Minggu, 18 Oktober 2020

Asuhan Keperawatan Impaksi Gigi (Odontectomy)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Gigi Impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup padarahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut.1Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal tersebut karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga seringmengalami impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai.1 Hal itulah yang melatarbelakangi penulisan ini, yaitu seringnya molar ketiga mengalami impaksi. Menurut Chu dkk yang dikutip oleh Alamsyah daan Situmorang 28.3% dari 7468 pasien mengalami impaksi, dan gigi molar ketiga mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82.5%).1
Gigi impaksi dapat berupa impaksi seluruhnya yaitu ketika gigi seluruhnya ditutupi oleh jaringan lunak dan sebagian atau sepenuhnya ditutupi oleh tulang alveolus, atau impaksi sebagian, ketika gigi gagal untuk erupsi ke posisi fungsional normalnya.2 
Secara normal, molar ketiga emerge antara umur 18-24 tahun.3 Menurut National Institute for health and Clinical Excellence (NICE), gigi molar yang mengalami impaksi ini bila tidak dicabut, maka akan menimbulkan masalah.4 Masalah yang ditimbulkan adalah perubahan patologis, seperti inflamasi jaringan lunak sekitar gigi, resorpsi akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan lunak, kerusakan gigi sebelahnya, perkembangan kista dan tumor, karies bahkan sakit kepala atau sakit rahang. 4,5 
Insidensi gigi impaksi terjadi hampir pada seluruh ras di dunia, termasuk diantaranya ras Kaukasia.6 Hampir seluruh gigi dapat mengalami impaksi. Penelitian mengenai insidensi terjadinya gigi permanen yang mengalami impaksi menunjukan frekuensi yang tinggi pada gigi molar ketiga maksila dan mandibula, kemudian baru diikuti oleh gigi kaninus. 
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk melihat gambaran impaksi yang terjadi di seluruh dunia. Salah satunya penelitian tersebut menyatakan telah dipastikan bahwa satu dari sebelas molar ketiga mandibula pada usia 15 sampai 35 tahun mengalami impaksi. 7 
Pencabutan gigi molar ketiga ini sudah banyak dilakukan, termasuk di Negara Inggris, yaitu pada  Tahun 1994-1995 ada lebih dari 36.000 pasien dan 60.000 perawatan untuk operasi pencabutan gigi molar ketiga ini, baik pada rahang atas maupun rahang bawah.8  Untuk gigi impaksi lainnya bervariasi dari 5,6 sampai 18,8% pada populasi di dunia. Penelitian di Swedia, tahun 2000, menyatakan walaupun gigi impaksi (selain gigi molar ketiga) hanya mempunyai persentase kecil dalam populasi, tetapi 22,4% pasien disarankan untuk melakukan evaluasi ortodontik.9
Penelitian lainnya yaitu di Indonesia sendiri yang dilakukan pada suku Toraja dan Bugis, tahun 2007, yang menunjukan bahwa 83,33% perempuan suku Bugis dan 89,95% orang perempuan suku Toraja mengalami gigi impaksi molar ketiga mandibula. Serta 86,05% pria suku Bugis dan 82,61% suku Toraja mengalami gigi impaksi molar ketiga mandibula.10 
Dengan angka yang sebagaimana tercantum diatas, terlihat insidensi dan prevalensi dari kasus impaksi makin meningkat. Akan tetapi di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru ada kasus menarik selain meningkatnya tindakan odontectomi untuk tindakan mengatasoi impaksi gigi  yaitu adaya impaksi gigi 8 sampai kearea 0.5 cm dari rongga orbita (mata) sehingga penulis tertarik mengagkat kasus ini dalam laporan seminar.  

1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penulisan ini yaitu Asuhan Keperawatan Pada kasus Impaksi Gigi  8 DI Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis. Asuhan Keperawatan Pada kasus Impaksi Gigi  8 DI Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru


1.4 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan  ini adalah sebagai berikut : 
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai impaksi gigi
2. Memahami dan mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Perioperatih pada kasus Impaksi Gigi dengan benar

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI IMPAKSI
Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya berlawanan dengan gigi lainya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pda sisi yang lain sudah erupsi.7
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup padarahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut.1
Secara umum impaksi adalah keadaan jika suatu gigi terhalang erupsi untuk mencapai kedudukan yang normal. Impaksi gigi dapat berupa gigi yang tumbuhnya terhalang sebagian atau seluruhnya oleh gigi tetangga, tulang atau jaringan lunak sekitarnya.4

B. ETIOLOGI
Etiologi dari gigi impaksi bermacam-macam diantaranya kekurangan ruang, kista, gigi supernumerer, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali dan kondisisistemik.8 Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi. Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. Satu hal yang perlu diperhatikan dan perlu diingat bahwa gigi permanen sejak erupsi tetap tidak berubah.4
Pada umumnya gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta letaknya terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi pada saat gigi susu tanggal tidak terjadi celah antar gigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya impaksi.4
Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh karena faktor kekurangan ruang untuk erupsi. Hal ini dapat dijelaskan antara lain jenis makanan yang dikonsumsi umumnya bersifat lunak, sehingga untuk mencerna tidak memerlukan kerja yang kuat dari otot-otot pengunyah, khususnya rahang bawah menjadi kurang berkembang.5
Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri.9
Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :9
1. Tulang yang tebal serta padat 
2. Tempat untuk gigi tersebut kurang 
3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut 
4. Adanya gigi desidui yang persistensi 
5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat 
Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena :
1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal dan lain-lain. 
2. Daya erupsi gigi tersebut kurang. 

1. Berdasarkan Teori Filogenik 
Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan atau infeksi lokal.6
Ada suatu teori yang menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari zaman dahulu sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin kecil dan ini menimbulkan teori bahwa rahang itu makin lama makin kecil, sehingga tidak dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak dapat diterima, karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila tempat untuk gigi tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh secara normal misalnya letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai gigi terpendam  misalnya  Bangsa  Eskimo,  Bangsa  Indian,  Bangsa  Maori  dan sebagainya.9
Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa sivilisasi mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu bangsa maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang. Kemajuan bangsa mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena bangsa yang maju diet makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan dibandingkan dengan bangsa yang kurang maju. Misalnya bangsa-bangsa primitif lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa modern lebih sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang memerlukan daya untuk mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan stimulasi untuk pertumbuhan rahang.9
2. Berdasarkan teori Mendel
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu sempit oleh karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat
terjadi kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi.4
3. Etiologi Gigi Terpendam Menurut Berger 9
a. Kausa lokal
1. Posisi gigi yang abnormal 
2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga 
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut 
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut 
5. Gigi desidui persintensi (tidak mau tanggal) 
6. Pencabutan gigi yang prematur 
7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosasekeliling gigi 
8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena inflamasi atau abses yang ditimbulkannya 
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak. 
 
b. Kausa umum
1. Kausa prenatal 
a. Keturunan 
b. Miscegenation 
2. Kausa postnatal 
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada anak-anak seperti : 
a. Ricketsia 
b. Anemi 
c. Syphilis kongenital 
d. TBC 
e. Gangguan kelenjar endokrin 
f. Malnutrisi 

3. Kelainan pertumbuhan 
a. Cleido cranial dysostosis 
Terjadi pada masa kongenital dimana terjadi kerusakan atau ketidakberesan dari pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi supernumeri yang rudimeter. 

b. Oxycephali 

Suatu kelainan dimana terdapat kepala yang lonjong diameter muka belakang sama dengan dua kali kakan atau kiri. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan rahang. 

 
C. ANATOMI FISIOLOGI
Gigi (dentis) merupakan bagian yang mengolah makanan saat kita makan. Melalui gigi, makanan dapat kita gigit, potong, sobek, kunyah dan dihaluskan. Sehingga, gigi mencerna makanan secara mekanik. Berdasarkan bentuknya, gigi manusia meliputi gigi seri, gigi taring, gigi geraham depan (premolar) dan gigi geraham belakang(molar). Lihat Gambar1.
Email gigi merupakan lapisan keras berwarna putih yang menutupi mahkota gigi. Tulang gigi, tersusun atas zatdentin. Sumsum gigi (pulpa), merupakan rongga gigi yang di dalamnya terdapat serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah. Itulah sebabnya bila gigi kita berlubang akan terasa sakit, karena pada sumsum gigi terdapat saraf.
Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan sehingga makanan menjadi halus. Keadaan ini memungkinkan enzim-enzim pencernaan mencerna makanan lebih cepat dan efisien.  


 

bentuk gigi manusia

Pada manusia dapat ditemui 4 (empat) macam gigi yang terdapat pada mulut disertai dengan arti definisi dan pengertian yaitu :
1. Gigi Seri (dentis insisivus) adalah gigi yang memiliki satu akar yang berfungsi untuk memotong dan mengerat makanan atau benda lainnya. merupakan gigi yang berada pada bagian depan.  Bentuknya tegak dengan tepi yang tajam, seperti; sekop atau tatah.
2. Gigi Taring (dentis kaninus) adalah gigi yang memilki satu akar dan memiliki fungsi untuk mengoyak makanan atau benda lainnya. Bentuknya lebih tinggi dan runcing.
3. Gigi Geraham Depan (pramolar) adalah gigi yang punya dua akar yang berguna / berfungsi untuk menggilas dan mengunyah makanan atau benda lainnya. Bentuk gigi ini lebih rendah dan lebih rata dengan benjolan-benjolan kecil. 
4. Gigi Geraham Belakang (molar) adalah gigi yang memiliki tiga akar yang memiliki fungsi untuk melumat, menghancurkan, menghaluskan dan mengunyah makanan atau benda-benda lainnya. 
Secara struktural, gigi memiliki beberapa bagian. Bagian yang tampak dari luar dinamakan puncak gigi atau mahkota gigi. Bagian yang tertanam di dalam rahang dinamakan akar gigi. Batas antara puncak dan akar gigi serta tertanam di dalam gusi dinamakan leher gigi.

 

Anatomi Gigi
Anatomi gigi Setiap gigi tersusun atas bagian-bagian sebagai berikut
1. Puncak gigi atau mahkota gigi (korona), yaitu bagian yang tampak dari luar. Setiap jenis gigi memiliki bentuk mahkota gigi yang berbeda-beda.
2. Leher gigi (kolum), yaitu bagian gigi yang terlindung di dalam gusi dan merupakan batas antara mahkota dan akar gigi.
3. Akar gigi (radiks), yaitu bagian gigi yang tertanam di dalam rahang. Akar gigi yang menancap pada tulang rahang tersebut ada yang berjumlah satu dan dua. 
Pada bagian gigi manusia terstruktur / tersusun atas 4 (empat) lapisan/jaringan yakni : 
1. Email adalah bagian mahkota gigi dilapisi oleh lapisan/jaringan keras yang mengandung kalsium dan berfungsi untuk melindungi tulang gigi dengan zat yang sangat keras yang berada di bagian paling luar gigi manusia.
2. Tulang dentin merupakan lapisan yang berada pada lapisan setelah email yang dibentuk dari zat kapur. berupa jaringan berwarna kekuningan.
3. Pulpa atau Rongga Gigi. Pada bagian ini terdapat pembuluh darah untuk memelihara seluruh gigi, dan serabut-serabut saraf yang mendeteksi tekanan, panas, dingin, dan sakit. Pembuluh darah dan saraf tersebut menjulur hingga akar gigi. 
4. Semen. lapisan keras, jaringan semacam tulang yang memiliki konstruksi yang kuat melapisi akar gigi. Semen / Sementum merupakan bagian dari akar gigi yang berdampingan / berbatasan langsung dengan tulang rahang di mana gigi manusia tumbuh. 



anatomi dan bagian - bagian gigi



 
Gigi juga dapat mengalami gangguan bila tidak dirawat dan dibersihkan secara tepat dan teratur. Kuman atau bakteri yang hidup pada sisa-sisa makanan dapat menghasilkan zat-zat buangan yang bersifat asam sehingga menggerogoti email dan dentin. Akibatnya, gigi dapat berlubang dan biasa disebut rongga. Perawatan terhadap gigi seperti mengurangi makanan yang bergula, terlalu panas atau dingin dapat mencegah gigi dari kerusakan. Selain itu, membersihkan gigi dengan menggosoknya sebelum tidur dan setelah makan juga dapat mencegah dari kerusakan. Perawatan lainnya yakni memeriksakan gigi kepada dokter gigi secara teratur. 
Berdasarkan tahapan perkembangannya, gigi manusia terdiri atas dua kelompok yakni gigi susu dan gigi dewasa. Gigi susu (dentis desidue) merupakan gigi yang tumbuh pada anak usia 6 bulan hingga 8 tahun. Sejak usia 6 tahun hingga usia 14 tahun, gigi susu akan tanggal satu persatu dan digantikan dengan gigi dewasa. Jumlah gigi ini pada anak yakni 20 buah dengan rincian:
8 buah gigi seri,
4 buah gigi taring, dan 
8 buah gigi geraham. 
 
Gigi dewasa atau gigi tetap (dentis permanen) merupakan gigi orang dewasa yang berjumlah 32 buah. Rinciannya:
8 buah gigi seri,
4 buah gigi taring,
8 buah gigi geraham depan, dan
12 buah gigi geraham belakang. 
sistem penomoran menomorkan gigi permanen mulai dari 1 hingga 32. Dimulai dari gigi molar ketiga pada maxilary kanan (#1) melintasi maxilary hingga gigi molar ketiga pada maxilary kiri (#16). Kemudian, dilanjutkan dengan gigi molar ketiga pada mandibular kiri (#17) dan mengelilingi mandibular hingga gigi molar ketiga pada mandibular kanan (#32)

Apabila gigi dewasa tanggal, tidak terjadi pergantian gigi lagi alias tidak tumbuh. Untuk memudahkan pemahaman kalian, berikut disajikan rumus gigi. Dengan penyimbolan seperti: 

Gigi seri (inisior) = I 
Gigi taring (caninus) = C 
Geraham depan (premolar) = P 
Geraham belakang (molar) = M 
Maka rumus gigi dapat dituliskan: 
Gigi anak-anak (gigi susu) M P C I I C P M
Atas 0 2 1 2 2 1 2 0
Bawah 0 2 1 2 2 1 2 0
Gigi orang dewasa (gigi dewasa) M P C I I C P M
Atas 3 2 1 2 2 1 2 3
Bawah 3 2 1 2 2 1 2 3


D. PATOFISIOLOGI 
Gigi impaksi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Gigi impaksi merupakan sumber potensial yang terus menerus dapat menimbulakan keluhan sejak gigi mulai erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut bahkan kadang-kadang dapat mempengaruhi estetis.1 
Gigi impaksi, maksudnya gigi yang terpendam di dalam tulang rahang atau terhalang jaringan gusi dan tidak berhasil muncul ke permukaan. Gigi impaksi ini bisa menyebabkan berbagai masalah di dalam mulut. Mulai dari rasa sakit yang mengganggu sampai gangguan yang lebih serius di mulut. Tindakan yang sering dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah pembedahan.
Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga, atau dalam bahasa umumnya gigi geraham yang paling belakang, geraham ketiga. Manusia normal akan memiliki empat gigi geraham ketiga, yaitu di setiap sisi rahang, atas kanan, atas kiri, bawah kanan, bawah kiri. Gigi geraham ketiga ini adalah gigi yang paling terakhir muncul. Normalnya gigi ini sudah muncul ketika berumur 15-21 tahun. 
Namun, seringkali gigi geraham ketiga ini tidak berhasil muncul dan malah terjebak di dalam tulang rahang. Dengan memahami kasus gigi impaksi akan membantu anda mengambil tindakan yang tepat dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi dengan adanya gigi impaksi.
Berdasarkan  sifat  jaringan,  impaksi  gigi  molar  ketiga  dapat  diklasifikasikan menjadi
1. Impaksi jaringan lunak 
Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi secar normal. Hal ini sering terlihat pada kasus insisivus sentral permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai trauma mastikasi menyebabkan fibromatosis 

2. Impaksi jaringan keras 
Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan  lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong sebelum dicabut.

E. KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI

1. Pell dan Gregory
Pell dan Gregory menghubunkan kedalaman impaksi terhadap bidang oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam pendekatan lain.15








Gambar  II.2  Klasifikasi  impaksi  molar  ketiga  menurut  Pell  dan
Gregory.

Berdasarkan kedalaman impaksi dan jaraknya ke molar kedua 
1. Posisi A : permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau sedikit lebih tinggi dari gigi molar kedua. 
2. Posisi B : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada pertengahan mahkota gigi molar kedua atau sama tinggi dari garis servikal 
3. Posisi C : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah garis servikal molar kedua. 

2. Klasifikasi Winter
Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga mandibula berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar kedua mandibula. Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda seperti impaksi vertikal, horizontal, inverted, mesioangular, distoangular, bukoangular, dan linguoangular. Quek et al mengajukan sebuah sistem klasifikasi menggunakan protractor ortodontik. Dalam penulisan mereka, angulasi dideterminasikan menggunakan sudut yang dibentuk antara pertemuan panjang aksis gigi molar kedua dan ketiga. Mereka mengklasifikasikan impaksi gigi molar ketiga
mandibula sebagai berikut:15
1. Vertikal (10o sampai dengan -10o) 
2. Mesioangular (11o sampai dengan -79o) 
3. Horizontal (80o sampai dengan 100o) 
4. Distoangular (-11o sampai dengan -79o) 
5. Lainnya (-111o sampai dengan -80o) 

3. Klasifikasi Archer dan Kruger

Teori didasarkan pada inklinasi impaksi gigi molar ketiga terhadap panjang axis gigi molar kedua16






ambar II.3 Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Archer dan Kruger (1 mesioangular, 2 distoangular, 3 vertical, 4 horizontal, 5 buccoangular, 6 linguoangular, 7 inverted)

a. Mesioangular: Gigi impaksi mengalami tilting terhadap molar kedua dalam arah mesial. 
b. Distoangular: Axis panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke posterior menjauhi molar kedua. 










Gambar II.4 Impaksi mesioangular molar ketiga rahang bawah kanan dan distoangular pada molar ketiga rahang bawah kiri (catatan: gigi molar ketiga rahang bawah tidak erupsi)

c. Horisontal: Axis panjang gigi impaksi horisontal










Gambar II.5  Impaksi horisontal bilateral molar ketiga rahang bawah
Sumber : Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. New
 
Vertikal: Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama dengan axis panjang gigi molar kedua 








Gambar II.6 Sebuah impaksi dengan posisi vertikal
e. Bukal atau lingual: Sebagai kombinasi impaksi yang dideskripsikan di atas, gigi juga dapat mengalami impaksi secara bukal atau secara lingual 
f. Transversal: Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah bukolingual 
g. Signifikansi: Tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi secara definitif. Sebagai contoh, impaksi mesioangular sangat mudah untuk dicabut dan impaksi distoangular merupakan posisi gigi yang paling sulit untuk dicabut. 

Gigi maksila dengan posisi bukal lebih mudah dicabut karena tulang yang menutupi gigi lebih tipis, sedangkan gigi pada sisi palatal tertutupi jumlah tulang
yang banyak, dan membuat ekstraksi sulit untuk dilakukan.10

Posisi mesioangular paling sering terjadi pada impaksi gigi bawah sedangkan posisi distoangular paling sering terjadi pada impaksi gigi atas. Untungnya kedua gigi tersebut juga paling mudah pencabutannya. Didasarkan pada hubungan ruang, impaksi juga dikelompokkan berdasarkan hubungan bukal-lingualnya. Kebanyakan impaksi Molar ketiga bawah mempunyai mahkota mengarah ke lingual. Pada impaksi Molar ketiga yang melintang, orientasi mahkota selalu ke lingual. Hubungan melintang juga terjadi pada impaksi gigi
atas tetapi jarang.3


4. Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Thoma
Thoma mengklasifikasikan kurvatura akar gigi molar ketiga yang mengalami impaksi ke dalam tiga kategori:
1. Akar lurus (terpisah atau mengalami fusi) 
2. Akar melengkung pada sebuah posisi distal 
3. Akar melengkung secara mesial. 

5. Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Killey dan Kay15
Killey dan Kay mengklasifikasikan kondisi erupsi gigi molar ketiga impaksi dan jumlah akar ke dalam tiga kategori. Gigi tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Erupsi 
2. Erupsi sebagian 
3. Tidak erupsi 

F. TANDA DAN GEJALA
Kerusakan atau keluhan yang ditimbulkan dari impaksi dapat berupa:

1. Inflamasi 
Inflamasi merupakan suatu perikoronitis yang lanjutannya menjadi abses dento-alveolar akut-kronis, ulkus sub-mukus yang apabila keadaan tubuh lemah dan tidak mendapat perawatan dapat berlanjut menjadi osteomyelitis. Biasanya gejala-gejala ini timbul bila sudah ada hubungan soket gigi atau folikel gigi dengan rongga mulut. 








Gambar II.8 Perikoronitis karena impaksi molar ketiga

2. Resorpsi gigi tetangga 
Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal gigi tersebut. Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari gigi tetangga maka gigi mempunyai daya untuk melawan rintangan tersebut. Misalnya gigi terpendam molar ketiga dapat menekan molar kedua, kaninus dapat menekan insisivus dua dan premolar. Premolar dua dapat menekan premolar satu. Disamping mengalami resorpsi, gigi tetangga tersebut dapat berubah arah atau posisi. 
3. Kista 
Suatu gigi yang terpendam mempunyai daya untuk perangsang pembentukan kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih gigi tersebut mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu menjadi tidak sempurna dan dapat menimbulkan primordial kista dan folikular kista. 
4. Bengkak di area impaksi 
5. Rasa askit
Rasa sakit dapat timbul bila gigi terpendam menekan syaraf atau menekan gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit. 
Rasa sakit dapat timbul karena : 
a. Periodontitis pada gigi yang mengalami trauma kronis 
b. Gigi terpendam langsung menekan nervus alveolaris inferior pada kanalis mandibularis. 

G. KOMPLIKASI

Gigi molar ketiga rahang bawah impaksi dapat mengganggu fungsi pengunyah dan sering menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsi patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikuler, rasa sakit neurolgik, perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahangdan berdesakan gigi anterior akibat tekanan gigi impaksi ke anterior. Dapat pula terjadi periostitis, neoplasma dan komplikasi lainnya.6






Gambar II.9 Karies pada permukaan distal molar kedua karena impaksi molar ketiga rahang bawah

Gambar II.10 Karies pada bagian distal dari mahkota impaksi molar ketiga rahang bawah, karena terselip makanan dan oral hygiene buruk. 








Gambar II.11 Resopsi tulang pada permukaan distal akar molar kedua, dihasilkan di pocket periodontal.






Gambar II.12 Obstruksi dari erupsi molar kedua rahang bawah dari impaksi molar ketiga










Gambar II.13 Radiolusen yang luas lesi pada bagian posterior mandibula, menempati ramus. Gigi impaksi telah berpindah ke perbatasan inferior dari mandibula














Gambar II.14 Radiolusen yang luas lesi pada mandibula. Gigi impaksi telah berpindah ke bagian puncak ramus mandibula.

Mengingat banyaknya masalah dan keluhan yang ditimbulkan oleh impaksi gigi molar tiga mandibula ini, maka dirasakan perlu untuk meneliti prevalensi impaksi gigi molar tiga mandibula serta masalah dan keluhan yang sering ditimbulkan oleh
impaksi tersebut.1

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Panoramik
pemerinksaan dengan ro photo memperlihatkan efek penyakit pada gigi dan rahang misalnya  apakah proses bersifat osteolysis/osteoblastis, apakah berkapsul/berdifusi, apakah terdapat granuloma atau cyste,  lokasinya didalam tulang/sudah menembus dinding
2. MRI

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Gigi impaksi tidak otomatis harus dibuang. Tapi, ada dua pilihan perawatan yang utama. Yaitu :
1. Perawatan konservatif
Jika gigi impaksi tidak menyebabkan masalah, dokter gigi anda mungkin akan menyarankan untuk membiarkan saja tapi dengan pengawasan. Hal ini juga berlaku untuk mereka yang tidak mungkin mengeluarkan gigi tersebut dengan alasan kesehatan. Di bawah bimbingan dokter gigi anda atau ahli bedah mulut, anda bisa merawat gigi impaksi anda dengan berkumur menggunakan mouthwash (obat kumur), air garam atau obat penghilang rasa sakit. Tapi jika masalahnya semakin parah, sebaiknya memang dioperasi.

2. Pencabutan/pembedahan (odontektomy)
Odontektomi adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosteal flap dan membuang  tulang  yang ada diatas gigi dengan chisel, bur, atau rongeurs. Indikasi odontektomy adalah
a. Perikoronitis
Perikoronitis merupakan peradangan pada jaringan lunak disekeliling gigi yang akan erupsi, paling sering terjadi pada molar 3 bawah.
b. Mencegah Berkembangnya Folikel Menjadi Kista Odontegenik
Suatu gigi yang impaksi mempunyai daya untuk merangsang pembentukan kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi
c. Pencegahan Karies
Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan infeksi atau karies pada  gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar dua karena gigi molar ketiga mengalami impaksi.
d. Untuk Keperluan Terapi Ortodontik
Pencabutan gigi impaksi pada perawatan ortodontik dapat menjadi suatu indikasi apabila ruangan yang dibutuhkan kurang untuk ekspansi lengkung gigi atau juga dikhawatirkan akan menjadi faktor relapse setelah dilakukannya perawatan ortodontik.
e. Menimbulkan Kerusakan Pada Akar Gigi Yang Berdekatan.
Gigi impaksi dapat menyebabkan tekanan pada akar gigi sebelahnya sehingga mengalami resorpsi akar
f. Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit.
Rasa sakit dapat timbul bila gigi impaksi menekan syaraf atau menekan gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit.
g. Diperkirakan Akan Mengganggu Pembuatan Protesa. Pencabutan gigi impaksi dilakukan apabila berada dalam denture bearing area  yang dapat menghambat adaptasi landasan dan mengganggu retensi serta stabilitas dari protesa yang akan dibuat.

3. Perawatan setelah pembedahan
Dokter gigi anda atau ahli bedah mulut akan memberikan petunjuk khusus untuk merawat mulut anda sehabis pencabutan gigi impaksi. Beberapa tips dalam perawatan setelah operasi :
a. Aktivitas. Beristirahatlah beberapa hari setelah pembedahan. Jangan melakukan olahraga keras atau mengendarai kendaraan roda dua. Jangan merokok untuk minimal sehari setelah pembedahan (hal ini akan mengganggu bekuan darah yang sudah terbentuk di dalam bekas operasi).
b. Makanan. Minum air putih dan makan makanan yang lembut untuk 12 jam pertama setelah operasi. Tapi, jika anda mencabut lebih dari satu gigi, makan makanan yang lembut atau lunak selama beberapa hari setelah pencabutan. Jangan menggunakan sedotan, karena akan mengganggu bekuan darah yang sudah terbentuk. Jauhi makanan yang keras atau kerupuk selama dua minggu setelah operasi.
c. Manajemen rasa sakit. Biasanya anda akan membutuhkan obat penahan rasa sakit beberapa hari setelah operasi. Menggunakan kompres dingin akan mengurangi rasa sakit dan juga pembengkakannya.
d. Perdarahan. Darah yang keluar dari bekas operasi adalah hal normal pada hari pertama. Akan lebih baik jika anda menelan darah yang keluar tersebut daripada meludahkannya (akan merusak bekuan darah). Mintalah petunjuk dokter gigi atau dokter gigi bedah mulut anda tentang cara melepaskan perbannya. 
e. Pembengkakan. Rahang bengkak setelah operasi adalah hal yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan. Gunakan kompres dingin untuk mengatasinya. Beberapa dokter gigi mungkin akan menyuntikkan steroid untuk mengendalikan pembengkakan ini. 
f. Membersihkan mulut. Sehari setelah operasi, kumur-kumurlah dengan air garam minimal enam kali sehari. Gosoklah gigi anda, tapi hati-hati ketika memasuki daerah bekas operasi.
4. Komplikasi yang mungkin terjadi setelah operasi :
a. Biasanya gigi, gusi, lidah, dan pipi akan mengalami mati rasa untuk beberapa waktu setelah operasi.
b. Dry socket (ternyata tidak terbentuk bekuan darah yang diinginkan di bekas pencabutan gigi tersebut)
c. Infeksi bakteri atau sisa makanan yang mengganggu.
d. Masalah GIGI, jika gigi yang dicabut berada di dekat GIGI.
e. Rahang agak ngilu atau tidak nyaman.

















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITS

A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit sekarang : Gejala : Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya, riwayat pembedahan atau trauma dan penggunaan obat: jenis, jumlah, frekwensinya , lamanya. Sekret hidung : warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya krusta/nyeri hidung. Riwayat  sakit gigi (caries) : nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan dan gangguan umum lainnya : kelemahan. Tanda : Demam, drainage, purulen, polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan rongga mulut yang mengalami radang sampai Pucat, odema keluar dari hidng atau mukosa gusi, kemerahan dan odema membran mukosa. Pemeriksaan penunjung : kultur organisme hidung dan tenggorokan, pemeriksaan rongent /panoraik
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri , demam, dan bengkak
4. Riwayat penyakit dahulu : Pernah menderita sakit gigi geraham Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma, Pernah mempunyai riwayat penyakit THT,
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga klien yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat Psikososial : Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih), interpersonal : hubungan klien dengan orang lain sangat baik
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : Untuk mengurangi masalah gigi biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan rongga mulut dan gig
c. Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak dapat istirahat karena nyeri dan  meradang diarea impaksi
d. Pola Persepsi dan konsep diri : susunan gigi yang  tidak bagus dan pembengkakan di rarea impksi menyebabkan konsepdiri menurun
e. Pola sensorik : jika impaksi menyebabkan kista dan infeksi disinus  daya penciuman klien  terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus rongga mulut  : nyeri t, rinoskopi (mukosa merah dan  bengkak).



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan peradangan pada gigi dan rongga mulut dapat ditandai dengan: meringis, bengkak di gusi dan mulut, skala nyeri  ringan,sedang 
2. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan  menurun sekunder dari peradangan gigi dan mulut ditandai dengan: pasien tampak lemah,
3. . Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder peradangan GIGI.
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (operasi)

Diagnosa keperawatan ytambahan yang mungkin muncul jika pasien melakukan tindakan operasi (odontectomy adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengabn penumpukan secret pasca pembedahan diarea rongga mulut ditandai dengan suara nafas gurgling, 
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan psca general anastesi ditandai dengan tachipnea/bradipnea, kesadaran dpo, hipoksia









 

DAFTAR PUSTAKA



1. Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4 


2. Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011 

3. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3 


4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 6(2):65-6 


5. Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang bawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6 


6. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi gigi 

molar ketiga rahang bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dental Assocation 2009;58(2):20


7. Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila dengan kombinasi teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95 


8. Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi impaksi 1.1 secara pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and Maxillofacial Surgeon 2004:229-30 
 


9. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed. Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148 


10. Balaji SM. Oral and  maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5 


11. Sinan A, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Changes in mandibular third molar angle and position after unilateral mandibular first molar extraction. American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 2006;129(1):37 

12. Beek GCV. Morfologi gigi 2nd ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L. Jakarta:EGC;1996,p.101 


13. Harshanur IW. Anatomi gigi. Jakarta : EGC;1991,p.221,239 


14. Metalita M. Pencabutan gigi molar ketiga untuk mencegah terjadinya gigi berdesakan anterior rahang bawah. Available from :URL: http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=582&Itemid=1 Accessed Juni 19, 2011 


15. Obimakinde OS. Impacted mandibular third molar surgery; an overview. Dentiscope 2009;16:2-3 


16. Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126-7 


17. Lukman D. Penentuan lokasi roentgnografi gigi impaksi. Journal of the Indonesian Dental Association 2004;54(1):10-13 


18. Marzola C, Comparin E, Filho JLT. Third molars classifications prevalence in the cities of cunha pora, maravilha and palmitos in the northwest of santa catarina state 

in brazil. Available from: URL:http://www.actiradentes.com.br/revista/2007/text os/3RevistaATO-Prevalence_Third_Molars_Positions-2007.pdf 

Accessed Juni 6, 2011 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar