai pernapasan
kembali teratur pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang
tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak dan menangis, pernapasan
tidak teratur, kadang-kadang apnu dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat,
inkontenensia urin dan alvi serta muntah. Stadium ini harus cepat dilewati karena
dapat menyebabkan kematian
c) Stadium III (pembedahan) dimulai dengan
teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi
menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur dan spontan, dada dan
perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil
miosis, reflex cahaya ada, lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah tidak
ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna
Plana 2: Pernapasan teratur dan spontan, perut dan
volume dada tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak
terfiksasi ditengah, pupil midriasi, reflex cahaya mulai menurun, relaksasi
otot sedang dan reflex laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi
Plana 3: Pernapasan teratur karena otot intercostal
mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, reflex
laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus
otot semakin menurun)
Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena
otot intercostal paralisis total, pupil sangat midriasi, refleksi cahaya
hilang, reflex spingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot
lurik sempurna (tonus otot sangat menurun)
d) Stadium
IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding
stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur, denyut
jantung berhenti dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada
stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
8. Persiapan Pre-anestesi9
a) Persiapan mental dan fisik
pasien
Anamnesis
-
Identitas pasien: nama, umur, alamat,
pekerjaan
-
Riwayat penyakit yang sedang atau pernah
diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anesthesia seperti penyakit
alergi, diabetes mellitus, penyakit paru kronik, penyakit jantung dan
hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal
-
Riwayat obat-obat yang sedang atau telah
digunkana dan mungkin dapat menimbulkan interaksi dengan obat-obat anesthesia
-
Riwayat operasi dan anesthesia yang
pernah dialami, berapa kali dan selang waktunya, serta apakah pasien mengalami
komplikasi saat itu
-
Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat
mempengaruhi jalannya anesthesia misalanya merokok, alcohol, obat-obat penenang
atau narkotik
Pemeriksaan
Fisik
-
Tinggi dan berat badan untuk
memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah
-
Kesadaran umum, tanda-tanda anemia,
tekanan darah, frekuensi nadi, pola dan frekuensi pernapasan
-
Pemeriksaan saluran pernapasan:
batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda sumbatan jalan nafas, pemakaian
gigi palsu, trismus, persendian temporo mandibular
-
Tanda-tanda penyakit jantung dan
kardiovaskular, dispnu atau ortopnue, sianos dan hipertensi
-
Abdomen untuk melihat adanya distensi,
massa, asites yang dapat membuat tekanan intra abdominal meningkat sehingga
dapat menyebabkan regurgitasi
Pemeriksaan
Laboratorium
-
Darah: Hemoglobin, leukosit, golongan
darah, hematocrit, masa pembekuan, masa perdarahan, hitung jenis leukosit
-
Urin: protein, reduksi, sedimen
-
Foto thorax sEKG: terutama pada pasien
diatas 40 tahun karena dilakukan adanya iskemia miokard
-
Spirometri dan bronkospirometri pada
pasien tumor paru
-
Fungsi hati pada pasien icterus
-
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
-
Analisis gas darah, elektrolit pada
ileus obstruktif
b)
Perencanaan Anestesi
Pembedahan
elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam
keadaan bugar, sedangkan pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus
dihindari
c)
Merencanakan Prognosis
Klasifikasi
yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seorang berasal dari The American
Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi sebagai berikut:
ASA
1: pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA
2: pasien dengan penyakit sistemik ringan dan sedang
ASA 3: pasien dengan penyakit sistemik berat,
sehingga aktivitas rutin terbatas
ASA 4:pasien dengan penyakit sistemik berat yang
tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakit merupakan ancaman kehidupan
setiap saat
ASA 5: pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau
tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan
huruf E
e) Persiapan
pada hari operasi
Secara umum, persiapan pembedahan
antara lain:
1. Pengosongan
lambung: dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada orang dewasa
kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi
2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka
dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung
2. Pengosongan
kandung kemih
3. Informed
consent (surat izin operasi dan anstesi)
4. Pemeriksaan
fisik ulang
5. Pelepasan
kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesoris lainnya
6. Premediaksi
secara intramuscular ½ -1 jam menjelang operasi atau secara intravena jika
diberikan beberapa menit sebelum operasi
9.
Premedikasi9
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum
induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun
dari anestesi, diantaranya:
a) Meredakan
kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam
b) Memperlancar
induksi anesthesia, misalnya petidin
c) Mengurangi
sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropine dan hoisin
d) Meminimalkan
jumlah obat anestetik, misalnya petidin
e) Mengurangi
mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansentron
f) Menciptakan
amnesia, misalnya diazepam, midazolam
g) Mengirangi
isi lambung
h) Mengurangi
reflex yang membahayakan misalnya trakurium, sulfas atropine
Obat-obat premedikasi
dapat digolongkan seperti dibawah ini:
a) narkotik analgesic, misalnya morfin petidin
b) transqualizer yaitu dari golongan benzodiazepine
misalnya diazepam dan midazolam. Diazepam dapat diberikan peroral 10-15 mg
beberapa jam sebelum induksi anastesi
c) barbiturat, misalnya pentobarbital, penobarbital,
sekobarbital
d) antikoloinergik, misal atropine dan hoisin
e) antihistamin misal promethazine
f) antasida misal gelusil
g) H2 reseptor antagonis, misalnya cimetidine dan
ranitidine. Ranitidine diberikan 150 mg 1-2 jam sebelum operasi
10.
Persiapan Induksi Anestesi9
Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita
mempersiapakan STATICS:
S:
Scope (stetoscop, laringoscop)
- Stetoskop:
untuk mendengarkan suara paru dan jantung
-
Laringoskop: untuk membuka mulut dan
membuat area mulut lebih luas serta melihat daerah faring dan laring,
mengindentifikasikan epiglottis, pita suara dan trakea. Ada dua jenis
laringoskop, yaitu Blade lengkung (Miler, Magill), biasa digunakan pada laringoskop
dewasa dan Blade Lurus
T:
Tube (pipa endotrakeal, LMA)
-
Pipa endotrakeal
Endotrakeal tube
mengantarakan gas anestesi langsung kedalam trakea.Endotrakeal tube dikerjakan
pada pasien yang memiliki kemungkinan kontaminasi pada jalan nafas, posisi pembedahan
yang sulit, pembedahan dimulut atau muka atau pembedahan yang lama.
- Laringeal
Mask Airway
Indikasi
pemasangan LMA ialah sebagai alternative dari ventilasi face mask atau intubasi
ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien dengan risiko aspirasi isi
lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka
waktu lama.
LMA terdiri dari
2 macam:
1. Sungkup
laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup
laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standard lainnya pipa tambahan
yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus
A:
Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing)
- Alat
bantu jalan nafas orofaring (oropharingeal airway)
Alat bantu jalan nafas orofaring menahun
pada pangkal lidah dari dinding kebelakang faring. Alat ini berguna pada pasien
yang masih bernafas spontan, alat ini juga membantu saat dilakukan pengisapan
lendir dan mencegah pasien menggigit pipa endotrakeal (ETT)
- Alat
bantu nafas nasofaring (nasopharyngeal airway)
Digunakan pada pasien yang menolak
menggunakan alat bantu jalan napas orofaring atau apabila secara teknis tidak
mungkin memasang alat bantu jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang
mengatup kuat, dan cedera berat daerah mulut)
- Sungkup
muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas anastesi dari alat
resusitasi atau system anesthesia ke jalan napas pasien
T:
Tape (plaster), plaster untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
supaya tidak terlepas
I: Inducer
(stilet/forceps Magil)
Stilet (mandren)
digunakan untuk mengatur kelengkapan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat
insersi pipa. Forsep intubasi (Mc gill) digunkaan untuk memanipulasi pipa
endotrakeal nasal atau pipa nasogastric melalui orofaring
C: Connection. Connection ialah
hubungan antara mesin repirasi/anestesi dengan sungkup muka, serta
penghubung-penghubung yang lain
S: Suction. Digunakan untuk
membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
11.
Induksi Anestesia9
Induksi anesthesia merupakan saat
dimasukannya zat anesthesia sampai tercapainya stadium pembedahan yang
selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharan anestesi untuk mempertahankan
atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi
Cara pemberian anesthesia umum
a)
Parenteral (intramuscular/intravena).
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Untuk tindakan
yang lama anesthesia parenteral dikombinasikan dengan cara lain
-
Anestesia intravena
1.
Profolol
Profolol dikemas
dalam cairan emulsi lemak dengan kepekaan 1% (1ml=10mg).suntikansering
menyebabkan nyeri sehingga sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg IV.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan 2-4 mg/kg/jam dan dosis
sedasi untuk perawatan intensif 0,2mg/kg. Profolol dapat menurunkan tekanan
darah selama induksi anestesi karena menurunnya resistensi arteri perifer dan
vasodilatasi
2.
Ketamine
Ketamine mempunyai
sifat analgesic dan anestetik.Ketamine sering menimbulkan takikardi, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala dan mual-muntah. Dosis bolus untuk induksi
intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg
3.
Thiopental
Thiopental hanya
dapat digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kg. Larutan ini sangat
bersifat alkalis sehingga dapat menyebabkan nekrosis jaringan bila keluar dari
vena
4.
Opioid (morfin, fentanyl, petidin,
sufentanil)
Opioid tidak
mengganggu kardiovaskular, sehingga digunakan untuk induksi pasien dengan
kelainan jantung. Untuk anestesi digunakan fentanyl dosis induksi 20-50 mg/kg
dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit
-
Anestesi Intramuskular
Hanya ketamine
yang dapat diberikan secara intramuscular
b)
Per-rektal
Dapat dipakai
pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.Yang dimaksud induksi perrektal
adalah thiopental atau midazolam.Midazolam memiliki kontraindikasi dengan
galukoma sudut sempit akut, miastenia gravis, syok atau koma, intoksikasi
alcohol akut dengan depresi tanda-tanda vital, bayi premature. Efek samping
dapat menyebabkan kejadian-kejadian kardiorespirasi, fluktuasi pada tanda-tanda
vital
c)
Anesthesia inhalasi
Yaitu anestesi
dengan menggunakan gas atau cairan anestesiyang mudah menguap (volatile agent)
sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan.Zat anestetik yang digunakan berupa
campuran gas (dengan O2) dan kosentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari
tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan
kekuatan daya anestesi. Zat anestetik disebut kuat bila dengan tekanan parsial
yang rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat
-
N2O (Nitrous Oksida) gas ini
bersifat anestetik lemah. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25% untuk menghindari hipoksia difusi
-
Halotan, halotan sering dikombinasikan
dengan N2O pada nafas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 volume% dan pada nafas
yang dapat dikendalikan sekitar 0,5-1%. Kontraindikasi pemakaian halotan adalah
penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu kurang dari 3 bulan
atau pasien yang terlalu gemuk
-
Enfluran, pada EEG dapat menimbulkan
tanda-tanda epileptic. Enfluran lebih iritatik dibanding halotan
-
Isofluran, isofluran dapat meninggikan
aliran darah otak dan tekanan intracranial, serat efek terhadap depresi jantung
dan curah jantung minimal
-
Sevofluran, sevofluran memiliki efek
terhadap kardiovaskular cukup stabil dan jarang menyebabkan aritmia. Setelah
pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh tubuh
12.
Rumatan Anestesia9
Rumatan
anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara mengatur
kosentrasi obat anestesi didalam tubuh pasien. Jika kosentrasi obat tinggi maka
akan dihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika kosentrasi obat rendah,
maka akan didapat anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah anestesi
yang adekuat.Untuk itu diperlukan pemantuan secara ketat terhadap indikator-indikator
kedalaman anestesi.
Rumatan
intravena dengan menggunakan opioid dosis tinggi fentanyl 10-50 µg/kgBB.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan
0,5-2 vol atau enfluran 2-4 vol atau isofluran 2-4 vol atau sevofluran 2-4 vol
tergantung pernapasan pasien spontan, dibantu atau dikendalikan
13.
Obat Pelumpuh Otot9
Fungsi
obat pelumpuh otot adalah memudahkan cedera pada tindakan laringoskop dan
intubasi trakea, membuat relaksasi otot selama pembedahan, serta menghilangkan
spasme laring dan reflex jalan nafas
a)
Atrakium
Merupakan obat
pelumpuh atau nondepolarisasi.Keunggulan obat ini adalah metabolisme terjadi di
darah, tidak bergantung fungsi hati dan ginjal.Tidak menyebabkan perubahan
fungsi kardiovaskular yang bermakna. Dosis intubasi yaitu 0,5-0,6 mg/kgBB/iv,
dosis relaksasi otot yaitu 0,5-0,6 mg/kg/BB/iv dan dosis pemeliharaan 0,1-0,2 mg/kg/BB/iv
b)
Suksametonium (succinyl choline)
Indikasi dari
suksametonium adalah sebagai pelumpuh otot jangka pendek, dosis untuk intubasi
ialah 1-2 mg/kg/BB/iv
14.
Teknik Anestesi9
a) Teknik anestesi spontan dengan sungkup muka
Indikasi:
-
Untuk tindakan singkat (0,5-1jam)
-
Keadaan umum pasien cukup baik
-
Lambung harus kosong
Urutan
Tindakan:
-
Periksa peralatan yang digunakan
-
Pasang infus
-
Persiapkan obat-obat
-
Induksi dapat dilakukan dengan propofol
2-2,5 mgkgBB
-
Setelah induksi, sampai pasien tertidur
dengan reflex bulu mata hilang, sungkup muka ditempatkan pada muka
-
N2O mulai diberikan 4L dengan 02 L/menit
untuk memperdalam anestesi, bersamaan dengan halotan dibuka sampai 1% dan
sedikit demi sedikit dinaikkan sampai 3-4% tergantung reaksi tubuh penderita.
-
Kalau stadium anestesi sudah cukup
dalam, masukkan pipa orofaring
-
Halotan kemudian dikurangi menjadi
1-1,5% dan hentikan beberapa menit sebelum operasi selesai
-
Selesai operasi N2O dihentikan dan
penderita diberi O2 beberapa menit
b) Teknik
anestesi spontan dengan pipa endotrakeal
Indikasi
- Operasi
lama
- Kesulitan
mempertahankan jalan napas bebas pada anesthesia dengan sungkup muka
Urutan
tindakan:
- Induksi
dengan propofol
- Sungkup
muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6 L/menit, kalau perlu nafas dibantu
dengan menekan balon nafas secara periodik
- Sesudah
fasikulasi menghilang, pasien diintubasi
- Pipa
guedel dimasukan dimulut agar pipa endotrakeal tidak tergigit. Kemudian
difiksasi dengan plester
- Mata
diplester agar tidak terbuka dan kornea tidak kering
- Pipa
endotrakeal dihubungkan dengan konektor pada sirkuit nafas alat anestesi NO2
dibuka 3-4 L/menit dan 02 2L/menit kemudian halotan dibuka 1 vol dan cepat dinaikkan
sampai 2 vol. Nafas pasien dikendalikan dengan menekan balon nafas
- Halotan
dikurangi sampai 0,5-1,5 untuk pemeliharaan anestesi
- Nafas
dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas cukup kuat
- Kedalaman
anestesi dipertahankan dengan kombinasi NO2 dan O2 masing-masing 2 L/menit,
serta halotan 1,5-2 vol
c. Teknik
anestesi pipa endotrakeal dan nafas kendali
-
Teknik anestesi dan intubasi sama seperti diatas
-
Setelah pengaruh suksinil kolin mulai habis, diberi obat pelumpuh otot jangka
panjang misalnya alkuronium dosis 0,1-0,2 mg/kgBB
-
nafas dikendalikan dengan ventilator atau secara manual. Kosentrasi halotan sedikit
demi sedikit dikurangi dan dipertahankan dengan 0,5-1%
-
obat pelumpuh otot dapat diulang lagi dengan 1/3 dosis apabila pasien tampak
ada usaha mulai bernafas sendiri
-
halotan dapat dihentikan setelah lapisan fasial kulit terjahit. N2O dihentikan
kalau lapisan kulit mulai dijahit
-
Ekstubasi dapat dilakukan setelah nafas spontan normal kembali. O2 diberi terus
selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi
15.
Monitoring Perianestesia9
Dalam tindakan
anesthesia harus dilakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien.
a) Kardiovaskuler
- Nadi.
Monitoring nadi merupakan keharusan karena gangguan sirkulasi sering terjadi
selama anestesi
- Tekanan
darah
- Banyaknya
perdarahan
b) Respirasi
Respirasi dinilai dari jenis
nafasnya, apakah ada retraksi intercostal atau supraklavikula
c) Suhu
Tubuh
Tubuh tidak mampu mempertahankan
suhu tubuh. Obat anestesi mendepresi pusat pengatur suhu, sehingga mudah turun
naik dengan suhu lingkungan
d) Monitoring
Ginjal
Untuk mngetahui keadaan sirkulasi
ginjal
e) Monitoring
blockade neuromuscular
Untuk mengetahui apakah relaksasi
sudah cukup baik atau setelah selesai anestesi apakah tonus otot sudah kembali
normal
f) Monitoring
system saraf
Monitoring dengan memeriksa respon
pupil terhadap cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, respon terhadap otot
apakah relaksasi cukup atau tidak
Anestesi pada bayi
dan anak berbeda dengan anestesi pada orang dewasa, karena mereka bukanlah
orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anesthesia untuk orang dewasa,
anesthesia pada anak dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum melakukan
anesthesia karena alasan anesthesia pediatric seharusnya ditangani oleh dokter
spesialis anestesiologi yang sudah berpegalaman.6
Pemabagian
pediatric berdasarkan perkembangan biologis:
1. Orok
(neonatus), usia dibawah 28 hari
2. Bayi
(infant), usia 1 bulan-1 tahun
3. Bayi
(child), usia 1 tahun-12 tahun
Beberapa
perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal
yang menyangkut masalah
psikologis, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi
PERMASALAHAN
YANG PENTING
1)
Pernafasan
Frekuensi
pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding orang dewasa.Pada bayi
antara 30-40x permenit.Tipe pernapasan pada bayi ialah abdominal, lewat hidung,
sehingga gangguan pada kedua bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan
pernafasan.6
2)
Kardio-sirkulasi
Frekuensi
jantung atau nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 permenit.Hipoksia
menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang lebih dominan. Kadar
hemoglobin pada bayi baru lahir tinggi (16-20 gr%) tetapi kemudian menurun
sampai usia 6 bulan (10-12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi HbA
(adult). Jumlah darah bayi secara absolut sedikit, walaupun untuk perhitungan
mengandung 90 mgBB.Karena itu perdarahan dapat menimbulkan gangguan system
kardiosirkulasi.6
3)
Suhu
Tubuh
Bayi bersifat poikilotermik, karena luas permukaan tubuhnya
relative lebih luas dibanding orang dewasa.Hal ini dapat menimbulkan bahaya
hipotermi pada lingkungan yang dingin dan hipertermi pada lingkungan yang
panas.Disamping itu pusat pengaturan suhu dihipotalamus belum berkembang dengan
baik.6
4)
Cairan
Tubuh
Bayi lahir cukup
bulan mengandung relative banyak air yaitu dari berat badan 75%, setelah
berusia 1 tahun menurun menjadi 65%, setelah dewasa menjadi 55-60%. Cairan
ekstrasel bayi baru lahir adalah 40% dari berat badan, sedangkan pada dewasa
adalah 20%.6
Kebutuhan
cairan berdasarkan derajat metabolism menurut Liu:
Berat
badan sampai 10 kg : 100 ml/kg24 jam
Berat badan 10kg-20kg : 1000ml+ 50 ml/kg/24 jam untuk tiap 1
kg diatas 10 kg
Lebih dari 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg 24 jam untuk
tiap 1 kg diatas 20 kg
Berdasarkan kebutuhan kalori dan krbutuhan cairan
dihitung dari rata-rata pasien di Rumah Sakit, di kemukakan oleh holliday dan
Segar yaitu untuk pasien dengan berat 0-10 kg adalah 100ml/kg, untuk pasien
11-20 kg adalah 1000ml+ 50 mm/kg, dan untuk >20 kg adalah 1500+20ml/kg.
berdasarkan berat badan, kebutuhan cairan IV perjam diekstrapolasi dari rumus Holliday
dan Segar, sehingga dalam praktek sehari-hari pada anak paling sering digunakan
“4-2-1 rule” 10
Pemasangan infus pada bayi dapat dikerjakan pada
beberapa lokasi, yaitu pada vena di kepala (dengan jarum sayap), vena
dipunggung tangan, dipunggung kaki dan kalau terpaksa di vena cubiti.
2.4.2
Penerapan
Anestesi Pada Pediatrik
1)
Masa
Pra-anestesi
Kunjungan pra
anesthesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam sebeleum tindakan
anesthesia. Perkenalan dengan orang tuapenderita sangat penting untuk memberi
penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anesthesia yang akan dilakukan. Pada
kunjungan tersebut kita mengadakan penilaian tentang keadaan umum, keadaan
fisik dan mental penderita.6
2)
Puasa
Puasa yang lama
menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang dianjurkan oleh Liu
sebagai berikut:
Usia |
Stop makanan padat atau susu |
Minum cairan |
- Neonatus - 1-6
bulan - 6
bulan- 3 tahun - Lebih
dari 3 tahun |
4jam 4jam 6jam 8jam |
2jam 2jam 6jam 8jam |
3)
Premedikasi
a. Atropin
Hampir selalu
diberikan terutama pada penggunaan suksinil kolin, halotan, prostigmin atau
eter. Dosis atropine yang dianjurkan ialah 0,01-0,02 mg/kg. minimal 0,1 mg dan
maksimal 0,5mg, lebih digemari secara IV. 6
b. Penenang
Anagetika-narkotika
tidak dianjurkan untuk usia sampai 1 tahun. Diazepam 0,2-0,4 mg/kg dapat
diberikan baik secara oral atau rektal. Suntikan intramuscular atau intravena
kurang disukai karena menimbulkan nyeri. Prometasin 0,5 mg/kg dapat diberikan
secara IM atau IV pada anak-anak. Droperidol 0,15 mg/kg kadang-kadang diberikan
pada anak-anak secara IM atau IV. 6
Premedikasi
secara IM diberikan 30-60 menit sebelum induksi anesthesia sedangkan secara IV
5 menit sebelum induksi.6
4)
Masa
Anestesia
a. Induksi
Induksi
anesthesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu.Induksi diusahakan
agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat
dikerjakan secara inhalasi atau intravena.6
b. Induksi
Inhalasi
Dikerjakan pada
bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut disuntik.Diberikan
halotan dengan oksigen atau campuran N2O dalam oksigen 50%. Kosentrasi halotan
mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5
vol% sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut
dan hidung, kalau sudah tidur baru dirapatkan ke muka penderita.6
c. Induksi
Intravena
Dikerjakan pada
anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang sudah terpasang
infus.Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2-4 mg/kg pada
neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak.Induksi dapat juga dengan ketamine 1-2 mg/kg
IV.Kadang-kadang ketamine diberikan secara IM.6
5)
Intubasi
Laringoskopi
pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala.Kepala bayi terutama
neonatus oksiputnya menonjol.Dengan adanya perbedaan anatomis pada ajalan nafas
bagian atas, lebih muda menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi.6
Intubasi dalam
keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau diperkirakan akan menjumpai
kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia
kurang dari 10-14 hari. Hati-hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan intrakranial
yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan dalam otak akibat laringoskopi dan
intubasi.6
Lebih digemari
intubasi sesudah tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot.Kalau tidak menggunakan
pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam lalu diberikan analgesia
topical baru dikerjakan intubasi.6
Dengan pelumpuh
otot digunakan suksinil-kolin dosis 2 mg/kgBB secara intravena setelah bayi
atau anak tidur.Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang
tanpa cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus
laparatomi atau jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. 6
Secara kasar
ukuran besarnya pipa trakea sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya
lubang hidung. Bayi premature menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm, bayi
cukup bulan 2.5-3.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sampai 1 tahun 4,5 mm. Untuk
usia diatas 1 tahun digunakan rumus sebagai berikut:6
Pilihlah pipa
trakea yang paling besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada
tekanan inspirasi 20-25 cm H2O terjadi sedikit kebocoran.Dianjurkan menggunakan
pipa mulut faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat.Intubasi
hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma, perdarahan adenoid
dan infeksi.6
6)
Pemeliharaan
Anestesi
Anestesi
neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali.Penggunaan sungkup
muka dengan nafas spontan pada bayi hanya untuk tindakan ringan yang tidak lama.6
Gas anestetika
yang umum digunakan adalah N2O dicampur dengan O2 perbandingan (0-65%) dan
(35-100%).Walaupun N2O mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat
anestetikanya sangat lemah.Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran
atau isofluran.6
Narkotika hanya
diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pada berat diatas 10 kg. Morfin dengan
dosis 0,1 mg/kg atau petidin dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non depolarisasi
sangat sensitive, karena itu harus diencerkan dan diberikan secara sedikit demi
sedikit.6
Pelumpuh
otot |
Dosis
awal |
Dosis
ulang |
Lama
kerja |
Tubokurarin Gallamin Alkurnium Pankuronium |
0,2-0,6 mg/kg 1-3 mg/kg 0,15-0,20 mg/kg 0,04-0,07 mg/kg |
0,2 mg/kg 1 mg/kg 0,20 mg/kg 0,04 mg/kg |
30 menit 20 menit 30 menit 30 menit |
7)
Infus
Banyaknya cairan
yang harus diberikan per infus sesuaikan dengan banyaknya cairan yang
hilang.Untuk bedah kecil, ringan dengan perdarahan yang sangat minimal tidak
diperlukan terapi cairan.apalagi segera setelah pembedahan diperbolehkan minum.
Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka untuk memasukkan obat-obattan
pada waktu anesthesia, atau kalau diperlukan infus segera dapat
diberikan.Biasanya dipasang semprit berisi NaCl fisiologis dengan jarum sayap.6
Terapi cairan
dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu puasa, pada waktu
pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-sebab lain misalnya
adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain-lainnya.6
Besarnya cairan
yang hilang akibat trauma bedah atau anesthesia yang harus diganti menurut
Lockhart:
Klasifikasi
pembedahan |
Pembedahan |
Cairan
hilang |
Kecil Ringan Sedang Besar |
Kraniotomi Hernia
inguinalis Torakotomi Obstruksi
Usus |
0ml/kg/jam 2ml/kg/jam 4ml/kg/jam 6ml/kg/jam |
Cairan yang
seharusnya masuk, karena puasa harus diganti. Misalanya puasa 6 jam harus
diganti 25% dari kebutuhan dasar 24 jam
Cara menggantinya sebagai berikut:
- Pada
jam I diberikan 50% nya
- Pada
jam II diberikan 25% nya
- Pada
jam III diberikan 25% nya
Cairan hilang
akibat perdarahan yang kurang dari 10% diganti dengan cairan kristaloid dalam
dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Laktat.6
8)
Transfusi
Banyaknya perdarahan dapat
diperkirakan dengan:
1. Mengukur
darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum dan sesudah kena darah
dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya kemudian tambahakan 25% untuk
darah yang sulit dihitung misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang
melengket di kain penutup dan lain-lain.6
2. Mengukur
hematocrit secara serial
Perdarahan melebihi 10% pada
neonatus harus diganti dengan darah.6
9)
Peralatan
Anestesia
Peralatan
anesthesia pediatric bersifat khusus, apalagi untuk teknik anetesi
spontan.Tahanan terhadap aliran gas harus serendah mungkin, ruang ruginya
sekecil mungkin, anti obstruksi, hendaknya ringan dan mudah dipindah-pindah.6
Untuk anesthesia
yang lama, kalau mungkin gas-gas anestetikanya dihangatkan dan
dilembabkan.Peralatan anesthesia yang digunakan ialah system Jackson-Ress
modifikasi dari system T dari Ayre, system Bain khusus untuk bayi dan anak dan
di Amerika dengan sitem tertutup khusus bayi.6
10) Pemantauan
Pernafasan
: stetoskop precordial/esofagial, tekanan jalan nafas, kadar O2, kadar CO2,
nafas spontan, gerak balon anesthesia, dada, warna ekstremitas
Sirkulasi:
stetoskop precordial/esophagus, cuff kecil husus untuk tensi, oksilometer,
langsung (dengan transduser0, CVP umbilical, jugular interna, EKG lead 2
Suhu : rektal, esophagus, nasofaring
Perdarahan
:isi dalam botol penyedot, menimbang berat kasa berdarah, periksa hemtokrit
secara serial.
Air
kemih : isi dalam kantong air kemih6
11) Pengakhiran Anestesi
Setelah
pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya.Berikan zat asam
murni 5-15 menit.Bersihakan rongga hidung dan mulut dari lender kalau perlu.6
Kalau
menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan progstigmin (0,04 mg/kg) dan
atropine (0,02 mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan
naloksoin 0,2-0,4 mg secara titrasi. 6
Ekstubasi pada
bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan bergerak-gerak,
mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anesthesia ringan,
akan menyebabkan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam
keadaan anesthesia dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau
nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan
menimbulkan kesulitan pasca intubasi. 6
12) Perawatan di ruang Pulih
Setelah selesai
anesthesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan keruang pulih.Disini
diawasi seperti dikamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan
pengawasan sebelumnya.Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung
dulu.6
Skornya
menurut Steward Score:
Yang
dinilai |
Nilai |
1. Pergerakkan - Gerak bertujuan - Gerak tak bertujuan - Diam 2.
Pernafasan - Teratur, batuk, menangis - Dapat mempertahankan jalan nafas - Perlu dibantu 3.
Kesadaran - Menangis - Bereaksi terhadap rangsangan - Tak bereaksi |
2 1 0 2 1 0 2 1 0 |
Jumlah keseluruhan skor diatas 8, maka
penderita boleh pindah ke ruangan
E.
ASUHAN
KEPERAWATAN ANASTESI TEOROTIS
Asuhan kepenataan general anestesi dengan operasi Labioplasty
1.
Pengkajian
Pasien
yang sudah mendapatkan premedikasi terlihat mengantuk, tetapi masih sadar.
Pemberian anestesi secara umum merupakan tanggung jawab dokter anestesi,
sedangkan penata berperan mempersiapkan obat-obatan, alat, dan sarana pemberian
anestesi. Kenyataannya di Indonesia, pemberian anestesi secara keseluruhan
dapat dilakukan oleh penata anestesi yang mendapat pelimpahan tanggungn jawab
dari dokter anestesi. Hal memberikan tantangan tersendiri bagi penata anestesi
agar dapat proses kepenataan secara komprehensif pada prosedur anestesi sejak
menerima, mempersiapkan, dan memberikan
prosedur anestesi umum.
2.
Diagnosa.
Diagnosa
kepenataan yangn paling lazim ditemukan adalah resiko cedera intraoperatif
berhubungan dengan prosedur anestesi umum.
3.
Intervensi
dan implementasi
Resiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur
anestesi umum |
|
Tujuan : Resiko cedera
intraoperatif sekunder dari awal intraoperatif sekunder dari intervensi umum
tidak terjadi |
|
Kriteria evaluasi : pasien kooperatif terhadap intervensi anestesi, dapat menjadi tidak
sadar sesuai tahapan anestesi umum. |
|
Intervensi |
Rasional |
Kaji ulang identitas pasien |
Penata anestesi memeriksa kembali identitas dan kardeks
pasien. Melihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil
pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan. |
Siapkan obat-obatan pemberian anestesi umum |
Obat-obatan anestesi yang dipersiapkan meliputi obat
anestesi umum |
Siapkan alat-alat LMA
|
LMA digunakan untuk manjaga kepatenan jalan napas
intraoperasi. Penata anestesi memeriksa kondisi LMA berfungsi optimal sebelum
pemasangan dilakukan |
Siapkan sarana pemantauan dasar |
Pemilihan dan pemeliharaan peralatan anestesi dan
perlengkapannya biasanya menjadi tangung jawab penata anestesi |
Siapkan obat dan peralatan emergensi |
Selain pemantauan, peralatan darurat dasar,
obat-obatan, dan protokol pengobatan juga harus tersedia. Defebrilator, juga
harus dipastikan berfungsi dengan baik. |
Lakukan pemasangan stetoskop prekodial, manset tekanan
darah, monitor dasar, oksimetri pada jari, dan pertahankan kelancaran kateter
IV. |
Untuk mengetahui keadaan umum, hemodinamik serta kelancaran akses kateter IV |
Kaji faktor yang merugikan selama pemberian anetesi
intraoperatif. |
Tindakan penting yang dilakukan dengan mengkaji
faktor-faktor penyulit selama anestesi |
Riwayat alergi |
Untuk menetukan kemungkinan timbulnya masalah besar |
Riwayat penyakit kardiovaskular dan paru |
Untuk mnegetahui keadaan kardiovaskular dan paru |
Masalah jalan nafas |
Untuk mencegah gangguan pada jalan nafas dan ventillasi |
Kaji adanya kelainan pada prosedur diagnostik |
Prosedur untuk menilai adanya gangguan pada organ-organ
vital dapat mempersulit jalannya anestesi |
Beri dukungan praanestesi |
Hubungan emosional yang baik antara penata anestesi dan
pasien akan mempengaruhui penerimaaan anestesi. |
Lakukan pemberian anestesi secara intravena |
Pemberian anestesi secara intravena biasanya dilakukan
penata anestesi dengan sepengatahuan dokter anestesi. |
Lakukan pemasangan LMA, pemasangan oral airway, dan
kaji efektivitas jalan napas |
Selang LMA bertujuan untuk tetap menjaga kepatenan
jalan napas, serta mencegah kemungkinan terjadi setelah aspirasi dan
komplikasi pernafasan lainnya akibat depresi pada bronkus efek dari anestesi |
Lakukan pemberian nafas bantuan, pemberian oksigen,
pengisapan, dan pemberian anestesi inhalasi. |
Ahli anestesi atau penata anestesi akan memberikan
ventilasi bantuan sampai efek suksikkolin hilang dan pasien kembali bernafas
secara spontan |
Lakuka pemantauan status kardiovaskular dan respirasi
selama pembedahan |
Resiko terbesar dari anaestesi umum adalah efek samping
obat-obatan anestesi, termasuk diantaranya depresi pernafasan. Kontrol status
kardiovaskular dan respirasi dapat mendeteksi resiko kegawatan sedik\ ni
mungkin. |
Lakukan pemberian cairan dan transfusi sesuai kondsii
dan lamanya pembedahan serta kontrol keluaran urine. |
Dilakukan pada prosedur pembedahan yang berlangsung
lama atau apabila dilakukan antisipasi terhadap perubahan volume cairan yang
besar |
Lakukan pemberian obat-obatan pemulihan anestesi
setelah pembedahan selesai |
Pemberian obat-obatan pemulihan anestesi biasanya dilakukan
ahli atau penata anestesi dengan diketahui dokter anestesi |
Lakukan pemberian jalan nafas setelah pembedahan
dilakukan |
Jalan nafas dibersihkan dengna pengisapan, dan setelah
refleks laring dan faring pulih maka dilakukan ekstubasi |
4.
Evaluasi
a.
Fungsi
pulmonal tidak terganggu
b.
Hasil
oksimetri nadi menunjukkan saturasi O2 yang adekuat
c.
TTV
stabil, termasuk tekanan darah
d.
Orientasi
tempat, peristiwa, dan waktu
e.
Haluaran
urine tidak kurang dari 30 ml/jam
f.
Mual dan muntah dalam kontrol, nyeri minimal
3.1 PRE ANESTESI
A. PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Pasien
Nama :An. A.
Umur :1 tahun 9 bulan
BB :10,7 Kg
TB : 70 cm
Jenis
kelamin : Laki-laki
Suku
bangsa :Melayu
Tanggal operasi :
28 Mei 2018
Dilakukan
anamnesis secara heteroanamnesis (ibu pasien)
Keluhan
utama:
Bibir sumbing
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien dengan diagnosis Labiopalatiskisis.Pasien diantar oleh orangtuanya ke polik bedah Rumkital Dr. Midiyato Suratani dengan keluhan bibir sumbing. Bibir sumbing pada pasien sudah dialami dari lahir. Masalah yang sering dialami adalah saat anak makan dan minum sering tersedak, dan anak seringbatuk. Sugaaat diperiksa An.A tampakmenarik diri terhadap petugas dan anak menangis saat mengecek dan memperbaiki infuse pasien
Riwayat penyakit dahulu :
An. A belum pernah dirawat maupun operasi sebelumnya,
penyakityangpernah dialami sebelumnyahanya demam dan batuk pilek
Riwayat penyakit keluarga :
Orang tua An. A mengatakan tidak ada keluarga
mempunyai riawayat bibr sumbing, saat mengandung An.A ibu pasien Cuma sekali
membawa control kehamilan saat trimester pertama ke bidan, penyakit saat
kehamilan Cuma pilek, demam dan mual mual di trimester pertama
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
§ Nadi :
115 x/m
§ Respirasi : 24
x/m
§ Suhu badan :
36,80C
Kepala : Conjungtiva anemis -/-,
sclera ikterik -/-, terlihat adanya
labiopalatoskisis
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
: Paru simetris, retktraksi (-), suara
napas vesikuler, rhonki (+),
wheezing(-), Jantung: Bunyi
jantung I-II reguler, murmur (-)
Abdomen : datar, supel, bisung usus (+), hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstremitas: akral hangat, edema
(-)
Status
Anestesi
PS ASA :
II
Hari/Tanggal :
Senin, 28/05/2018
Ahli Anestesiologi :
dr. S, Sp. An,
Ahli Bedah :
dr. B. Sp.Bm
Diagnosa Pra Bedah :
Labiopalatoskisis
Diagnosa Pasca Bedah :
Labioplasti
TTV :
N: 99
x/m; T : 36,70C
Puasa :07.00 WIB
B1 :
airway bebas, retraksi (-), gerak
dada simetris, suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, RR : 30 x/m
B2 :
Perfusi : hangat, kering, merah. Capillary
Refill Time< 2 detik, BJ : I-II regular, konjungtiva anemis -/-, nadi : 99x/m
B3 :
Kesadaran composmentis, GCS E4V5M6 , refleks
cahaya +/+, refleks kornea +/+
B4 :
Terpasang
pampers, urin 100cc, warna kuning jernih
B5 :
Perut datar, mual (-), muntah (-),
bising usus (+), nyeri tekan (-)
B6 :
Akral hangat (+), edema (-), fraktur (-)
Medikasi pra bedah :
Midazolam
1ml (IM)
Induksi .Sulfat Atropin
0,15 mg, Fentanyl 25mcg , Tramus 5 mg
Jenis Pembedahan :
Labioplasti
Lama Operasi :
14.30 – 16.30 WIB
Jenis Anestesi :
Anestesi General
Anestesi dengan :
Sevofluran
+ 02+N20
Teknik Anestesi : Pre
oksigenasi 5’, induksi IV, intubasi apnu Ø 3,5 mm,
cuff (+), open sistem
Pernafasan :
Spontan
Posisi :
Terlentang
Infus :
Tangan kiri, IV line abocath 22 G,
cairan D51/2
NS sisa cairan ±300 cc cairan masuk diruangan
200 cc
Penyulit Pembedahan :
-
TTV Pada Akhir : N:132x/m;
SB:37,40C; RR : 33x
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Lengkap |
21 Mei 2015 |
Nilai Rujukan |
Hemoglobin |
11,9 g/dl |
13,3-16,6
g/dl |
Leukosit |
10,800/mm3 |
4000-11000
/mm3 |
Trombosit |
234.000/mm3 |
150.000-450.000
/mm3 |
Masa
pembekuan |
2.00’ |
1-3
detik |
Masa
Pendarahan |
9.00’ |
4-10
detik |
B.
PERUMUSAN
MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN ANASTESI
NO |
DATA |
MASALAH |
ETIOLOGI |
1 |
DO : 1. An.
A dengan labio plato skiziz, rencana operasi labio plasty dengan general
anastesi 2. Suara
nafas pasien ronchi DS
: 1. ibu
pasien mengatakan kalau anaknya batuk 2. Ibu
pasien megatakan kalau anaknya makan dan minum sering kesedak |
Resiko Cedera Intra
operatif |
Prosedur anastesi
umum |
2 |
DO: 1. Pasien
tampak menarik diri dan menangis saat didekatipetugas 2. Pasien
masih anak-anak DS 1. Ibu
pasien mengatakan kalau pasien belum pernah operasi sebelumnya |
Kecemasan |
Ketidak tahuan
Prosedur operasi dan anastesi |
Diagnosa
keperawatan anastesi: 1. Resiko
Cedera berhubungan dengan prosedur anastesi 2. Kecemasan
berhubungan dengan ketidak tahuan tindakan operasi dan anastesi |
C.
INTERVENSI
NO |
DIAGNOSA KEPERAWATAN |
TUJUAN |
KRITERIA HASIL |
INTERVENSI |
RASIONAL |
1 |
Resiko Cedera
berhubungan dengan prosedur anastesi |
Cedera
sekunder akibat prosedur anastesi tidak terjadi selama prosedur operasi |
-
Tidak terjadi kesalahan dalam
identitas -
Tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian obat anastesi -
Obat dan alatkesehatan yang
dibutuhkan tersedia hingga pasien pindahkeruanagan |
1.
Kaji ulang identitas pasien Dan
formulir lembar persetujuan baik dari operator maupun anastesi dan dokumen
lainya N 2.
Siapkan obat-obatan anastesi umum
yang diperlukan 3.
Siapkan alat-alat intubasi
endotrakeal secara lengkap 4.
Siapkan obat dan alat emergensi |
1. Mencegah
terjadinya kesalahan operasi baik pasien maupun tindakan dan menghindari
terjadi komplen akibat resiko-resiko operasi maupun anastesi oleh keluarga 2. Keefektifan
dan keefisianan tindakan anastesi dengan kelengkapan obat anastesi umum dapat
menghindari dari cedera 3. Keefektifan
dan keefisianan tindakan anastesi dan menghindari dengan kelengkapan alat
alat intubasidapat menghindari dari cedera 4.Seandainya
terjadi situasi kegawatan pada pasien petugas akan cepat mengatasinya
sehingga bisa mencegah mortility |
2.
|
Kecemasan berhubungan
dengan ketidak tahuan tindakan operasi dan anastesi |
Tingkat
kecemasan dapat ditekan baik pada orang tua maupun pasien |
1. Orang
tua tidak stress memikirkan operasi anaknya 2. Pasien
tidak menangis saat akan masuk operasi |
1.
Lakukan edukasi tentang tindakan
operasi maupun prosedur pembiusan baik
teknik bius yang akan diberi maupun keadaan pasca bius 2.
Ajak Orangtua mendampingi anaknya
selama ruan g penerimaan sampai akan masuk kedalam ruang operasi 3.
Ajak orang tua berdoa 4.
Bina hubungan saling percaya sama
anak 5.
Kolaborasi pemberian obat sedative |
1. Dengan
tahunya prosedur operasi dapat menurunkan tingkat kecemasan keluarga 2. Pasien
masih anak –anak , akan merasa nyaman jika berada disamping orang tua 3. Berserah
diri ke mahakuasa dapat memenuhi kebutuhan rohan dan dapat menurunkan
kecemasan 4. Agar
anaka tidak cemas dan menangis 5. Pemberian
sedative sebelum masuk ke ruang operasi bisa membuat anak akan tidur dan lupa
akan masuk keruang operasi |
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No |
Diagnosa |
Implementasi |
Evaluasi |
1 |
Resiko
Cedera berhubungan dengan prosedur anastesi |
1. Mengkaji identitas pasien berupa nama, no
MR, dan tanggal lahir, selain itu juhga memeriksa kelengkapan surat izin
operasi dan anastesi dan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan lainya
seperti laboratorium dan radiologi, dan mengisi kelengkapan surgical safety
form dan mengecek kelancaran infus 2. Menyiapkan obat-obatanastesi umum sesuai dosis seperti: -
Sedatif:
Midazolam 3 mg -
Analgetik
narkotik: fentanyl 50 mcg -
Relaksasi:
Atracurium 30 mg -
Atropin
Sulfat : 0,25 mg -
Ketamin
: 100 mg 3. Menyiapkan alat-alat intubasi -
Scope:
Stetoskop dan laringoscop blade no 1 dan 2 -
Tube
: Ett king-king cuff no 3,5 , 4, dan 4,5 -
Airway
: oropharyngeal no 2 (warna putih) dan no 1 (warna ungu) -
Tape
: Plaster hypafix dipotong memanjang -
Introducer:
introducer atau mandrain ukuran small beserta jelly -
Conector:
L conector dan junction risk beserta cuff ukuran anak-anak -
Suction:
Catheter suction no 8 dan 10 beserta mesinya -
Lain-lain:
Syiring cuff, 4. Mengkalibrasi mesin dan mengecek sodalim,
agen seperti sevofluren maupun isofluren dan 5. Menyiapkan obat-obat emergency seperti: -
SA -
Epinefrin/
adrenalin -
Dexamethasone -
Neostigmin -
Nokoba -
Norepinefrin -
Analgetik
-
Antiemetik -
Furosemid -
As.tranexamat
dan VitK |
1. Pasien mulai premedikasi jam 13.25 dengan
midazolam 1 mg dan atropine sulfat 0,15 mg 2. Hemodinamik sebelum dibius TD : 100/62 HR: 140 Sat : 99% 3. Medikasi pasien denngan -
Fentanyl
25 mcg -
Atracurium
5mg 4. Induksi sempurna dengan menggunakan agen
sevofluran 3% , N20 2l dan oksigen 2l, di baging selama 3 ment 5. Dilakukan intubasi endotrakeal nasal
menggunakan ett no 3.5 cuff dan difixaxi menggunakan pester di bagian tengah
mulut, bunyi nafas seimbangdi 5 titikpengecekan 6. Penjagaan nafas di support menggunakan
jacsen risk dengan maintenance O2: N20: Sevoflurance = 2:1:3 7. Hemodinanmik setelah dibius TD: 90/56 HR: 143 Sat: 100% 8. Anastesi dimulai jam 14.30 9. Operasi dimulai jam 14.45 |
2 |
Kecemasan berhubungan dengan ketidak tahuan tindakan operasi dan anastesi |
1.
Melakukan edukasi tentang
tindakan operasi maupun prosedur
pembiusan yaitu general anastesi menggunakan alat bantu nafas 2.
Mengajak Orangtua mendampingi
anaknya selama ruan g penerimaan sampai akan masuk kedalam ruang operasi 3.
Mengajak orang tua berdoa sebelum
anak akan dioperasi 4.
Membina hubungan saling percaya
sama anak dengan cara ajak bercanda Kolaborasi
pemberian obat sedative yaitu midazolam 1 mg via intravena |
S : Orang tua pasien mengatakan kalau dia paham
dengan penjelasan dan memohon yang terbaik buat anak O: 1. Anak tempak tenang sama orangtua nya 2. Setelah pemberian premedikasi pasien tidur
dan tenang A: Masalah tercapai P: Intervensi dilanjutkan didurante operasi |
Observasi Heart Rate
Gambar.Diagram Observasi Heart Rate
Observasi Tekanan Darah
Balance Cairan
Waktu |
Input |
Output |
Pre operasi |
D5
1/2NS : 50 cc |
|
Durante
operasi |
D5 ½
NS : 300cc |
Urin : 50cc Perdarahan : 20 cc IWL
85,6 |
Total |
350 cc |
155 cc |
Balance
cairan: input – output = 350 – 155 cc = +195 cc |
A.
PERUMUSAN
MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO |
DATA |
MASALAH |
ETIOLOGI |
1 |
DO : 1. An.
A dengan labio plato skiziz, rencana operasi labio plasty dengan general
anastesi 2. Pasien
dengan kondisi terintubasi dengan nafas support pakai junction risk 3. Prosedur
operasi diarea labio dan diarea jalan nafas DS
: -
|
Resiko Cedera Intra
operatif |
Prosedur anastesi
umum maupun prosedur operasi |
Diagnosa
keperawatan anastesi: Resiko
Cedera berhubungan dengan prosedur anastesi maupun prosedur pembedahan |
`
A. PERUMUSAN MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO |
DIAGNOSA KEPERAWATAN |
TUJUAN |
KRITERIA HASIL |
INTERVENSI |
RASIONAL |
1 |
Resiko Cedera
berhubungan dengan prosedur anastesi dan pembedahan |
Cedera
sekunder akibat prosedur anastesi tidak terjadi selama prosedur operasi |
-
Vital sign selama durante operasi
stabil dan dalam batas normal -
Fungsi fisiologis pernafasan dan
kesadaran pasien kembali normal setelah operasi selesai |
1. Lakukan
pemberian nafas bantuan, pemberian oksige, pengisapan, dan pemberian anastesi
inhalasi 2. Lakukan
pemantauan status kardiovaskuler dan respirasi selama pembedahan 3. Lakukan
pemberian cairan dan transfuse sesuai kondisi dan lamanya pembedahan serta
kontrolkeluaran urine 4. Kolaborasi
Pemberian obat-obat anastesi 5. Lakukan
pemberian obat-obat pemulih anastesi setelah pembedahan selesai 6. Lakukan
pembersihan jalan nafas setelah pembedahan selesai dilaksanakan |
1. Setelah
pemberian muscuolo relaksan dan intubasi maka pasien akan apnu,dan
menggunakan semi open (juction risk) makannasafas pasien akan disupport agar
kebutuhan oksigen dan anastesi terpenuhi 2. Untuk
megetahui keadaan pasien 3. Prosedur
operasi akan mengakibatkan perdarahan dan kehilangan cairan akibat penguapan
dari suhu kamar bedah yang dingin 4. Maintenece
obat anastesi agar pasien tidak bangun dan tidak nyeriselama prosedur
pembedahan 5. Setelah
operasi maka keadaan fisiologis akan dikembalikanjika masih ada efk obat
anastesi maka harus dipulihkan 6. Mencegah
penumpukan sekret yangbisa menyumbat dan merangsang refelk vagas sehingg bisa
mengakibatkan spasme |
B. IMPLEMENTASI
DAN EVALUASI
No |
Diagnosa |
Implementasi |
Evaluasi |
1 |
Resiko
Cedera berhubungan dengan prosedur
anastesi dan prosedur pembedahan |
1. Melakukan
pemberian nafas bantuan, pemberian oksigen, pengisapan, dan pemberian
anastesi inhalasi dengan maintenance O2: N20: Sevoflurance: 2:1:3 2. Melakukan
pemantauan status kardiovaskuler dan respirasi selama pembedahan dengan pemberian baging sebanyak 12-14
selama 1 menit, grafik pemantauan bisa dilihat diatas Dan pemenuhan cairan
bisa dilihatdi table atas EBV : 80 X BB = 80
X10,7 = 856 CC ABL = 15 % EBV =
128,4 Total perdarahan
durante op : ±20 cc 3. Meakukan
pemberian cairan D5 ½ NS sesuai instruksi dokter dengan kebutuhan cairan
selama operasi selama 2 jam M= 1000ml+ 50 ml/kg/24
jam = 1000+ (50x10,7)/24 = 64 cc/jam Pengganti puasa: 6 x
64 = 384 cc cairan masuk diruangan 200 cc jadi kebutuhan : 384-200=184 cc IWL : operasi sedang
4ml/kg/jam= 4x 10,7 =42,8 Pemenuhan 1 jam
pertama : 92+42,8+64=198,8 cc Pemenuhan cairan jam
ke 2 46+42,8+64=152,8 Kebutuhan cairan
selama operasi: 198,8+152,8= 351,6 cc 4. Berkolaborasi
denhang Dokter Sp.An Memberikan obat maintenance anastesi dan analgetik Fentanyl 10 mcg Metamine 1x 125 mg saat operasi hamper selesai (15.50
WIB) 5. Memberikan
obat-obat pemuli anastesi setelah pembedahan selesai tidak jadi karena efek
obat anastesi sudah habis dan nafas pasien sudah spontan 6. Membersihan jalan nafas setelah pembedahan
selesai dilaksanakan dengan mengguakan suction cateter no 8, dan melakukan
ekstubasi sadar |
S:- O: -
Vital
sign stabil durante operasi bisa dilihat di grafik -
Balance
cairan: input – output = 350 – 165 cc = +185 cc -
EBV : 80 X BB = 80 X10,7 = 856 CC ABL = 15 % EBV =
128,4 Total perdarahan
durante op : ±20 cc -
Pasien gelisah kemudian diekstubasi bangun
dan tidak terjadi spasme saat ekstubasi A: Resiko cedera sekunder selama durante
operasi tidak terjadi P: Masalah teratasipasien dibawa keruangan
pemulihan pukul 16.00 |
3.3 POST OPERASI
1.
PERUMUSAN
MASALAH DAN DIAGNOSA
NO |
DATA |
MASALAH |
ETIOLOGI |
1 |
DO : 1. An.
A dengan post operasi labio plasty dengan general anastesi pemasangan ett no
3,5 2. Pasien
cendrung mengantuk 3. Suara
nafas ronchi 4. Prosedur
operasi diarea labio dan diarea jalan nafas DS
: -
Dibawah pengaruh obat |
Bersihan jalan nafas
tidak efektif |
efek proseduroperasi
dan obat maupun tindakan anastesi mengakibatakna penumpukan sekret |
Diagnosa
keperawatan anastesi: Bersihan
Jalan Nafas tidak aefektif berhubungan dengan efek proseduroperasi dan obat
maupun tindakan anastesi mengakibatakna penumpukan sekret |
5. INTERVENSI
NO |
DIAGNOSA KEPERAWATAN |
TUJUAN |
KRITERIA HASIL |
INTERVENSI |
RASIONAL |
1 |
Bersihan Jalan Nafas
tidak aefektif berhubungan dengan efek prosedur operasi dan obat maupun
tindakan anastesi mengakibatakna penumpukan sekret |
Jalan
Nafas adekuat sampai pasien sadar penuh dan pindah ruangan |
-
Suara nafas normal -
Aliran / hembusan nafas adekuat -
Pasien sadar penuh dan mampu
batuk efektif -
Saturasi 95-100% |
1. Berikan
oropharingeal airway sesuai ukuran 2. Bersihkan
jalan nafas dengan melakukan penyedotan secret atau cairan yang ada di jalan
nafas 3. Atur
posisi kepala pasien agak sedikit mirik dan difleksikan 4. Nilai
criteria pulih sadar 5. Pantau
tanda-tanda vital pasien dan kesadaran pasien 6. Kolaborasi
pemberian terapi oksigen |
1. Agar
jalan nafas pasien terbebas dari sumbatan akibat lidahjatuh kebelakang dan
memudahkan untuk menyedot lender di jalan nafas 2. Membebaskan
sekret akibat tindakan anastesi maupun efek obat anastesi ataupun darah dari
prosedur pembedahan yang berada
dijalan nafas 3. Menghindari
aspirasi bila terjadi muntah 4. Untuk
menentukan kelayakan transfer ke ruang rawat inap 5. Untuk
mengetahui keadaan pasien 6. Untuk
memenuhi kebutuhan oksigen setelahotot pernafasan dilumpuhkan oleh obat
relaksan otot |
6. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No |
Diagnosa |
Implementasi |
Evaluasi |
|
Bersihan
Jalan Nafas tidak aefektif berhubungan dengan efek proseduroperasi dan obat
maupun tindakan anastesi mengakibatakna penumpukan sekret |
1. Memberikan
oropharingeal airway no 1 warna ungu 2. Membersihkan
jalan nafas dengan melakukan penyedotan secret atau cairan yang ada di jalan
nafas dengan menggunakan suction cateter no 8 3. Atur
posisi kepala pasien agak sedikit mirik dan difleksikan dan memberikan ganjal
bahu 4. Pantau
tanda-tanda vital pasien dan kesadaran pasien dengan membangunkan pasien 5. Menilai
criteria pulih sadar dengan menggunakan steward score 6. Kolaborasi
memberian terapi oksigen yiatu nasal canul pemberian 2l/menit |
S: -
pasien
masih dibawah pengaruh obat O: -
Suara
nafas normal dan secret dijalan nafas berkurang -
Stewarscore
8 -
Aliran
nafas pasien terasa -
Vital
sign: HR 138, Sat : 99% -
Pasien
Menangis A Masalah bersihan jalan nafas teratasi,
lanjut ke masalah nyeri pasca operasi P: -
Menyuruh
orangtua mendampingi anak dan anjurkan anak digendong jika sudah menangis
(sadar penuh) -
Memberikan
edukasi pada orang tua tentang kondisi pasca anastesi -
Pasien dijemput ruangan rawat inap pukul 17.30 WIB
dengan instruksi 1. Observasi TTV tiap 15 menit selama 2 jam 2. Boleh makan minum stelah sadar penuh atau
Bising usus + 3. Analgetik metamizole 3x 125 mg 4. Ivfd D5 ½ Ns 40 cc/jam |
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien merupakan pasien laki-laki, 1,9 tahun, merupakan pasien pediatri yang mengalami bibir sumbing dari lahir. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan, diketahui pasien menderita labiopalatoskisis.
Pasien ditetapkan pada klasifikasi PS ASA 2 disebabkanpasien dengan penyakit
sistemik ringan dimana selain adanya labiopalatoskisis didapatkan juga adanya pasien
juga mengalami masalah ISPA dan suara nafas ronchi.
Pada kasus ini (labioplasti), dilakukan penilaian status dan evaluasi status
generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang (pemeriksaan laboratorium)
untuk mengoreksi kemungkinan adanya gangguan fungsi organ yang mengancam serta pasien
sudah dipuasakan selama 8 jam sebelum dilakukan
operasi.
Diagnosa
keperawatan anastesi yang ditegakan antarateori dengan kasus sama yaitu resiko
cedar berhubungan dengan tindakan anastesi, dikarenakan jika pasein sudah
diberikan anastesi maka fungsi tubuh akan terengaruh seperti system pernafasan,
kardiovaskuler, maka dari itu pengawasan dan persiapan alat anastesi dan obat
emergency harus disiapkan selengkap mungkin agar tidak terjadi resiko-resiko
yang bisa mengakibatkan cedera bahkan kematian.
Selain
itu penulis juga menegakan diagnose keperawatan anastesi kecemasan di karenakan
pasien adalah anak-anak akan melibatkan prang tua pasien, apalagi pasien belum
pernah operasi sebelumnya, maka dari itu member penjelasan tindakan selama
pembiusan akan menurunkan tingkat kecemmasan orang tua pasien. Selain itu
melibatkan orang tua dalam pengawana anakdalam tahap pre anastesi sangat
berguna, agar anaktidak cemas dan menangis terhadap lingkungan sekitar yang
lain bagi sianak.
Anestesi umum dipilih
menjadi pilihan anestesi berdasarkan atas indikasi anestesi umum sendiri adalah untuk infant
dan anak usia muda. Pada kasus ini, penderita merupakan pasien anak-anak (pediatric)yang
tidak kooperatif, memiliki stress psikis, stress fisik, juga untuk menjamin
kenyamanan selama operasi dan akan dilakukan
tindakan bedah pada daerah wajah (pro labioplasti)
sehingga anestesi umum merupakan pilihan yang tepat.
Dimana pasien dibuat
tidak sadar dengan anestesi umum agar operator (ahli bedah) mudah melakukan
tindakan.
Pada kasus ini
dilakukan pemberian premedikasi kurang lebih 5 menit sebelum dilakukan induksi
anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan membangun reaksi
anestesi itu sendiri, diantaranya yaitu meredakan kecemasan dan ketakutan pada
pasien yaitu dengan pemberian sedacum.Memperlancar induksi anestesi pada pasien
dengan diberikannya petidin.Merelaksasikan otot, untuk
mengurangi tegangan tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan
dengan diberikannya tramus. Pada kasus ini merupakan pasien pediatric yang pada
saat memasuki ruang operasi sudah ketakutan hebat, dengan pemberiannya
premedikasi diatas, tim anestesi dengan mudah melakukan induksi anestesi.
Pemilihan anestesi inhalasi (sevofluran
+ O2) pada kasus ini dikarenakan penangkapan gas-gas anestesi pada anak-anak
lebih cepat dibanding orang dewasa karena proporsi jaringan pembuluh darahnya
lebih banyak dan ekskresi induksi inhalasi pada anak-anakpun lebih cepat
dibandingkan orang dewasa. Selain itu tim anestesi dapat dengan mudah
mengontrol respirasi induksi inhalasi pada monitor. Pada pasien ini juga
diberikan induksi inhalasi sevofluran karena memiliki efek terhadap
kardiovaskular cukup stabil.Dan setelah pemberian sevofluran dihentikan maka
cepat dikeluarkan oleh tubuh.Pada kasus ini juga diberikan medikasi propofol,
dimana pemberian propofol ini bertujuan pada tekhnik anestesi yang dilakukan
yaitu teknik anestesi spontan dengan pipa endotrakeal. Pemberian propofol pada
teknik ini diharapkan pasien tertidur dengan reflex bulu mata hilanghingga mempermudah
dikakukan intubasi.
Pada pasien ini
diberikan medikasi durante operasi yaitu fentanyl 25mcg dan antrain secara
intravena. Indikasi pemberian fentanyl adalah sebagai anesthesia rumatan untuk
menjaga kedalaman anestesi dengan cara mengatur kosentrasi didalam tubuh
pasien. Indikasi pemberian antrain durante
operasi yang bekerja sebagai analgesik bertujuan untuk meringankan rasa sakit
Asuhan keperawatan
intra anastesi pada pasien operasi labioplasty yang ditegakan penulis adalah
resiko cedera berhubungan dengan prosedur operasi seperti perdarahan dan
tindakan anastesi ini dikarenakan lokasi operasi berada dijalan nafas. Saat
pasien dalan keadaan terbius maka pernafasn pasien akan dikontrol oleh petugas
anastesi dikarenakan adanya pemberian obat pelumpuh otot. Maka jika terjadi
kelalaian maka akan terjadi masalah yang serius, maka dilakukan pemantauan
system tubuh seperti TD, HR, Saturasi dan perdarahan tiap 5menit selama jalanya
operasi sehingga petugas anastesi bisa
menilai jika terjadi kegawatan. Pemanatauan pemberian terapi cairan
untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat perdarahan dan penguapan harus
diperhatikan. Selain itu pemberian obat anastesi agar pasien tidak bangun
selama jalanya operasi juga harus diperhitungkan, agar operator bisa bekerja
lebih tenang.
1.3 Pasca Operasi
Setelah fungsi tubuh sudah kembali
maka akan dilakukan pengakhiran anastesi dan penulis mengangkat diagnosa
keperawatan anastesi adalah Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan sekeret dari tindakan anastesi maupun tindakan operasi
dikarenakan pasien yang terpasang ett dan prosedur operasi didaerah jalan nafas
ditambah pasien juga dalam keadaaan batuk menambah jumalh sekert dijalan nafas
dan apibal tidak diatasi dengan penyedotan akan menyumbat jalan nafas yang bisa
mengakibatkan pasien kekurangan oksigen.
Selain
itu penilaian criteria pulih sadar juga dilakukan agar bisa menilai pasien bisa
atau layak di transfer ke ruangan rawat inap dengan aman . Melibatkan keluarga
dengan menyuruh orang tua pasien masuk agar anak bisa lebih tenang dan
kecemasan orang tua juga menurun.
Penilaian
tanda-tanda vitalselama di ruangpemulihan juga dilakukan dengan memamntau
setiap 5 menit selam 90 mennit sehingga pasien benar-benar layak di transfer.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Labiopalatoskiziz
merupakan gangguan dari lahir dan harus dioperasi untuk mengambalikan dalam
keadaan normal,
2. Tujuan
Pemberian pelayanan asuhan keperawatan pre anastesi adalah dilakukan pengkajian
dan persiapan alat kesehatan dan obat anastesi maupun obat emergency agar tidak
terjadi cedera dalam pemberian pelayan anastesi dan pembedahan
3. Kecemasan
pasien dan keluarga bisa ditanggulangi denganpemeberian penjelasan tentang
tindakan operasi dan anastesi. Selain itu melibatkan keluarga dalam pengawasan
pasien sangat dibutuhkan agar pasien merasa aman dan nyaman berada diruang
operasi
4. Pencegahan
cedera di intra operasi bisa dilakukan dengan pengawasan tanda-tanda vital,
menjaga system pernafasan, pemberian obat-obatan dan pemberian terapi cairan
5. Pengakhiran
anastesi pada kasus labioplasty ini masalah yang muncul adalah bersihan jalan
nafas tidak efektif akibat menumpuknya sekret akibat tindaka anastesi dan
pembedahan yang bisa ditanggulangi dengan penyedotan, pemberian oropharyngeal
air way dan pengaturan posisi
6. Pasca
operasi sampai pasien pindah ke ruang rawatinap maka harus dikembalikan fungsi
tubuh dengan menilai criteria pulih sadar sebagai criteria pindah ruangan
A.
Saran
1.
Dalam memberikan asuhan perawat anastesi
harusnya petugas juga meliha resiko infeksi dari RS yang dapat di tularkan ke
pasien atau yang bisa ditularkan ke petugas dengan kesadaran mencuci tangan
sebagai pemutus rantai infeksi
2.
Dalam penulisan makalah ini penulis sulit
mencari bahan baku dalam pendokumentasian dan sumber referensi untuk menegkan
suatu asuhan keperawatan anastesi yang berbeda dengan asuhan keperawatan secara
umum
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismanti
R. 2012. Tesis Pengalaman Ibu dalam
Memberi Nutrisi Pada Anak dengan Malformasi Fasial di Rumah Sakit Umum Serang.
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas
Indonesia. Di akses tanggal 19 Maret 2016. URL: http://lib.ui.ac.id/20297802-T29788%2520-%2520pengalaman%2520ibu.pdf
2. Mangku, Gde, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi. Jakarta : PT Indeks
3. Behrman
R.E, Kliegman R.M, Arvin A.M. 2000. Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta: EGC
4. Pohan
F. 2012. Cleft Lip (Labioschisis).
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Di akses
tanggal 19 Maret 2016. URL: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31860/4/chapter%252011.pdf
5. Behrman
R.E, Kliegman R.M, Arvin A.M. 2000. Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta: EGC
6. Muhiman
M, Thaib M.R dkk. 2004. Anestesiologi.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi FKUI
7. Katzung,
Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan
Klinik (Basic Clinical Pharmacology). Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Salemba Medika
8. Utoyo.
2015. Pengaruh Penyinaran Infra Merah
terhadap Waktu Flatus pada Pasien Post SC dengan anestesi Spinal di RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Di akses tanggal 19
Maret 2016. URL: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/154/jtptunismus-gdl-utoyonimg2-7663-3-babii.pdf
9. Edward
morgan et al. 2006. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill
Companies.
10. Peter
J. Davis. 2010. Perioperative Crystalloid
and Colloid FluidManagement in Children: Where Are We and How DidWe Get Here?
Vol 110. No. 2. Departments of *Anesthesiology, and Pediatrics, University
of North Carolina, Chapel Hill, North Carolina; and Department of
Anesthesiology, Children’s Hospital of Pittsburgh of UPMC, Pittsburgh,
Pennsylvania
11. Awal
Bros hospital, Modul Pelatihan Penata
Anastesi. 2018. Batam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar