Sabtu, 16 Oktober 2010

konsep keluarga sejahter

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan program keluarga berencana (KB). Angka kelahiran (Total fertility rate), jumlah rata-rata anak dalam keluarga menurun dari 56 orang (Tahun 1970), menjadi 2,78 orang perkeluarga pada tahun 1997 (SDKI 1997).
Telah terwujudnya keluarga kecil.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan konsep keluarga sejahtera
2. Tujuan khusus
Mampu menerapkan konsep keluarga sejahtera dan mengerti konsep keluarga






BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi
KELUARGA SEJAHTERA adalah dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang sama, selaras, seimbang, antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. ( Wahit I qbal Mubarak dkk, 2006 : 270)
KELUARGA adalah Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga. ( Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006 : 255 )
KELUARGA BERENCANA adalah Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan untuk mewujudkan keluarga kecil,bahagia dan sejahtera
KUALITAS KELUARGA adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, mental, spiritual dan nilai-nilai agama, dasar mencapai keluarga sejahtera



B. Tipe Keluarga
keluarga merupakan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui tipe keluarga:
a. Tipe keluarga Tradisional
1. keluarga inti
yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung atau angkat).
2. keluarga besar
yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain misalnya : kakek, nenek, paman, bibi dll.


3. keluarga Dyad
yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak.
4. single-parent
yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak (kandung atau angkat).kondisi ini disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5. single adult
yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa hidup sendiri


6. keluarga usila
yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang sudah berusia lanjut

b. Tipe Non Tradisional
1. “commune famili”
yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah, hidup serumah.
2. orang tua(ayah-ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga.
3. “Homeseksual”
yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah.

C. Tujuan Keluarga Sejahtera
1. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang masalah yang dihadapi
2. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menganalisa potensi dan peluang yang dimilikinya
3. Meningkatnya kemauan masyarakat dalam memecahkan masalahnya secara mandiri
4. Meningkatnya gotong royong dan kesetiakawanan social dalam membantu keluarga khususnya keluarga prasejahtera untuk meningkatkan kesejahteraannya





D. Tahapan Keluarga
1. KELUARGA PRA SEJAHTERA
keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal seperti pengajaran agama, sandang, pangan,papan, kesehatan.
2. KELUARGA SEJAHTERA TAHAP 1
keluarga dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal (sesuai kebutuhan dasar pad keluarga pra sejahtera) tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologis keluarga seperti pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan.
Indicator keluarga sejahtera tahap 1 :
a. melaksanakan ibadah menurut agama yang dianutnya masing-masing.
b. makan dua kali sehari atau lebih
c. memiliki pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
d. memiliki rumah yang sebagian besar lantainya bukan dari tanah
e. bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin berKB dibawa kesarana kesehatan

3. KELUARGA SEJAHTERA TAHAP 2
keluarga-keluarga yang tak dapat memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan psikologis tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan perkembangan (menabung dan memperoleh informasi)


Indikator keluarga sejahtera tahap 2 :
a. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur
b. makan dua kali sehari atau lebih
c. pakaian yan berbedauntuk berbagai keperluan
d. lantai rumah bukan dari tanah
e. kesehatan anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa kesarana kesehatan atau petugas kesehatan
f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama masing-masing
g. paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur
h. seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru pertahun
i. luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni
j. seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing
k. paling kurang satu keluarga 15 tahun keatas berpenghasilan tetep
l. seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bias baca tuli huruf latin
m. anak usia sekolah 7-15 tahun bersekolah pada saat ini
n. bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi( kecuali sedang hamil)

.
4. KELUARGA SEJAHTERA TAHAP 3
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, social psikologis dan pengembangan keluarganya, tetepi belum dapat memberikan sumbangan(kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur.
Indokator keluarga sejahtera tahap 3 :
a. upaya keluarga meningkatkan/menambah pengetahuan agama
b. keluarga mempunyai tabungan
c. makan bersama paling kurang sekali sehari
d. ikut serta dalam masyarakat
e. rekreasi bersama/penyegaran paling kurang sekali dalam sebulan
f. memperoleh berita dari surat kabar, radio, Tv, majalah
g. anggota keluarga mampu menggunakan transportasi



5. KELUARGA SEJAHTERA TAHAP 3 PLUS
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, social psikologis dan pengembangannya telah terpenuhi serta memiliki keperdulian social yang tinggi pada masyarakat.
Indicator pada keluarga sejahtera tahap 3 plus :
a. memberikan sumbangan secara teratur(dalam waktun tertentu) secara sukarela dalam bentuk materi kepada masyarakat
b. aktif sebagai pengurus yayasan/institusi dalam kegiatan kemasyarakatan

E. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA
- diatur melalui PP No 21 TH 1994, Pasal 2:
pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan melalui pengembangan kualitas keluarga diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu oleh masyarakat dan keluarga.
- TUJUAN :
mewujudkan keluarga kecil bahagia, sejahtera bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,pruduktif, mandiri dan memiliki kemampuan untuk membagun diri sendiri dan lingkungannya

F. POKOK-POKOK KEGIATAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

1. Pembinaan Ketahanan Fisik Keluarga
kegiatan-kegiatan yang bersifat meningkatkan ketahanan fisik keluarga

Contoh :
pembinaan gizi keluarga termasuk gizi ibu hamil, stimulasi pertumbuhan balita, pembinaan kesehatan lingkungan keluarga, usaha tanaman obat keluarga dll
2. Pembinaan Ketahanan Non Fisik Keluarga
kegiatan-kegiatan yang bersifat meningkatkan ketahanan non fisik keluarga
contoh :
pembinaan kesehatan mental kelurga, stimulasi perkembangan balita, konseling keluarga dll












BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Kita mampu memahami konsep keluarga sejahtera
2. Kita mampu menerapkan konsep keluarga sejahtera



B. SARAN
Diharapkan pada seluruh pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan dalam proses belajar mengajar khususnya pada keluarga












DAFTAR PUSTAKA

Iqbal Mubari Wahid dkk, 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : 270-272

Minggu, 03 Oktober 2010

askep asfiksia neonatus

BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Neonatus adalah bayi yang baru lahir sampai berumur 28 hari, Neonatus harus diperiksa untuk menetukan apakah bayi ini keadaanya normal atau ada kelainan. Bayi baru lahir (neonatus) yang normal masa kandunganya antara 37-42 minggu (aterm) dimana berat lahirnya anatara 2500-3000 gram dan keadaan umumnya adalah sehat ini bisa diketahui dengan pemeriksaaan APGAR yang indikator pemeriksaanya adalah A (Apperence / Warna kulit), P (Pulsrate / Nadi), G (Gamace / Reaksi terhadap Ransangan), A (Activity / aktivitas), dan R (Respiractory).
Neonatus yang tidak normal biasanya diakibatkan oleh beberapa faktoe seperti faktor ibu (Kurang Gizi, Penyakit kronik, dll) maupun faktor janin (cacat bawaan) yang bisa mengakibatkan Neonatis mengalami kelainan seperti gagal nafas atau Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Angka Kematian Bayi di Indonesia 35 per 1000 kelahiran hidup. (Azrul Azwar : 2005).Tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan oleh asfiksia neonatorum (49-60 %), infeksi (24-34 %), permaturus/BBLR (15-20 %), trauma persalinan (2-7 %) dan cacat bawaan (1-3%). (Manuaba, 1998 : 5).
Berdasarkan latar belakang ini kami tertarik mengambill topik tentang Asfiksia Neonatorum











II. TUJUAN
A. TUJUAN UMUM
Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Asfiksia Neonatus dan Asuhan Keperawatannya
B. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk memahami teoritis tentang Asfiksia Neonatus ( Defenisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Medis)
b. Untuk mengetahui Tindakan Keperawatan yang tepat untuk kasus Asfiksi Neonatus
c. Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak yang diberikan oleh Ibuk Isesreni, S.Kp

BAB II
ISI
KONSEP TEORITIS ASFIKSIA NEONATUS

I. DEFENISI
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001) Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna kulit Pucat Kebiru-biuran
Tonus otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negatif Positif
Bunyi jantung Tidak teratur Teratur
Prognosis Jelek Lebih baik
(Mochtar, 1998 : 428).
Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Yang Dinilai 2 1 0 Nilai
Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada
Denyut jantung > 100/menit < 100/menit Tidak ada
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA

Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0
Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

II. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
A. Asfiksia dalam kehamilan
- Penyakit infeksi akut
- Penyakit infeksi kronik
- Keracunan oleh obat-obat bius
- Uraemia dan toksemia gravidarum
- Anemia berat
- Cacat bawaan
- Trauma
B. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
- Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
- Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
- Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
- Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
- Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
- Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
- Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
- Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
- Trauma dari dalam : akibat obet bius.
C. Penyebab asfiksia Stright (2004)
a. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
b. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal
c. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
d. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
e. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

III. PATOFISIOLOGI
Pada bayi yang kurang bulan. Biasanya akan mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnue yangdikenal sebagai apnue primer.Akibat obat-obat yang diberikan / diminum oleh ibu merupakan pemberian perangsang dan oksigen selama periode apnue primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan, kondisi ini menyebabkan pernafasan megap-megap dan tonus otot menurun.
Hipoksia inpartu Pada awal asfiksia darah lebih banyak dialirkan keotak dan jantung, dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang (Sarwono, 349). Salah satu faktor penyebab terjadinya asfiksia adalah karena faktor ibu, antara lain : pre eklamsia dan eklampsia, perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan). Faktor yang menyebabkan penurunan sirkulasi utero plasenter yang berakibat menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan asfiksia bayi baru lahir antara lain : lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
Faktor bayi Ada kacanya asfiksia terjadi tanpa didahului gejala dan tanda gawat janin, umumnya hal ini disebabkan oleh bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia batu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, kelainan bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif. Penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
- Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
- Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
- Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
- Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
- Bayi pucat dan kebiru-biruan
- Usaha bernafas minimal atau tidak ada
- Hipoksia
- Asidosis metabolik atau respirator
- Perubahan fungsi jantung
- Kegagalan sistem multiorgan
- Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

V. PENATALAKSANAAN MEDIS
A. Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) :
- Siapkan obat
- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
o Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
o Tabung O2 terisi
o Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.
- Pada waktu bayi lahir :Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.
Langkah awal dalam menajemen Asfiksia Neonatus ini adalah:
- Berikan kehangatan
o Letakkan bayi di bawah alat pemancar panas
o Bayi kurang bulan à harus









- Posisikan, bersihkan jalan napas (bila perlu)
 Letakkan bayi dgn kepala sedikit tengadah
 Terlentang atau miring
 Leher sedikit tengadah/ekstensi
 Gulungan kain di bawah bahu

Bila ada mekonium & bayi tidak aktif

Bila bayi :
• depresi pernapasan
• tonus otot kurang
• FJ < 100 kali/ menit

à hisap mekonium dari trakea
sebelum bernapas



Langkah - langkah
 O2 aliran bebas
 Pasang laringoskop, hisap dgn kateter penghisap no.12F/14F
 Masukkan pipa ET
 Sambung pipa ET ke alat penghisap
 Lakukan penghisapan sambil menarik keluar pipa ET
 Ulangi bila perlu atau bila resusitasi harus segera dilanjutkan

Bila tidak ada mekonium

 Lendir dibersihkan
 Mulut & hidung : usap; hisap
 Lendir kental à kepala dimiringkan à lendir berkumpul di pipi à mudah dibersihkan
 Alat penghisap mekanik
à tekanan negatif 100 mmHg
 Mulut à hidung
 Terlalu kuat / terlalu dalam
à refleks vagus à bradikardi/ apnu
 Penghisapan singkat & lembut
à cukup u/ membersihkan lendir

- Keringkan, rangsang, perbaiki posisi
Setelah jalan napas bersih à keringkan, rangsang pernapasan, letakkan pada posisi yang benar
 Posisi & menghisap lendir à cukup merangsang pernapasan
 Mengeringkan tubuh & kepala bayi à memberi rangsangan dan mengurangi kehilangan panas
 Sambil mengeringkan, pastikan posisi kepala agar jalan napas tetap terbuka
 Rangsang taktil à membantu bayi bernapas

 Cara yang aman :
1. Menepuk / menyentil telapak kaki
2. Menggosok punggung, perut,
dada atau ekstremitas

Tindakan berbahaya Kemungkinan akibat
Menepuk punggung Perlukaan
Menekan rongga dada Patah tulang pnemotoraks, distres pernapasan, kematian
Menekankan paha ke perut Pecahnya hati atau limpa
Mendilatasi sfingter ani Robeknya sfingter ani
Menggunakan kompres dingin Hipotermi, hipertermi, luka bakar
Menggoyang-goyang tubuh Kerusakan otak
Perlu diperhatikan!
 Perangsangan yang terlalu bersemangat tidak menolong & dapat menimbulkan cedera yang berat. Bayi jangan digoyang-goyang

 Meneruskan perangsangan taktil pada bayi yang tidak bernapas membuang waktu yang berharga. Untuk bayi yang tetap tidak bernapas, berikan VTP.

- Beri oksigen (bila perlu)
 Bila bayi bernapas tetapi tetap sianosis à berikan oksigen aliran bebas
 Pada langkah awal: setelah hisap lendir, pengeringan, rangsangan taktil à bayi bernapas tapi sianosis à beri oksigen aliran bebas
 Cara:
1. Balon tidak mengembang sendiri
2. Pipa oksigen
3. Sungkup oksigen

 Kadar oksigen : 100%
 Aliran oksigen: minimal 5 L / menit
 Bila bayi kemudian kemerahan
à hentikan secara bertahap
 Bila sianosis menetap à VTP dan/ atau evaluasi PJB








Hangat, posisi benar, jalan napas bersih, kering, rangsangan taktil, oksigen kalau perlu à menilai bayi

 Pernapasan à adekuat
 FJ à > 100 kali/menit (menghitung dlm 6 detik, kalikan 10)
 Warna kulit à kemerahan

Bila satu / lebih à tidak normal à VTP


 Kesimpulan & tindakan selama resusitasi ditentukan oleh:
 Usaha napas
 FJ
 Warna kulit

Usaha-usaha
 Penghisapan lendir: mulut dahulu baru hidung
 Rangsangan taktil:
 Menepuk/menyentil telapak kaki
 Menggosok punggung
 Melanjutkan rangsangan taktil pada bayi apnu à tidak berguna
 Bila apnu menetap à VTP
 O2 aliran bebas tidak dapat diberikan dengan menggunakan balon mengembang sendiri

Balon mengembang sendiri








Keuntungan:
 Selalu akan terisi setelah diremas, walau tanpa sumber gas.
 Katup pelepas tekanan mengurangi pengembangan yang berlebihan

Kerugian :
 Tetap mengembang walaupun tidak terdapat lekatan antara sungkup dan wajah pasien.
 Memerlukan pemasangan reservoar O2 untuk dapat memberikan O2 mendekati kadar 100%.
 Tidak dapat memberikan O2 aliran bebas 100%.

- Karakteristik balon resusitasi untuk ventilasi BBL
- Ukuran balon: £ 750 mL
 Bayi perlu: 15-25 mL tiap ventilasi (5-8 mL/kg)
- Dapat memberikan O2 90%-100%
 Sumber O2 100% disambungkan ke B.T.M.S atau B.M.S + reservoar
 Catatan: udara kamar
- Dapat menghindari tekanan yang ber >>an
 alat penyelamat
- Ukuran sungkup sesuai
 menutupi dagu, mulut, hidung
 tidak menutupi mata



- Reservoar Oksigen
Ujung tertutup

Ujung terbuka



Reservoar




… CARA KERJA Balon mengembang sendiri
 Besarnya tekanan & volume yang diberikan pada setiap napas tergantung pada:
 Kekuatan meremas balon
 Adanya kebocoran antara sungkup & wajah bayi.
 Batas tekanan yang dipasang pada katup pelepas tekanan
Sebelum ventilasi dgn balon & sungkup, perlu dipikirkan:
 Pilih sungkup ukuran yang sesuai
 Jalan napas terbuka
 Posisi kepala bayi
 Posisi penolong


Sebelum ventilasi dgn balon & sungkup, perlu dipikirkan:
 Pilih sungkup ukuran yang sesuai
 Jalan napas terbuka
 Posisi kepala bayi
 Posisi penolong

 Tekanan pada ventilasi
 Pernapasan awal segera setelah lahir : > 30 cmH2O
 Paru normal: 15 - 20 cmH2O
 Paru yang sakit atau imatur : 20 – 40 cmH2O

 Kecepatan Melakukan Ventilasi
 40-60 kali/menit







Ada 3 tanda perbaikan:

 Peningkatan frekuensi jantung

 Perbaikan warna kulit

 Adanya napas spontan

 Bila bayi tidak menunjukkan perbaikan
 Dengan VTP, sebagian besar bayi membaik
 Bila tidak membaik:
 Apakah gerakan dada adekuat?
 Apakah lekatan sungkup & wajah cukup erat?
 Adakah sumbatan jalan napas karena posisi kepala tidak benar atau sekresi dalam hidung, mulut, atau farings?
 Apakah balon berfungsi baik?
 Apakah tekanan adekuat?
 Apakah udara dalam lambung mengganggu pengembangan dada
 Ingat! Melakukan ventilasi
yang efektif merupakan kunci keberhasilan hampir semua resusitasi neonatus

 Bila kondisi tetap buruk atau gagal membaik & FJ < 60 kali/menit setelah 30 detik VTP yang adekuat
à langkah selanjutnya Kompresi Dada

KOMPRESI DADA
 Indikasi Kompresi Dada
Bila setelah 30 detik dilakukan VTP dengan 100% O2, FJ tetap < 60 kali/menit

Apa itu kompresi dada?
Disebut sebagai: External Cardiac Massage

Kompresi yang teratur pd tulang dada, termasuk:
 Kompresi jantung ke arah tulang belakang
 Meningkatkan tekanan intratorak
 Memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital

Dilakukan bersama VTP

 Diperlukan 2 orang:
 1 orang à kompresi dada, 1 orang lagi à melanjutkan ventilasi
 Pelaksana kompresi à menilai dada & menempatkan posisi tangan dgn benar
 Pelaksana ventilasi à mengambil posisi di kepala bayi agar dapat menempatkan sungkup wajah secara efektif & memantau gerakan dada

Ada 2 teknik:
 Teknik ibu jari à kedua ibu jari u/ menekan tulang dada, sementara kedua tangan melingkari dada & jari-jari tangan menopang bagian belakang bayi.
 Teknik dua jari à ujung jari tengah & jari telunjuk atau jari tengah & jari manis dari satu tangan u/ menekan tulang dada. Tangan yang lain untuk menopang bagian belakang bayi.

 Utk ke2 teknik kompresi dada:
 Posisi bayi:
 Topangan yang keras pada bagian belakang bayi
 Leher sedikit tengadah
 Kompresi:
 Lokasi, kedalaman penekanan & frekuensi sama











 Lokasi u/ kompresi dada







 Kedalaman + 1/3 diameter antero-posterior dada
 Lama penekanan << lama pelepasan à curah jantung maksimal







 Frekuensi
 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit [ Rasio 3 : 1
 11/2 detik 3 kompresi dada, 1/2 detik 1 ventilasi [ 2 detik (1 siklus
 )









Jika FJ > 60 kali/menit


 Setelah 30 detik kompresi dada dan ventilasi, periksa FJ. Jika FJ:
 Lebih dari 60 x/menit, hentikan kompresi dada dan lanjutkan ventilasi pada 40-60 kali/menit.
 Lebih dari 100 x/menit, hentikan kompresi dada dan hentikan ventilasi secara bertahap jika bayi bernapas spontan.
 Kurang dari 60 x/menit, lakukan intubasi, jika belum dilakukan à cara yang lebih terpercaya u/ melanjutkan ventilasi dan memberikan epinefrin.



B. Penatalaksanaan untuk Asfiksia :
Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.
a. Apgar Score 7 – 10 :
- Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.
- Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.
- Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
b. Apgar Score 4 – 6 :
- Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
- Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik.
- Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong ( lebih baik yang dihangatkan )
c. Apgar Score 4 – 6 dengan detik jantung > 100
- Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.

d. Apgar Score 0 – 3 :
- Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermia dengan segala akibatnya.
- Jangan diberi rangsangan taktil.
- Jangan diberi obat perangsang napas.
- Segera lakukan resusitasi.

C. RESUSITASI
Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi
- Bersih dari mekonium
o Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion à perlu intubasi dan penghisapan trakea sebelum melakukan langkah resusitasi lain.
o Keputusan : dalam beberapa detik
- Bernapas/menangis
o Perhatikan dada bayi
o Tidak ada usaha napas à perlu intervensi
o Megap-megap à perlu intervensi
- Tonus otot
o Tonus otot baik : fleksi & bergerak aktif
- Kemerahan
o Kemerahan
o Sianosis sentral vs sianosis perifer
o Hanya sianosis sentral à perlu intervensi
- Apgar Score 0 – 3 :
o Jangan diberi rangsangan taktil
o Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
o Mouth to tube atau pulmonator to tube
o Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouthrespiration atau mask and pulmonator respiration
o kemudian bawa ke ICU.

D. Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 – 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
- Ventilasi tetap dilakukan. pada detak jantung

VI. KOMPLIKASI
A. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
B. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
C. .Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
D. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

WOC
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama, umur, tempat/tgl lahir, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan ayah/ibu, agama, alamat.

2. RIWAYAT KESEHATAN
a) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan klien Dirawat di Rumah sakit. Seperti tidak bisa bernafas dengan baik, sianosis.
b) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pada riwayat perjalanan ini, diuraikan secara kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan penderita sebelum ada keluhan sampai bayi dibawa ke rumah sakit (bagaimana keadaan bayi dari lahir dan obat-obatan apa yang telah diberikan).
c) Riwayat antenatal,
Yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal yaitu:
Keadaan ibu selama hamil dengan penyakit anemia, hipertensi, gizi buruk, penyakit kolagen : infeksi maternal seperti rubella, tumor uterus, kebiasaan merokok, ketergantungan obat-obatan dengan efek samping teratogenik (anti metabolik, anti konvulsan, trimetadon) atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
d) Riwayat kesehatan keluarga
Gangguan kardiopulmonal, penyakit infeksi, gangguan genetik, diabetes mellitus.

3. PEMERIKSAAN FISIK
. Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pilihan tes dan hasil yang diperkirakan tergantung pada adanya masalah dan komplikasi sekunder.
- PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
- Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
- Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
- Analisa Gas darah
5. POLA FUNGSIONAL
Pola Eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekuensi, jumlah, konsistensi, perhatikan adanya darah dalam feses.
BAK : frekuensi, jumlah.

II. RUMUSAN DIAGNOSA
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
B. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
C. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
D. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
E. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
F. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

III. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.

NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi

Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan

NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.

NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.


DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.

NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan

NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
.

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.

NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan

NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah


DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.

NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu

NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).


DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.

NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.

NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.


DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.

NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan

NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan

NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.

NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.




DAFTAR PUSTAKA

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html

http://alkavoltage.wordpress.com/2009/10/24/asuhan-kebidanan-asfiksia/

http://tuv1234.wordpress.com/2009/12/07/tools-%E2%80%B9-blog-saya-%E2%80%94-wordpress/

http://74.125.153.132/search?q=cache:nge_UljyUqYJ:qwerty.ohlog.com/hubungan-persalinan-preterm-dengan-kejadian-asfiksia.oh75121.html+Asfiksia+livida+adalah&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id

askep hiperparathyroid

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. Hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. . Angka Kejadian
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit ini tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Di Indonesia sendiri kira-kira sekitar 1000 orang diketahui terkena hiperparatiroidisme tiap tahun. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan telah dicangkkok, adakalanya pencagkokan dapat membalikkan hipoparatiroidisme.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas diambil judul makalah adalah Asuhan Keperawatan Teooritis pada pasien Hipertiroidisme



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. Dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan maka ini kita sebut hiperparatiroidisme primer. Jika jumlah yang disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroidisme sekunder. Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. Hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.

B. KLASIFIKASI
1. HIPERPARATIROID PRIMER
a. DEFENISI
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormon paratiroid dan ion kalsium.
Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang.
b. ETIOLOGI
Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
c. PATOFISIOLOGI
Adapun patologi hiperparatiroid primer adalah
• Mungkin akibat dari hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
• Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
• Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan kalsifikasi kornea.



d. MANIFESTASI KLINIS
Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan
• peningkatan kadar hormon hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat serum.
• Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl).
• Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran normal tinggal. Namun, bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan bersamaan, kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat tinggi (15-20mg/dl). Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal
• Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid.
• Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal.

e. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau kadar ion kasium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari satu penyebab sebelum didirikan diagnosis. Uji coba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan diagnosis. Peningkatan kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion kalsium adalah diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam urin sangat diperlukan. Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan pengobatan dengan cara operasi.
f. PENATALAKSANAAN
Penyembuhan
Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:
a. Memaksakan cairan
b. Pembatasan memakan kalsium
c. Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan larutan ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.
d. Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
e. Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
f. Operasi paratiroidektomi
g. Obati penyakit ginjal yang mendasarinya

2. HIPERPARATIROID SEKUNDER
a. DEFENISI
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5) Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780) Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.

b. ETIOLOGI
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid.
c. PATOFISIOLOGI
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung.
d. MANIFESTASI KLINIS
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan oleh hiperkalsemia.
e. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Semua pasien yang menderita gagal ginjal sebaiknya kadar kalsium, fosfor, dan level hormon paratiroidnya dimonitor secara reguler. Pasien hiperparatiroidisme biasanya mempunyai kadar kalsium yang dibawah normal dan peningkatan kadar hormon paratiroid.
f. PENATALAKSANAAN
Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.

3. HIPERPARATIROID TERSIER
a. DEFENISI
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
b. ETIOLOGI
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.
c. PATOFISIOLOGI
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat sering naik.
d. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme sekunder akut.
e. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid

C. FAKTOR PENCETUS
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.
D. PATOFISIOLOGI
Sekitar 6-10 % kasus berawal dari adenoma pada lobus inferior kelenjar paratiroid. Adenoma paratiroid bisa terdapat di thymus, tiroid, pericardium, esophagus bagian belakang. Adenoma biasa beratnya 0,5-5 gram tapi bisa juga beratnya 10-20 gram. Chief cells sering dominan pada hiperplasia atau adenoma. Adenoma kadang-kadang encapsulated berbentuk lingkaran dengan jaringan sekitar. Dengan hiperplasia chief cell, pembesaran bisa asimetrik yang terlihat sangat nyata. Karsinoma paratiroid biasanya karakternya tidak agresif. Daya hidup jangka panjang tanpa rekurens jika operasi yang dilakukan dalam mengangkat kelenjar tanpa menimbulkan rupture dari kapsul. Karsinoma paratiroid yang rekuren biasanya tumbuhnya lambat dengan penyebarannya ke leher, dan operasi untuk koreksi ulang mungkin dapat dilakukan. Karsinoma paratiroid akan lebih agresif jika ada metastasis (ke paru, hepar, dan tulang) ditemukan pada saat permulaan operasi. Jika kadar kalsium antara 3,5-3,7 mmol / L (14-15 mg / dL) merupakan tanda awal adanya karsinoma dan tindakan yang harus dilakukan adalah mengangkat kelenjar yang abnormal dengan perhatian akan rupturnya capsul.
Pada hiperparatiroidisme, kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Resorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH. Dalam non hiperparatiroid hiperkalsemia, tidak ada kompensasi ginjal dan traktus intestinal pada kalsium yang normal. Mekanisme ini tidak berlaku pada saat peningkatan PTH bersamaan dengan hiperkalsemia. Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang dapat menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).
Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ. Kadar vitamin D dalam tubuh dapat berkurang pada keadaan hiperparatiroid, yang mungkin mengurangi kadar kalsium dalam sirkulasi. Metabolisme vitamin D dapat menjadi gangguan pada gagal ginjal kronik, yang menghambat absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal. Penipisan kadar kalsium yang progressive dari tulang oleh PTH dan penurunan absorpsi gastrointestinal dari usus mengarah ke osteomalasia dan osteitis fibrosa cystica tahap lanjut ( sangat jarang dijumpai sekarang). Peranan fosfat serum juga sangt penting. Reabsorpsi tubular ginjal untuk fosfat berkurang karena PTH, awal untuk hiperfosfaturia dan penurunan kadar fosfat serum. Hipofosfatemia sebenarnya dapat memperburuk hiperkalsemia dengan meningkatkan sekresi bentuk aktif vitamin D di ginjal.


E. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme adalah asimtomatik. Manifestasi utama dari hiperparatiroidisme terutama pada ginjal dan tulang.
• Kelainan pada ginjal terutama akibat deposit kalsium pada parenkim ginjalatau nefrolitiasis yang rekuren. Dengan deteksi dini, komplikasi ke ginjal dapat berkurang pada ± 20 % pasien. Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien episode berulang dari nefrolitiasis atau pembesaran kalikuli ginjal dapat mengawali obstruksi traktus urinarius, infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan retensi fosfat.
• Manifestasi ke tulang dari hiperparatiroidisme adalah osteitis fibrosa cystica. Osteitis fibrosa cystica sangat jarang terjadi pada hiperparatiroidisme primer. Secara histologis, gambran patognomonik adalah peningkatan giant multinukleal osteoklas pada lakuna Howship dan penggantian sel normal dan sumsum tulang dengan jaringan fibrotik. Pada pasien disertai dengan gejala disfungsi sistem saraf pusat, nervis dan otot perifer, traktus gastrointestinal, dan sendi. Manifestasi dari neuromuscular termasuk tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), mudah lelah, dan atrofi otot yang mungkin menyolok adalah tanda kelainan neuromuscular primer.
• Manifestasi pada traktus gastrointestinal kadang-kadang ringan dan termasuk kelainan abdominal yang agak susah didiagnosis, kelainan lambung dan pancreas. Pada MEN 1 pasien dengan hiperparatiroidisme ulkus duodenum mungkin akibat dari tumor pancreas yang meningkatkan jumlah gastrin Khondrokalcinosis dan pseudogout frekuensinya kurang pada hiperparatiroidisme yang di skrining dari beberapa pasien. Efek dari hiperkalsemia adalah sebagai berikut:
a. Sistem saraf pusat: Perubahan mental, penurunan daya ingat, emosional tidak stabil, depresi, gangguan tidur, koma.
b. Neuromuscular: Tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), rasa sakit pada sendi dan otot akibat penimbunan kalsium, pruritus, dan pergerakan tangan yang abnormal pada saat tidur.
c. Gastrointestinal: Ulkus peptikum, pankreatitis, nausea, vomiting, reflux, dan kehilangan nafsu makan.
d. Kardiovaskular: Hipertensi.
e. Mata: Konjunctivitis, keratopathy.
f. Kulit: Pruritus.

F. KOMPLIKASI
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
a. Kalsium serum meninggi
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
Foto Rontgen:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
• Kausal: Tindakan bedah, ekstirpasi tumor.
• Simptomatis: Hiperkalsemia ringan (12 mgr % atau 3 mmol / L) dan Hidrasi dengan infuse Sodium chloride per os
• Dosis-dosis kecil diuretika (furosemide) Hiperkalsemia berat (> 15 mgr % atau 3,75 mmol / L):
• Koreksi (rehidrasi) cepat per infuse
• Forced diuresis dengan furosemide
• Plicamycin (mitramcin) 25 ug / kg BB sebagai bolus atau infus perlahn-lahan (1-2 kali seminggu)
• Fosfat secara intravena (kalau ada indikasi)
• Dialysis peritoneal, kalau ada insufisiensi ginjal.
• Pencegahan Komplikasi
o Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
o Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuatn dan memperlambat pengraphan tulang.
o Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.
o Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.
o Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.



WOC HIPER PARA TIROID
Adenomali Gagal ginjal akut
Pembesaran sel-sel parathyroid defisiensi Vit.D Hipokalsemia
Hiperparatiroid
Peningkatan Ca di darah

Efek pada syaraf Efek di ginjal efek di tulang efek di gastrointerstinal Penimbunan Ca di ektra sel

Ggn neuro muskuler Hiperkalsiuria kadar Ca di tulang menipis penurunan reabsorbsi Ca terbentuk nodul jaringan sub kutis
Gangguan dilambung Nyeri kulit
Mudah lealh nefrolithiasis osteomalaisa osteotis fibrosa chystika anoreksia mual

obstruksi saluran kemih nyeri tulang dan sendi muntah

gerakan tubub kurang


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. Pengkajian
Tidak tedapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroid. Diperlukan riwayat kesehatan yang lengkap dari klien untuk mencari apakah terdapat factor resiko.
Beberapa riwayat kesehatan yang dapat diperoleh dari pasien antara lain:
1. Data Subyektif
 Data subyektif berikut diperoleh dari pasien :
 Adanya ketidaknyamanan ( nyeri tulang ), lemah atau parestesia.
 Pola eliminasi ( konstipasi, poliuria )
 Penggunaan obat
 Riwayat diet
 Pengetahuan mengenai kondisi
2. Data oyektif
 Data obyektif meliputi hal- hal berikut :
 Status mental ( tanda- tanda perubahan perilaku )
 Asupan dan keluaran setiap 8 jam
 Berat badan tiap hari
 Kelemahan otot –otot
 Kadar elektrolit ( kalsium, fosfor )
 Keadaan kulit, rambut, dan kuku
Klien mungkin menunjukkan perubahan psikologis seperti letargi, mengantuk, penurunan memory, dan labilitas emosional, semua manifestasi yang tampak pada hiperkalsemia.
Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
1. Riwayat kesehatan klien
2. Riwayat penyakit dalam keluarga
3. Keluhan utama antara lain :
 Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan BB
 Depresi
 Nyeri tulang dan sendi
4. Riwayat trauma atau fraktur tulang
5. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala
6. Pemeriksaan fisik yang mencakup
 Obsevasi dan palpasi adanya deformitas tulang
 Amati warna kulit apakah tampak pucat
 Perubahan tingkat kesadaran
7. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organic seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani dapat menyebabkan kematian
8. Pemeriksaan Diagnostik
Karena keseimbangan metabolisme kalsium dan fosfor melibatkan berbagai system di samping paratiriod ( skeletal, gastrointestinal, dan system urinarius ). Pada saat dilakukan pemeriksaan fungsi paratiroid, maka pasien perlu menjalani diagnostik untuk sistem- sistem tersebut. Hal ini perlu untuk menentukan apakah masalah metabolisme kalsium dan fosfor disebabkan karena gangguan pada metabolisme paratiroid atau karena keadaan penyakit lain. Selain itu, EEG dan EKG serta pemeriksaan konduksi syaraf juga dilakukan untuk mendeteksi hipotonitas atau iritabilitas neuromuskuler.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroid. Hasil pemeriksaan pada hiperparatiroid primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; penurunan kadar serum anorganik, sedangkan kadar kalsium dan fosfat urine akan mengalami peningkatan.
Pada pemeriksaan radiology, akan tampak penipisan tulang dan berbentuk kista dan trabekula pada tulang.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada kasus hiperparatiroid antara lain:
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik ( penyakit kista tulang )
2. Intoleransi asktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan muntah
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebuthan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
5. Kebingungan akut berhubungan dengan usia lebih dari 60 tahun
III. INTERVENSI
Dx I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik ( penyakit kista tulang )
Tujuan : Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang / hilang
NOC : Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil:
- Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
- Mampu mengenal nyeri ( skala , intensitas , frekuensi dan tanda nyeri )
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC: Pain management
- Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya nyeri, dan factor- factor predisposisi.
- Observasi isyarat –isyarat non verbal dari ketidaknyamanan , khususnya dalam ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
- Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
- Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,aplikasi panas-dingin, masase, dll)
- Berikan anelgetik untuk mengurangi nyeri
Keterangan Skala
1. Tidak melakukan
2. Jarang melakukan
3. Kadang melakukan
4. Sering melakukan
5. Selalu melakukan

Dx II: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas dengan normal.
NOC : Activity Tolerance
Kriteria Hasil
- Saturasi oksigen dalam batas normal
- TD dalam batas normal saat beraktivitas
- Rata- rata respirasi dalam batas normal saat beraktivitas
- Melaporkan adanya kekuatan otot
- Mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari
Keterangan Skala
1. Selalu menunjukkan
2. Sering menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Jarang menunjukkan
5. Tidak menunjukkan
NIC : Activity Teraphy
- Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
- Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dari penguatan
- Monitor respon fisik, emosi, social, dan spritual
DX III: Ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dapat terpenuhi
NOC : Fluid Balance
Kriteria Hasil
- Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
- TD,nadi, Suhu dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Keterangan Skala
1. Selalu menunjukkan
2. Sering menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Jarang menunjukkan
5. Tidak pernah menunjukkan

NIC : Fluid Management
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor TTV
- Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
- Kolaborasi pemberian cairan / makanan
- Monitor status nutrisi
- Monitor status hidrasi ( kelembaban membrane, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ) jika diperlukan

DX IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
NOC : Status nutrisi : Masukan nutrisi
Kriteria Hasil
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- Tidak ada tanda –tanda malnutrisi
- Tidak ada penurunan BB yang berarti
Keterangan Skala
1. Tidak menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition management
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

DX V: Kebingungan akut berhubungan dengan umur lebih dari 60 tahun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pasien dapat berorientasi dengan baik
NOC : Kognitif ability
Kriteria Hasil
- Dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar
- Orientasi pasien baik
- Menunjukkan paerhatian pada topik pembicaraan
- Dapat berkonsentrasi dengan baik
Keterangan Skala
1. Selalu menunjukkan
2. Sering menunjukkan
3. Kadang mennjukkan
4. Jarang menunjukkan
5. Tidak pernah menunjukkan
NIC : Reality orientasi
- Monitor kemampuan orientasi pasien
- Gunakan gambar
- atau kalender untuk merangsang ingatan pasien
- Rangsang memori dengan mengingat pengalama masa lalu
- Gunakan media untuk merangsang kemampuan komunikasi verbal pasien
- Sapa pasien dengan nama saat memulai interaksi
- Penuhi kebutuhan tidur pasien
- Informasikan pasien tentang seseorang, tempat, waktu dsb

DAFTAR PUSTAKA